Mohon tunggu...
Gembel Bersuara
Gembel Bersuara Mohon Tunggu... Seniman - Penyair Pejalan

Pemikiran Ugal-Ugalan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Gambar dan Menulis

20 Januari 2021   05:00 Diperbarui: 20 Januari 2021   05:54 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambar menggambar dan tulis menulis sudah kulakukan semenjak kecil, sejak dari tembok dinding rumah, hingga buku pelajaran sekolah--semenjak kucoreti kertas dimalam hari, untuk kubuang ke tong sampah atau tungku api diwaktu pagi. tak ada kendala bagiku, tidak juga menyesal telah menulis, menggambar, membuang dan membakar anak-anak kudusku.Namun kini dihadapkan dengan pelbagai perspektif dunia kepenulisan dan keperupaan. Yang bikin rancu adalah penyair dan perupa membuat kode kepenyairan dan kepelukisan yang dinyana dapat diamini kebanyakan penyair dan perupa. Ketika sebuah karya dihadapkan pada nilai-nilai estetika, mencipta pagar pembatas pada halaman kepala. Agar masuk dan dipajang diruang elit, atau paling tidak ditukar duit. Jika tak lolos kurasi, seolah tak layak disebut karya seni. Sedang aku tentu tak peduli. Sebab aku percaya semua manusia memiliki estetikanya sendiri-sendiri, tanpa dimonopoli, tanpa uji dan nilai.Sebab ruang ekspresi kita tidak terbatas, karena tembok kota dan jalanan menanti untuk ditebas.

Tidak! Bukan maksud menggurui atau mencaci. Sungguh, bukan itu maksud dari semua ini. Hanya sekedar ingin berbagi dan saling membangkitkan percaya diri. Sebab jawaban dipenuhi pertanyaan mencipta ilustrasi yang artsy. Padahal, aku sendiri tak paham bagaimana sebuah karya disebut artsy bahkan seni. Pun, coba pikirkan kembali, bukankah tidak masalah bagi pekerja seni murahan sepertiku ini untuk tidak dikenal bahkan terasing sendiri. Karena yang kutahu adalah bagaimana menyampaikan situasi lewat ilustrasi dan puisi bukan bagaimana menjadi terbaik di antara seniman lainnya. Bukankah musuh terjahat di dunia ini adalah diri sendiri?
Ya, aku pun tahu, statment ini pun akan ditentang, dan kalian akan berkata bahwa kalian telah berdiri di atas idealisme masing-masing. Sepertinya aku sudah lama tak keramas, rambutku lepek dan banyak ketombe, sehingga isi kepalaku ada yang terganggu. Sebagaimana sering kalian katakan, aku masih terlalu muda dan kerap emosionil dalam menanggapi suatu persoalan.
Maka, teruslah berkarya dengan penuh imaji. Lampaui kurasi, lampau diri sendiri. Hingga tak ada lagi ketakutan akan ekspresi yang diawasi estetika

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun