Sar, nikmatilah kemarau, Sar
Meski hijau
telah renggang dari pandang
retak kotak petak pematang
gariskan piutang,
Dan kayu-kayu randu
yang tak pernah merindu
rupa warna hitam arang,
Meski rimbun rimba hilang
bambu-bambu mengabu-debu
menjadi rambu rakus para pura-pura,
meski paru-paru disesaki rupa-rupa
kepura-puraan.
Sar, nikmatilah kemarau, Sar.
yang sedari dulu tetap risau
dengan gejala-gejala paling kacau;
Di seberang pulau
hutan-hutan terbakar
hewan-hewan terkapar
Ikan-ikan terdampar
bocah-bocah kelaparan
hingga lupa cara makan.
Di desa-desa
orang-orang kehilangan air jernih
terpaksa berebut air limbah
penuh sampah
Belum rampung di kampung
kita rampang oleh rancang undang-undang
ribuan ksatria rakyat serukan resistansi
atas konstitusi yang tumpul ke atas
teramat runcing ke bawah.
Sar, tetaplah di pelukanku, Sar
Di atas bumi yang makmur
meski telah subur gelanggang tempur
Sesama merah marah
saling tikam sesama hitam
demi anu yang katanya indah
Nikmatilah
kemarau, Sar.
Sar, dalam risau
Kulum bibirku hingga pulang kemarau
Cumbui aku,
Sebab aku tak mampu lagi memaksamu
ketika pasal telah siap memburu.
Sar, nikmatilah kemarau, Sar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H