"Terima kasih, Tuhan, sudah memberi kami anak. Anak ini adalah karya dan hadiah terindah untuk kami".
***
Tak ada yang mudah di dunia ini. Setiap keputusan yang diambil pasti memiliki risiko, ada yang besar dan ada yang kecil, ada yang ringan dan ada yang berat. Termasuk keputusan untuk memiliki anak dan pun keputusan untuk tidak memiliki anak. Semua memiliki risiko masing-masing. Siapkah?
Di dunia yang entah di mana, sedang ramai perbincangan tentang childfree. Kemudian dipertentangkan kembali dengan orang tua yang harus menunggu puluhan tahun untuk memiliki anak pertama dan bahkan ada yang selalu menunggu sepanjang hidup hingga ajal menjemput, namun tak pula diberi momongan oleh Yang Maha Kuasa karena memiliki penyakit. Betapa dunia ini memberi kejutan yang tak pernah kita duga.
Memiliki anak atau childfree merupakan pilihan. Bukan soal pilihan yang seharusnya diperdebatkan, namun alasan dibalik pilihan itu. Pemilih childfree beralasan mereka tidak ingin memiliki anak karena kesibukan satu sama lain. Mereka takut tidak punya waktu untuk merawat dan mendidik anak. Mereka takut untuk menelantarkan anak mereka. Pun mereka tidak ingin merepotkan mertua dan orang tua. Alasan yang masuk akal. Memang benar, perempuan punya hak atas tubuhnya.Â
Hak itu yang tak perlu kita perdebatkan. Itu pilihan. Mungkin perempuan tersebut takut bila pada akhirnya ketika ia melahirkan, sesuatu yang paling ditakuti terjadi: kematian. Ya, kematian datang saat atau sesaat setelah melahirkan. Perempuan ini tidak tega bila sang anak tumbuh tanpa kehadiran dan kasih sayang si ibu. Pula tak tega bila suami merawat sang anak seorang diri. Lagi, alasan yang masuk akal. Tidaklah salah semua alasan itu, meski masih bisa diperdebatkan.
Alasan dibalik memilih untuk memiliki anak juga bisa diperdebatkan. Ya, kita bisa menebak sendiri apa alasan itu karena mayoritas dari kita pasti ingin memiliki anak. Namun (harus di)muncul(kan) banyak pertanyaan ketika memutuskan untuk memiliki anak, pertanyaan yang juga sangat menggangguku: Apakah aku mampu membelikan dia susu? Mampukah aku merawatnya?Â
Bila aku mampu membelikan dia susu, apakah pula aku mampu mendidiknya? Mampukah aku menyediakan waktu untuk bermain bersamanya? Mampukah aku mempertaruhkan nyawaku untuk dia? Mampukah aku untuk tak membebaninya dengan berbagai harapan? Atau mampukah aku untuk tak menjadikannya seseorang yang bisa menebus segala mimpi yang tak bisa aku wujudkan?
Memilih untuk memiliki anak penuh dengan risiko. Takkan pernah ada yang mudah. Sebagai seorang anak, ada sedikit hal yang bisa aku pahami: Meski memiliki anak sangat membahagiakan, di sisi lain sebenarnya orang tua sedang mempertaruhkan mental dan bahkan nyawa karena tiada mungkin ada orang tua yang rela membiarkan anaknya kelaparan. Ada dan banyak, tapi betapa jahatnya orang tua yang tega menelantarkan anaknya.
Aku terlihat seperti sedang menakut-nakuti orang untuk memiliki anak. Tidak. Aku tidak sedang menakut-nakuti. Aku hanya sedang membuat pertanyaan agar orang-orang yang memilih untuk memiliki anak, mempersiapkan diri. I did it for good reason.Â