Ku lihat lagi ibu tukang parkir itu, yang sekilas tampak seperti seorang pria. Mengenakan kaos lusuh dengan balutan rompi berwarna oranye terang dan topi yang menutupi rambut cepaknya. Mengatur sepeda motor yang ada di depan warung nasi kucing malam itu. Sesekali ia duduk beristirahat bersama ketiga putranya yang masih kecil. Berkumpul di bawah sinar rembulan, sambil melihat keramaian jalan raya. Jiwa kasih sayangnya terlihat jelas, saat sedang sibuk bekerja, Ibu itu sekaligus menggendong anaknya yang paling kecil karena terus menangis. Miris, rasa dihati. Ia rela, demi mengisi perut ketiga putranya. Kuhampiri Ibu tukang parkir itu, 2 lembar uang 10.000-an kuberikan padanya. Kasihan, pengunjung warung nasi kucing tidak terlalu banyak malam itu. Bibirnya bergetar, mengulangi ucapan terima kasih terus menerus. Aku hanya bisa tersenyum kecut, menahan haru. Aku mendapat pelajaran dari Ibu itu, harus selalu bersyukur terhadap segala kenikmatan,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H