The Legend Continues,
Paska kejadian kompor meleduk, untuk sementara waktu Soekaspo harus menyerahkan tahta eh menejemen keteringnya ke pihak lain. Maklumlah, pasca kejadian tersbut Soekaspo menderita panas dingin selama berhari-hari akibat trauma mendalam terkena ledakan kompor minjak tanah tanpa subsidi. Ketika dikonsultasikan ke wakil mantri urusan perkomporan, Soekaspo disarankan untuk menjalani terapi piskologis dengan lebih banyak berdekatan dengan berbagai macam kompor yang sedang tidak menyala sebelum berurusan dengan kompor yang benar - benar menyala. Nhaaaa, di mana lagi ada banyak kompor yang ndak menyala kalo bukan di rumah Mas JePe (bukan Judas Priest gerombolan british metal itu llhooo...). Singkat cerita, Soekaspo pun menjalani terapi sekaligus nyantrik urusan kompor minjak tanah.
Siang itu, setelah memberikan ngelmu merawat sumbu kompor, mas JePe mendapat panggilan serpis kompor di tempat nun jauh di ujung dunia sana. Jangan ditanyakan di mana persisnya, lha namanya juga cerita ngasal. Seperti halnya dalam dunia perpileman, sebelom sang lakon pergi menunaikan tugas, pasti terjadi dialog antara sang lakon dan perusak suasana dalam hal ini antara mas JePe dan Soekaspo
Mas JePe : Wahai kambratku, daku hendak pergi memnuhi panggilan tugas. Sudilah kiranya dikau menjaga tempat ini sampai daku kembali.
Soekaspo : Woh lha, mau ke mana tho? Bawa oleh2 ndak? #ParaPencariGratisan
Mas Jepe : Daku hendak menyerpis sebuah kompor wasiat di ujung dunia sana. Sudilah kiranya dikau juga menjaga warung semangka titipan dari kambrat kita dari pulau Natuna sana.
Eh, ternyata pulau Natuna produsen semangka juga ya? baru tau.... tapi tak apalah, namanya juga cerita ngasal kan yaaa.
Soekaspo : OOoOoo itu semangka titipannya mas Panca tho? Iyaaa, nanti tak jualken, pasti laku semua. (Untuk diketahui, kalo Soekaspo sudah menebar janji - janji kampanye, harap bersiaplah untuk yang terburuk)
Wuuuuzzz.......... mas JePe memacu sepeda kumbang saktinya yang berjudul butterfly (kontradiksi tho..... yang bener kumbang apa kupu-kupu ?) dan sedetik kemudian sudah tak terlihat lagi di tikungan. Tinggallah Soekaspo sendirian sambil klangopan mendengarkan suara radio. Tak lama berselang datanglah mbak Uni, tetangga dekat mas JePe yang pemilik kafe jengkol hendak membeli semangka
Mbak Uni : brapa duid semangkanya bang?
Soekaspo : sepuluh rebu passsss......
Mbak Uni : Mahal kaleee, kemaren katanya cuman lima rebu? (jurus menawar pertama)
Soekaspo : Ya belinya kemaren dong, jangan sekarang (pasang wajah ngeyel)
Mbak Uni : Jangan pelit - pelit laaahhh, masa bu Dinces dikasi harga segitu (jurus menawar kedua)
Soekaspo : Ya beli saja sama bu Dinces kalo gitu (pasang wajah ngeselin)
Mbak Uni : Di RRI jam 8 malem, katanya  harga semangka di pasar induk juga cuma empat rebu (jurus menawar ketiga)
Soekaspo : Nihhh... tak kasi sepuluh ribu, beliin dua yaaa (pasang wajah super menyebalkan)
Mbak Uni pun berlalu, pikirnya...... "yang koplak lebih baek ngalah".
Sepeminum teh kemudian datanglah mbah Jenggot, yang hendak membelikan semangka untuk cucunya yang paling ngganteng.
Mbah Jenggot : Mas, beli semangkanya satu. Pilih yang mateng dan manis yaaaa
Soekaspo : Siap boss.
Soekaspo pun berpura - pura sibuk memilih semangka yang matang dan manis. Dari mulai dengan menepuk - nepuk sambil mendengar bunyinya, mengendus - ngendus baunya, pokok segala macam cara supaya terlihat serius memilih. Padahal, yaaahhhh you know laaahhh macem mana si Soekaspo itu.
Soekaspo : Ini mbah, dijamin mateng. Dalemnya pasti merah, rasanya pasti manis. Sepuluh ribu rupiah, ndak pake kurang, bonus tas kresek cantik.
Sesampainya di rumah, mbah Jenggot pun segera membelah semangka tersebut dengan sebuah pisau tajam warisan dari jaman kumpeni. Daaaann..... jreng, ternyata semangkanya masih belum matang sodara - sodara. Warnanya masih merah pucat, rasanya pastilah tidak semanis semangka yang benar - benar matang. Wah, ini penipuan publik, harus diperkarakan begitu pikir mbah Jenggot. Segeralah mbah Jenggot kembali ke lapak eh bengkel serpis mas JePe sambil membawa semangka berikut pisau antiknya.
Mbah Jenggot : Mas, ini kok semangkanya masih belom mateng gini? Tadi katanya merah kok ya malah masih pucet gini tho?
Soekaspo : Sabar mbah, duduk dulu di sini. Jangan marah - marah dulu thoo
Mbah Jenggot : Lha gimana ndak marah, tadi katanya semangkanya merah manis. Pas diiris kok ya masih pucet gini?
Soekaspo : OOooooO..... gitu tho. Tak jelasken dulu mbah. Tadi itu beneran lho semangkanya meraaahh banget. Cuman kalo diacungin pisau tajem kayak gitu, apalagi kalo sampe diiris. Lha ya pasti jadi pucet tho. Lha temen saya yang kulitnya temaram waktu ditodong preman juga langsung puct kok mbah
Mbah Jenggot : .................. #glodagh
Sekiaaaannnn, semoga cerita ngasal ini dapat menceriakan hari para penggiat dan pengagum koplak.
Jakarta 2012-06-29
Diposting tanpa todongan @koplakYoBand
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H