Target menggaet wisatawan mancanegara yang dicanangkan Kementrian Pariwisata terbilang serius. 20 Juta turis asing dalam setahun pada tahun 2019 bukan angka yang sedikit. Selain kinerja country managers Visit Indonesia Tourism Officers (VITO) yang perlu ditingkatkan. Walaupun VITO sudah berada di 13 negara yaitu, Singapura, Malaysia, Australia, China, Jepang, Korea, India, Timur Tengah, Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, dan Rusia, kesiapan di dalam negeri juga perlu diperhitungkan mengingat konektivitas, perbedaan potensi dan realisasi program, dan aksesibilitas yang menjadi kendala.
Selain tiga masalah utama tadi, Kementrian Pariwisata perlu bekerjasama dengan Kementrian Pendidikan, Pemerintah Daerah Setempat dan kesadaran masyarakat untuk membangun mental tuan rumah penduduk lokal.
Membangun Identitas Diri yang Kuat
Identitas diri yang dimaksud adalah budaya dan ciri khas daerah. Misal daerah yang disasar adalah kota Tasikmalaya. Maka perlu dipertegas kembali bahwa kota tersebut dikenal pula sebagai kota santri dimana banyak sekali pesantren-pesantren di sana. Di sini pemerintah daerah perlu mendukung kehidupan-kehidupan segala lapisan masyarakat yang terkait erat dengan pesantren. Kelak budaya dan kebiasaan kehidupan ala pesantren akan lekat dengan masyarakat. Anak-anak mengaji dari maghrib sampai isya, arak-arakan obor jelang lebaran dan lain sebagainya. Kebiasaan dan adat yang sudah terbangun secara terstruktur, masif dan sistemik ini akan jadi daya tarik tersendiri.
Ragam Bahasa (kagura-sohma.blogspot.com)
Identitas diri juga termasuk di dalamnya adalah bahasa. Indonesia mungkin satu-satunya negara yang paling banyak ragam bahasanya. Pada kongres bahasa tahun 2012 saja, tercatat 546 bahasa. Kekayaan bahasa yang kita miliki bisa jadi nilai jual pariwisata yang menarik. Mungkin Indonesia ini sudah seperti eropa, hanya bedanya kalau di eropa sana, pindah negara beda bahasa, sementara di Indonesia pindah daerah beda bahasa.
Mengingat nilai jual yang tinggi dari sisi bahasa, nampaknya wacana penghapusan pelajaran bahasa daerah sebaiknya dihentikan. Bukankah memahami lebih dari satu bahasa juga membantu kecerdasan dan terlihat keren? Bayangkan, anak-anak hasil percampuran suku setidaknya mengerti tiga bahasa. Misal ibunya Sunda, ayahnya Jawa, maka si anak akan mengerti bahasa Sunda, Jawa dan Indonesia. Luar biasa bukan?!?
Ciptakan Informasi Lokal yang Masif
Ketika ingin menjadi tuan rumah yang baik, sebaiknya kita harus mengenal rumah kita sendiri. Kita harus tahu di mana dapur kita, kita harus tahu di mana kamar tidur kita dan seterusnya. Jika anda orang Bandung misalnya, lebih anda mengenal Bandung lebih baik daripada orang Jakarta yang setiap akhir pekan datang ke Bandung. Pengetahuan tentang tempat-tempat menarik di Bandung harus perlu diperbaharui.
Bagi yang malas bepergian atau mencari informasi mengenai kota atau daerahnya, internet bisa dijadikan pilihan. Saat ini sudah banyak vendor-vendor lokal yang membuat aplikasi-aplikasi web dan mobile yang bisa menampung informasi lokasi. Contohnya aplikasi nyandung (nyehat bandung) yang dibuat oleh Asep Maulana Ismail yang diikutsertakan dalam lomba aplikasi Bandung Juara. Jika ingin melihat skala yang lebih besar, kita bisa menggunakan aplikasi spothood.com di mana kita bisa mendaftarkan dan melihat spot atau tempat yang diinginkan. Spothood ini adalah aplikasi lokal yang dibuat oleh c-aio.