Mohon tunggu...
Rachmad Gempol
Rachmad Gempol Mohon Tunggu... -

RACHMAD YULIADI NASIR, Jurnalis Independent. Mesjid Deah Bitay Aceh Turkiye Jl.Teungku Di Bitay No.1\r\nBitay Jaya Baru Banda Aceh 23235. SMS: 088260020123\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

PHK Hanya Sah Dilakukan Setelah Perusahaan Tutup secara Permanen

29 Juni 2012   11:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:25 4593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JAKARTA-GEMPOL, Kasus-kasus PHK memang membuat kita miris, karena PHK sepihak masih mendominasi permasalahan utama yang terjadi pada pekerja Indonesia . Pemutusan Hubungan Kerja dalam perusahaan kerap menimbulkan masalah, khususnya PHK dengan alasan efisiensi seperti pemberian hak-hak pekerja/buruh sebagai kompensasi PHK.

Pengusaha sering memberikan  hak-hak pekerja/buruh yang kurang sesuai dan tidak jarang juga pihak pekerja/buruh meminta hak-hak mereka  melebihi ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Kasus pemutusan hubungan kerja khususnya disebabkan oleh perusahaan atau pengusaha khususnya PHK dengan alasan efisiensi sangat banyak terjadi. Banyak pihak pengusaha maupun pekerja/buruh yang salah mengartikan PHK dengan alasan efisiensi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan ketenagakerjaan.

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perkara pasal 164 ayat 3 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur seputar Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dalam putusannya, MK menyatakan PHK hanya sah dilakukan setelah perusahaan tutup secara permanen dan sebelumnya perusahaan melakukan sejumlah langkah terlebih dahulu dalam rangka efisiensi.

Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan tersebut menyatakan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)".

Penjelasan Pasal 164 UU 13/2003, hanya menyatakan 'cukup jelas'.Dengan demikian, siapa saja dapat menafsirkan norma tersebut sesuai dengan kepentingannya masing-masing, misalnya menganggap penutupan perusahaan. sementara untuk melakukan renovasi merupakan bagian dari efisiensi dan menjadikannya sebagai dasar melakukan PHK.

Tafsiran yang berbeda-beda tersebut dapat menyebabkan penyelesaian hukum yang berbeda dalam penerapannya, karena setiap pekerja dapat diputuskan hubungan kerjanya kapan saja dengan dasar perusahaan tutup sementara atau operasionalnya berhenti sementara. Hal demikian dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi kelangsungan pekerjaan bagi pekerja/buruh di dalam menjalankan pekerjaannya, yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945.

PHK merupakan pilihan terakhir sebagai upaya untuk melakukan efisiensi perusahaan setelah sebelumnya dilakukan upaya-upaya yang lain dalam rangka efisiensi tersebut. Berdasarkan hal itu, perusahaan tidak dapat melakukan PHK sebelum menempuh beberapa upaya.

Upaya-upaya tersebut telah pula ditentukan oleh MK, yakni: (a) mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur; (b) mengurangi shift; (c) membatasi/menghapuskan kerja lembur; (d) mengurangi jam kerja; (e) mengurangi hari kerja; (f) meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu; (g) tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya; serta (h) memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.

Pada hakikatnya tenaga kerja harus dipandang sebagai salah satu aset perusahaan,maka efisiensi saja tanpa penutupan perusahaan dalam pengertian sebagaimana telah dipertimbangkan dalam paragraf tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan PHK.

Mau tak mau, setiap perusahaan harus menempuh berbagai efisiensi, termasuk memotong gaji direksi dan penghematan lain, sebelum melaksanakan PHK. Selama ini banyak perusahaan berdalih efisiensi dan langsung main PHK begitu saja.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun