Mohon tunggu...
Junius Fernando Saragih
Junius Fernando Saragih Mohon Tunggu... wiraswasta -

Seorang pencari makna dalam setiap hal yang akan dilakukannya. Sangat ingin menjadi penulis dan bermakna bagi banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Korupsi Transjakarta, Salahkan Jokowi?

14 Juli 2014   03:45 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:25 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilpres telah usai meski hasilnya belum benar-benar dapat kita pastikan hingga KPU mengumumkannya secara resmi. Harapan penulis untuk pilpres kali ini semoga saja yang kalah dapat berbesar hati dan menerima pilihan rakyat. Berikutnya, siapapun yang terpilih janganlah dengan ringan melupakan janji seperti ringannya saat mereka mengucapkannya di depan jutaan rakyat. Nah, sekarang kita masuk ke topik tulisan yang sengaja penulis buat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mencuat tatkala isu korupsi transjakarta secepat kilat dijadikan isu menarik untuk menyerang Jokowi, khususnya menjelang pilpres. Semoga saja tulisan ini belum basi, karena sebenarnya saat inipun penulis merasa terlambat untuk membahas hal ini. Tapi, ya setidaknya ini dapat mengisi malam yang dinginnya menusuk tulang.

Kasus korupsi transjakarta meledak tak terkendali pada Februari 2014 setelah diketahui ada 12 bus transjakarta yang rusak dari 90 bus baru hasil program pengadaan bus yang dilakukan Pemprov DKI. Lumrah saja isu korupsi seperti ini menjadi sangat menarik dan membuat banyak kalangan terkaget-kaget. Ada apa gerangan sebuah pemerintahan yang baru saja sangat diagung-agungkan oleh rakyatnya kok tiba-tiba malah ikut-ikutan terjangkit virus korupsi yang sangat dibenci oleh banyak orang?

Pasca kejadian mogoknya bus transjakarta sesaat setelah dioperasikan pada 15 Januari, muncullah kecurigaan-kecurigaan tentang proses pengadaan bus ini. Berbagai kalangan mempertanyakan alasan pemerintah mengimpor bus transjakarta dari negeri tiongkok, tidak justru dari Jepang atau Eropa? Selain itu, harga bus yang disepakatipun terhitung mahal, sementara kualitasnya dipertanyakan setelah 12 bus mengalami kerusakan. Menariknya, wakil gubernur DKI Jakarta justru menjadi sosok yang paling marah setelah mengetahui kejadian ini. Beliau juga mempertanyakan pengadaan bus yang dilakukan ke negeri Cina, menurutnya dengan harga serupa dapat membeli bus dengan kualitas lebih baik. Indikasi penyelewenganpun berujung pada pencopotan Udar Pristono dari jabatannya sebagai Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta. Sekarang Udar Pristono menjadi tersangka dugaan penggelembungan (mark up) biaya pengadaan bus Transjakarta.

Nampaknya tidak puas dengan hal ini, banyak kalangan mengait-ngaitkan Jokowi dengan kasus ini. Bagi penulis, mencoba mengaitkan seorang Gubernur dengan kasus korupsi yang ada di bawah kewenangannya adalah hal yang lumrah. Namun, kurang bijak bila menyalahkan tanpa memiliki dasar yang kuat, misalnya hanya dengan menghubungkan Jokowi sebagai gubernur dan setiap kasus korupsi yang terjadi di tiap dinas adalah tanggung jawabnya. Pertanyaannya apakah selama ini bila seorang menteri melakukan korupsi secara tidak langsung juga akan menyeret sang Presiden karena menteri tersebut juga di bawah kekuasaannya? Tidak bukan? Lantas, mengapa selama ini kasus korupsi Transjakarta terasa sangat lezat bagi beberapa orang? Wajar saja karena kasus ini bersentuhan dengan orang yang sangat populer hari-hari ini. Apalagi ada momentum pilpres yang belakangan kental dengan saling serang antar kandidatnya.

Namun, ada yang harus kita ketahui sebelum menyalahkan Jokowi atau Ahok untuk kasus ini. Pertama, kita harus pahami bahwa pengguna anggaran kalau di pemerintahan daerah itu adalah kepala dinas, sama halnya bila di pemerintah pusat, pengguna anggaran adalah menteri. Ini artinya, tiap kepala dinas memiliki hak yang diatur dalam perpres 54 tahun 2010 untuk menggunakan anggaran yang sudah dialokasikan untuk urusan dinas terkait. Sehingga, wajar saja bila ada kasus korupsi dalam pengadaan bus Transjakarta, kepala dinasnya dapat dijadikan tersangka. Ini juga sekaligus menunjukkan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur tidak serta merta terkait dalam kasus korupsi. Sehingga, dibutuhkan penyelidikan mendalam untuk bisa menarik kesimpulan bahwa Gubernur Jokowi maupun Wakil Gubernur Ahok terlibat atau tidak.

Nah, karena pengadaan bus Transjakarta termasuk dalam kategori pengadaan barang dan jasa, penulis ingin memuat apa-apa saja tugas yang diamanatkan kepada para pengguna anggaran yakni para kepala dinas tersebut. Para pengguna anggaran memiliki hak sebagai berikut: (a) menetapkan Rencana Umum Pengadaan, (b) mengumumkan secara luas Rencana Umum Pengadaan paling kurang di website K/L/D/I, (c) menetapkan PPK, (d) menetapkan Pejabat Pengadaan, (e) menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan, (f)menetapkan:pertama, pemenang pada Pelelangan atau  penyedia pada Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya  dengan nilai diatas  Rp 100.000.000.000,00  (seratus  miliar rupiah); ataukedua, pemenang pada Seleksi atau penyedia pada Penunjukan Langsung untuk  paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilaidiatas Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), (g) mengawasi pelaksanaan anggaran, (h) menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan  perundang-undangan, (i) menyelesaikan perselisihan antara PPK dengan ULP/Pejabat Pengadaan, dalam hal terjadi perbedaan pendapat; dan (j) mengawasipenyimpanan dan pemeliharaan seluruh Dokumen Pengadaan Barang/Jasa.

Setelah melihat tugas pengguna anggaran yang dikutip dari perpres tersebut barangkali banyak dari antara kita akan berubah pikiran bukan? Coba perhatikan poin (f), dari sana kita tahu bahwa kepala dinas sebagai pengguna anggaran punya tugas dan hak untuk menetapkan pemenang pelelangan. Begitu juga dengan proses pengadaan bus Transjakarta, kepala dinas perhubunganlah yang memiliki hak menetapkan pemenang pelelangan. Sehingga, bukanlah hal yang aneh bila kepala dinas perhubungan DKI Jakarta itu ditangkap, dan tidak aneh pula bila Gubernur atau Wakil Gubernurnya tidak serta merta terlibat. Kendati itu semua butuh pembuktian di mata hukum.

Hal lainnya yang harus juga kita perhatikan adalah bahwa seorang kepala daerah tidak akan bisa mengurus satu daerah sendiri tanpa bantuan bawahannya. Bila setiap persoalan yang luas itu kita jadikan sebagai beban kepala daerah saja, sama halnya kita sedang menumbalkan kepala daerah itu sendiri. Jangan sampai setiap ada masalah, dengan ringan lidah kita langusng menuduh sang kepala daerah. Tidak masalah bila kita sekedar menuntut sang kepala daerah untuk menuntaskan kasus tersebut, namun akan menjadi masalah bila kita menyalahkan sang kepala daerah dengan membabi buta tanpa punya dasar yang kuat. Bukankah begitu kawan?

Selain itu, harus kita sadari bahwa selama ini korupsi sudah sangat sistemik, jadi tidak mudah memberantasnya bila pegawai-pegawai terdahulu masih tetap ada. Akan ada kecenderungan para koruptor yang masih tersisa di pemprov DKI mencari-cari celah untuk melanjutkan kebiasaan korupsinya. Pekerjaan memberantas perilaku korup ini bukanlah hal mudah, tapi pasti bisa, dengan catatan juga didukung oleh kekuatan rakyat.

Barangkali sekian dulu tulisan tentang kasus korupsi bus Transjakarta, pelajaran yang bisa kita ambil adalah akan lebih baik sebelum menuduh, kita berusaha mencari dasar yang kuat sehingga kita tidak mudah diombang-ambingkan kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab. Tujuan tulisan ini bukan semata-mata membela Jokowi, karena ia tidak perlu pembelaan dari saya. Setidaknya bila ingin tahu salah tidaknya Jokowi tinggal menunggu hasil pengadilan. Salam hangat, semoga tulisan ini bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun