Siang hari ini mentari begitu terik, menyentuh kulit berwarna sawo matang ini seolah menegurku untuk tetap menjaga indahnya dan manisnya sawo matang ini. Mentari ini menemani langkahku untuk terus berjalan menyusuri keramaian kota samarinda,asap bersimutkan debu menerpa membuatku takkan berhenti disini.
Sebuah kerinduan bertemu dengan saudari terkasih yang datang dari kejauhan membuat ku tetap bersemangat dan penuh sukacita, berkat sebuah perjumpaan hangat.
Sesampainya di rumah ini kedatangan ku di sambut dengan penuh sukacita, segelas air putih dan kopi di hidangkan di hadapanku membuat kehadiran ku sangat dinantikan.
Kerinduan yg mendalam akhirnya terbayarkan oleh sebuah pertemuan.
Duduk bersila, bercerita mengenang masa remaja saat di kampung, seakan diri ini kembi sperti anak-anak usia 15 tahun. Bedanya si kaka sudsh berkeluarga dan aku masih single dan masih menempuh pendidikan  namun hal ini tak menjadi masalah untuk kami melepaskan kerinduan,canda dan tawa mengenang masa itu.
Masalu boleh menjadi kenangan, tapi masa yg akan datang ttp harus dikenang. Satu kenangan yang tak terlupakan dari kisah kasih persudaraan ini adalah masa-masa nakalnya saat remaja.
Nakal jalan-jalan siang pulang sore, hanya untuk habiskan waktu bermain masak-masakan, makanan, dan bertamu hingga lupa pulang.
Itulah yg akan selalu terkenang setiap pertemuan dn tidak akan dapat terulang lagi.
Pertemuan singkat menambah kenangan dan menggoreskan kenangan yang dalam
Terima kasih November penuh sukacita mempertemukan ku dengan orang-orang dr jauh yg ku sayangi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H