Mohon tunggu...
Heriyanto Chanra
Heriyanto Chanra Mohon Tunggu... Guru - Luwes dan berorientasi pada kemajuan.

Filsuf kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Papa Sembuh Kembali

7 Oktober 2017   17:07 Diperbarui: 7 Oktober 2017   17:27 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

PERSAINGAN bisnis dalam beberapa minggu ini memanas. Persekongkolan dan pengkhianatan terjadi di mana-mana. Tak terkecuali di perusahaan tempat Papa Nova bekerja.

Papa Nova adalah seorang direktur di sebuah perusahaan jasa ternama di ibukota. Ia telah menekuni bidangnya sejak lepas dari kuliah. Berkat kepiawaiannya dalam bekerja, Papa Nova banyak menghasilkan pencapaian kerja yang luar biasa. Karirnya melesat di usia muda. Perusahaan yang dipimpinnya telah mengembangkan jaringan bisnis hingga ke manca negara.

Nova bangga memiliki ayah sekelas Papa. Tak ada yang pernah meragukannya, karena ia adalah anak Papa. Meski anak Papa tak hanya Nova. Nova banyak disukai teman-temannya. Tidak semata karena ia kaya, melainkan juga karena anak kesayangan Papa---di mana ribuan pekerja menggantungkan nasib kepadanya. Tanpa Papa Nova, perusahaan hanya sebuah ruangan berisi meja-meja dan beberapa orang yang duduk di belakangnya.

Di tengah memanasnya persaingan bisnis, mulai bermunculan isu-isu yang mengancam stabilitas. Terjadi manipulasi yang berdampak pada keuangan dan nasib ribuan pekerja di perusahaan. Papa Nova dituduh ikut andil dalam manipulasi ini.

Nova menjadi syok berat. Ia yakin Papa tidak bersalah. Semuanya hanyalah fitnah belaka. Papa Nova sudah berjuang mati-matian mengangkat perusahaan, tapi akhirnya menjadi begini. Orang yang banyak berjasa malah dituduh berkhianat. Nova tidak terima.

Tak berapa lama, Papa Nova dilarikan ke rumah sakit.

Publik menjadi ikutan syok. Bursa saham turut anjlok. Seorang perempuan malah kesulitan melahirkan bayinya, terkena dampak Papa Nova masuk rumah sakit. Sang suami menjadi kalap dan menggampar seorang petugas kebersihan rumah sakit yang kebetulan lewat di hadapannya tanpa bilang permisi.

Dampak sakitnya Papa Nova begitu menggemparkan dunia. Bahkan Presiden AS mengancam akan membombardir Korea Utara karena pemimpinnya kedapatan tengah mengolok-olok sakitnya Papa Nova.

"Ini tidak bisa dibiarkan!" tegas Presiden AS, dalam keadaan marah.

Menanggapi ancaman dari Presiden AS, jutaan rakyat Korea Utara malah santai. Mereka tetap menjalani aktivitas seperti biasa, sambil meluangkan waktu mengisi teka-teki silang di beranda rumah. Bahkan beberapa di antaranya mulai mendaftar kursus menjahit dan rutin senam aerobik di lapangan. Sakitnya Papa Nova adalah hal biasa yang tidak perlu dibesar-besarkan.

Pemimpin Korea Utara menilai pernyataan Presiden AS adalah pencitraan di tengah memburuknya perekonomian AS---yang mengharuskan jutaan orang menganggur dan mabok pil PCC. Di tengah krisis kepercayaan diri para pemimpin dunia, Korea Utara malah menyediakan banyak lapangan pekerjaan bagi para warga negaranya. Bahkan saking berlebihan, banyak tawaran pekerjaan dialamatkan ke negara-negara tetangganya. Termasuk China, yang notabene sekutu dekat AS.

China dan AS memiliki kedekatan emosional dan kultural. Seperti yang telah diketahui dunia, China menyokong lebih dari separuh APBN AS. Sebagai penghargaan atas kontribusi China yang luar biasa itu, AS menyediakan lahan jutaan hektar di Las Vegas untuk memfasilitasi hobi para warga negara China.

Tidak jauh berbeda dengan Papa Nova. Ia juga merupakan sosok yang tidak bisa diabaikan atas kesuksesan Presiden AS sekarang. Berkat kepiawaiannya dalam berbisnis, Papa Nova berandil besar meyakinkan publik AS untuk memilih presiden saat ini. Kharisma Papa Nova memancar jauh ke berbagai belahan dunia. Seorang aktris kenamaan Hollywood saja begitu kesengsem dengan sosok lelaki yang satu ini. Bahkan saking nge-fans-nya, ia tak ragu-ragu memajang foto Papa Nova di dinding kamar mandinya. Berharap suatu saat Papa Nova meliriknya, dan diajak main dalam pembuatan ulang film "Pengkhianatan G 30 S/PKI".

Setiap jengkal area parkir rumah sakit penuh dengan bunga. Nova nampak kelelahan mengatur karangan bunga simpatisan Papa Nova. Kalau setiap karangan bunga menghabiskan dana sebesar 350 ribu rupiah, berarti ada ratusan juta rupiah terbuang untuk bunga yang kelak satu atau dua hari hanya menyisakan tumpukan sampah.

"Mudah-mudahan semuanya berangkat dari kantong pribadi, bukan hasil manipulasi dana masyarakat," pikir Nova.

Papa Nova sudah jauh terlampau kaya untuk mengambil uang recehan, meskipun kepemilikan mayoritas saham perusahaan dimiliki publik. Untuk apa Papa korupsi? Sekaliber Presiden AS dan selebritis Hollywood ada bisa ia beli. Kenapa mesti bersusah payah mengambil uang dari kantong sendiri lalu dituduh manipulasi?

Lalu kenapa Papa mesti sakit?

"Papa tidak sakit, Nova. Papa hanya butuh ruang untuk menenangkan diri. Dan satu-satunya tempat yang paling tepat untuk bersembunyi dari tuntutan dan kejaran publik adalah rumah sakit," begitu kata Papa, menghibur Nova. "Bagaimana mungkin Papa mengklarifikasi semua tuduhan kepada orang per orang dalam setiap waktu? Mending kalau cuma dua atau tiga orang, ini jutaan orang! Habislah waktu, tenaga, dan ketenangan di rumah. Biarkan pengadilan yang bicara. Biarkan pengadilan yang mengungkap segalanya. Papa tidak bersalah."

"Kalau mesti bersembunyi berarti Papa tidak berani," tukas Nova, dengan nada kesal.

"Kalau Papa tidak berani, mana mungkin Papa tunjukkan foto Papa di ruangan ini? Alamat rumah sakit di mana Papa dirawat jelas koq. Siapa saja bisa datang ke sini. Bahkan Pemimpin Korea Utara saja tahu keberadaan Papa. Tidak ada rahasia. Inilah Papa, Nova. Masih tetap Papa yang dulu, apa adanya. Butuh keberanian untuk memposting foto keadaan diri ini di tengah spekulasi opini yang simpang siur dan cenderung memojokkan Papa. Inilah kejelasan, sejatinya. Seorang pemimpin itu harus jelas."

"Jadi, Papa akan terus menjadi pemimpin?"

"Tentu saja. Seorang pemimpin harus kuat dan bertanggung jawab. Menyerah berarti kalah."

"Lalu apa yang akan Papa lakukan sebagai pemimpin?"

"Papa akan keluar dari rumah sakit ini esok hari," tegas Papa, dengan mantap.***

Tangerang, 4 Oktober 2017.

 Tulisan ini murni fiksi. Jika ada kesamaan nama, tokoh, lokasi, kisah, apapun juga, hanyalah kebetulan belaka. Ayolah bersikap bijaksana. Hehe...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun