Saat ini, di zaman yang serba modern dan berbasis teknologi seperti sekarang banyak anak-anak yang mulai terhanyut dengan budaya masa kini, sehingga mengenyampingkan kebudayaan-kebudayaan yang justru membangun karakter generasi muda Indonesia yang sesungguhnya.
Kita semua tahu bahwa Indonesia merupakan negara yang bersemboyan "Bhinneka Tunggal Ika" yang mengandung arti berbeda-beda namun tetap satu jua. Hal itu mengandung makna bahwa Indonesia diselimuti beragam suku budaya, agama, adat istiadat, dan kebiasaan yang beragam. Begitu pula secara fisik, dengan berbagai warna kulit dan bentuk penampilan.Â
Di Sekolah Dasar, hal ini cenderung menjadi masalah jika ada salah satu yang memiliki perbedaan yang signifikan yang kemudian akan menjadi bahan olokan atau bahkan mendapatkan perlakuan yang berbeda dibandingkan siswa pada umumnya. Hal ini terjadi karena beberapa hal, seperti
 (1) Anak-anak yang berada di Sekolah Dasar masih berusia labil, (2) Siswa Sekolah Dasar belum memahami sepenuhnya bahwa Indonesia memiliki keberagaman yang wajar, (3) Siswa Sekolah dasar belum memahami sepenuhnya dan belum menerapkan bagaimana bertoleransi secara baik dan benar, (4) Siswa yang berada pada rentang usia 7-13 tahun tersebut masih menjalankan hidup untuk mencari kebahagiaan saja sehingga kadang didapatkan dengan cara yang salah.
Berdasarkan beberapa fakta diatas, disinilah peran Pendidikan yang dibutuhkan, baik dirumah dan utamanya di Sekolah. Terkadang Pendidikan Multikultural hanya menjadi formalitas yang biasanya di rangkup dalam mata pelajaran PPKN .
Sebelum memahami lebih lanjut, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu pendidikan multikultural. Menurut Yudi Hartono (2003; 420) pada prinsipnya, pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menghargai perbedaan. Sehingga nantinya perbedaan tersebut tidak menjadi sumber konflik dan perpecahan. Sikap saling toleransi inilah yang nantinya akan menjadikan keberagaman yang dinamis, kekayaan budaya yang menjadi jati diri bangsa yang patut untuk dilestarikan.
Sangat jelas kaitannya dengan masalah yang sering terjadi di Sekolah Dasar pada umumnya. Sebagaimana yang terjadi contohnya : Jika ada salah satu murid yang memiliki warna kulit yang lebih gelap, atau jenis rambut yang lebih keriting, maka akan menjadi bahan antar siswa untuk saling mengolok-olokan. Sehingga selanjutnya akan menimbulkan keributan dan perkelahian yang selanjutnya akan menimbulkan perpecahan.
contoh selanjutnya misalnya jika ada salah seorang siswa yang berasal dari daerah yang berbeda dan masih kental adat dan bahasa daerahnya sehingga sedikit berbeda dibandingkan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jika omongannya sulit dimengerti maka akan menjadi bahan candaan dan tertawaan bagi anak-anak seusianya.
 Peran guru dan tenaga pengajar pendidik disini sangat amat diperlukan. Agar penyampaian ilmunya tersampaikan dengan utuh, pendidikan multikultural ini tidak akan cukup jika hanya disampaikan melalui teori saja, melainkan dengan praktik langsung yang diterapkan oleh gurunya langsung.Â
Tak jarang ditemukan bahwa terkadang guru itu sendiri melakukan diskriminasi atas anak-anak yang memiliki perbedaan antar satu dan lainnya. Sedangkan pengajaran yang terbaik adalah berdasarkan praktik nyata dalam kehidupan anak sehingga dapat secara cepat diserap oleh otak anak-anak seusia itu.
Menurut pendiri Pusat Pendidikan Multikultural Universitas Washington, James Banks, konsep dasar pendidikan multikultural adalah setiap peserta didik harus diberikan kesempatan yang sama tanpa memandang perbedaan kondisi, baik suku, budaya, jenis kelamin, dan lainnya.Â
Mereka berhak mendapatkan persamaan di semua aspek pendidikan. Jadi baik guru maupun orang tua yang juga sebagai guru pertama seorang anak, sampaikanlah pendidikan multikultural ini sedini mungkin kepada anak, pendidikan secara teori harus dibarengi dengan pendidikan secara praktik langsung.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H