Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2012 mencapai 6,4% dengan sumber utama pertumbuhan ekonomi mengalami pergeseran dari ekspor beralih menjadi permintaan domestik, yaitu investasi dan konsumsi rumah tangga.
Ekspor tumbuh melambat cukup tajam akibat melambatnya perekonomian global yang berdampak pada menurunnya permintaan negara mitra dagang utama dan turunnya harga komoditi ekspor Indonesia.
Di sisi eksternal, kuatnya permintaan domestik, di tengah turunnya ekspor akibat penurunan kinerja ekonomi global menyebabkan kenaikan defisit transaksi berjalan. Transaksi berjalan triwulan II-2012 mencatat defisit sebesar 6,9 Miliar dolar AS (3,1% dari PDB) meningkat dari 3,2 Miliar dolar AS (1,5% dari PDB) pada triwulan I-2012.
Suku bunga BI Rate dipertahankan tetap pada tingkat 5,75%, koridor bawah operasi moneter dipersempit dengan menaikkan suku bunga deposit facility sebesar 25 bps dari 3,75% menjadi 4,00%.
Transaksi modal dan finansial mengalami kenaikan surplus yang besar, dari 2,5 Miliar dolar AS triwulan I-2012 menjadi 5,5 Miliar dolar AS triwulan II-2012, baik dalam bentuk investasi asing langsung (PMA), investasi portofolio asing, maupun penarikan utang luar negeri sektor swasta.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada akhir pekan, Jumat, 31 Agustus 2012, naik 34 poin (0,86 persen) ke level 4.060,33 dengan jumlah transaksi sebanyak 7,4 juta lot atau setara Rp 5,05 triliun.
Bank Indonesia (BI) pada pertengahan bulan Agustus 2012 telah menaikkan suku bunga Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (Fasbi) dari 3,75 persen menjadi 4 persen. Dengan demikian berdampak pada harga surat utang negara (SUN) yang kembali anjlok.
Saat harga SUN anjlok, otomatis imbal hasil obligasi pemerintah pun naik, bahkan terjadi di semua tenor. Tenor menengah rata-rata naik 6,9 basis poin.
Adapun tenor pendek dan menengah naik 2,4 basis poin dan 2 basis poin. Tapi bila dilihat dari kondisi fundamental, rupiah akan terus menguat karena inflasi dan BI Rate juga stabil.
Walaupun kondisi perekonomian global yang masih diliputi oleh ketidakpastian, keyakinan investor asing terhadap ketahanan dan prospek perekonomian Indonesia tetap tinggi.
Dengan kondisi yang bagaimana pun bangsa Indonesia harus tetap optimis, para spekulan jangan main borong dolar karena bisa berdampak anjloknya nilai tukar rupiah yang di prediksi bisa menembus batas psikologis sebesar Rp. 10.000.