Mohon tunggu...
Indra Haryawan
Indra Haryawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

orang yang biasa - biasa sahaja. termasuk biasa ngutang tanpa bayar........

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pagelaran Wayang Orang "Adipati Karna"

10 Juli 2012   14:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:06 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di hari Jumat yang lalu kebetulan saya dan istri berkesempatan untuk menyaksikan pentas wayang orang dari Rumah Budaya Nusantara - Puspo Budoyo dengan lakon "Adipati Karna". Bertempat di Taman Ismail Marzuki, pagelaran ini adalah pagelaran ke-51 yang telah dipentaskan oleh Puspo Budoyo sejak berdirinya pada 3 Agustus 9 tahun silam. Para anggota Puspo Budoyo bukanlah penggiat seni profesional. melainkan mereka yang merasa terpanggil untuk ikut meneruskan budaya dan tradisi leluhur. [caption id="attachment_193485" align="aligncenter" width="600" caption="Pembukaan Acara"][/caption] Pementasan dibagi dalam 11 babak, menceritakan riwayat sang Adipati Karna dari asal-usul kelahirannya hingga akhir hidup. Pada babak pertama menceritakan tentang kisah kelahiran sang adipati yang diakibatkan penyatuan sukma sejati Dewi Kunti dengan Dewa Surya. Penyatuan sukma sejati diceritakan dengan adegan sepasang penari menggunakan kostum keemasan menggambarkan Dewa Surya dan sukma sejati Dewi Kunti yang menggunakan pakaian putih. [caption id="attachment_193486" align="aligncenter" width="450" caption="Adegan sukma sejati sang Dewi Kunti bersama Dewa Surya"]

1341923673373201674
1341923673373201674
[/caption] Babak kedua menceritakan tentang kelahiran sang adipati. Untuk menutupi kejadian tersebut, karena tidaklah wajar seorang putri raja melahirkan anak tanpa adanya suami yang syah, sang adipati dilahirkan melalui telinga, dan dinamai Karna. Selanjutnya sang bayi pun dilarung ke sungai hingga ditemukan oleh orang tua angkatnya yaitu Adirata, seorang kusir kereta di kerajaan Astina, dan sang bayi dinamai Basukarna. Babak berikutnya menceritakan tentang kehidupan masa muda Basukarna yang tekun dalam belajar ilmu sehingga mendapat karunia berupa senjata kesaktian serta bertemu Dewa Surya yang menceritakan asal-usulnya. [caption id="attachment_193511" align="aligncenter" width="401" caption="Adegan Basukarna berlatih ilmu sejak kecil"]
13419274061867974114
13419274061867974114
[/caption] Babak ke-empat adalah goro-goro. Nah, di babak ini biasanya memang diisi dengan kelucuan - kelucuan dari dialek sang punakawan. Yang didapuk memerankan para punawakan adalah pelawak Kirun cs. Setelah goro-goro, naahhh di sinilah mulai babakan tawurannya. Babak kelima menceritakan tentang bagaimana sang Basukarna diangkat menjadi raja bawahan supaya naik derajatnya menjadi ksatria dan dapat melawan Arjuna dalam satu pertandingan. [caption id="attachment_193515" align="aligncenter" width="600" caption="Pandawa berhadapan dengan Kurawa menunjukkan hasil berguru pada begawan Drona"]
13419282181038830846
13419282181038830846
[/caption] Babak ke enam hingga akhir menceritakan bagaimana sang Basukarna dianggat menjadi panglima perang Kurawa untuk mengatasi kekalahan yang diderita oleh pihak Kurawa dalam perang Bharatayudha. Basukarna menerima pengangkatan tersebut dengan syarat bahwa yang menjadi kusir kereta perangnya adalah raja Salya dengan harapan dapat mengimbangi Arjuna yang menggunakan kereta perang dengan Kresna sebagai kusirnya. Raja Salya pun merasa direndahkan karena diharuskan menjadi kusir dari seorang adipati Karna. Babak demi babak berikutnya menggambarkan adegan peperangan antara sang adipati Karna berikut Kurawa dengan pihak Pandawa. [caption id="attachment_193516" align="aligncenter" width="600" caption="Adipati Karna melawan pasukan pimpinan Srikandi"]
13419287311005136500
13419287311005136500
[/caption] Dan pada akhirnya pun, sang adipati Karna harus tewas karena panah Arjuna. Sebuah klimaks yang digambarkan dengan berhadapannya dua buah kereta perang dengan latar belakang para prajurit yang tewas bergelimpangan. [caption id="attachment_193517" align="aligncenter" width="600" caption="Perang tanding antara adipati Karna dan Arjuna"]
1341928771799983064
1341928771799983064
[/caption] Yang menarik dari pagelaran ini adalah keikutsertaan seorang generasi penerus Puspo Budoyo yang masih berusia lima tahun. Sebuah pertanda bahwa seni tradisional tidak berhenti dalam proses regerasinya. Hal lain yang dapat dicatat pada pentas ini adalah, karena memang pemerannya bukanlah seniman profesional, kelucuan pun dapat terbangun dari kondisi kealpaan terhadap dialog yang seharusnya diucapkan di atas panggung. Walaupun demikian, pementasan ini tetaplah menjadi acara yang sangat layak untuk disimak karena banyaknya filsafat dalam kisah pewayangan yang patut menjadi perenungan. [caption id="attachment_193518" align="aligncenter" width="600" caption="Seluruh pemeran tampil di panggung pada penutupan acara"]
13419288101002276827
13419288101002276827
[/caption] Sebagai penutup, tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada bu kepala sekolah perkoplakan yang telah rela memberikan tiket gratis. Semoga di lain hari tersedia lagi tiket gratis pagelaran seni, dengan atau tanpa acara makan malam gratis #SinyalKuatPPG. Jakarta 2012-07-10 Sumber foto : Dokumentasi pribadi Didalangi oleh semangat berbagi @koplakYoband

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun