Kerajaan Mataram muncul sebagai penguasa tunggal di Lombok setelah memenangkan perang dengan Singasari Sasak. Perang itu berlangsung selama satu tahun, meletus pertama kali pada bulan Januari 1838 dan berakhir pada tahun 1839.
Sejak kemenangan di tahun 1839 itu, hubungan Mataram dengan Karangasem Bali memanas. Mataram berusaha mendapatkan Karangasem agar menjadi daerah bagianya. Namun, bagi Karangasem yang sejak 1740 menganggap Lombok sebagai vasal, tentu saja tidak bersedia menjadi bawahan Mataram.
Kesempatan mendapatkan Karangasem muncul pada tahun 1846. Pada tahun itu, pecah perang antara Belanda dengan Buleleng dan Karangasem, Mataram mencoba menawarkan bantuan pasukan pada Belanda.
Tawaran itu terjadi pada tanggal 3 April 1846. Saat itu, beberapa utusan raja Mataram yang dalam perjalananya ke Batavia tiba di Surabaya. Pada Belanda yang ada di Surabaya, utusan raja tersebut menyampaikan pesan raja Mataram, bahwa raja bersedia menyediakan pasukan untuk membantu Belanda dalam perang menghadapi Buleleng dan Karangasem (Bali Abad XIX, Agung;1989)
Namun, tawaran itu akhirnya diterima tiga tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 1849.
Pada 1849, kembali pecah perang antara Belanda dengan Buleleng dan Karangasem. Perang 1849 atau yang dikenal dengan nama perang Jagaraga adalah lanjutan dari perang 1846.
Buleleng dan Karangasem pada tahun 1849 adalah dua kerajaan yang bersaudara. Sejak kematian, I Dewa Pahang yang selanjutnya di ganti oleh I Gusti Ngurah Made Sori, Buleleng berada di bawah pengaruh Karangasem, lebih lebih setelah kematian I Gusti Ngurah Made Sori yang digantikan oleh I Gusti Ngurah Made Karangasem, Buleleng mutlak bagian dari Karangasem. Karangasem sendiri saat itu diperintah oleh raja yang bernama I Gusti Gde Karangasem (Putra Agung:2009;79)
Dalam perang Jagaraga 1849, Buleleng dan Karangasem tidak berjuang sendirian. Raja Mengwi dan Klungkung menggabungkan diri dalam pertempuran. Bergabungnya beberapa kerajaan Bali menghadapi Belanda pada perang Jagaraga ini kelak akan dikenang sebagai salah satu perang dahsyat rakyat Bali dalam menghadapi Belanda.
Menurut catatan yang ditulis oleh Dinas Sosial Kabupaten Buleleng, penyebab dari perang Jagaraga ini adalah tidak patuhnya Karangasem dan Buleleng pada perjanjian yang dibuat dengan Belanda tahuh 1846. Perjanjian itu dibuat atas dasar kalahnya dua kerajaan tersebut dalam perang 1846.
Adapun isi perjanjian 1846 itu adalah
1.Kedua kerajaan harus mengakui Belanda sebagai tuanya.
2.Tidak boleh membuat perjanjian dengan bangsa lain selain Belanda.
3.Menghapus hukum tawan karang
4.Membayar biaya perang sebesar 300.000 Gulden, yang 2/3 di bayar oleh Buleleng dan 1/3 dibayar oleh Karangasem. Cicilan itu dibayar dalam jangka 10 tahun.
Dalam buku terbitan tahun 1897, karya G Nypels, berjudul De Expedition Naar Bali in 1846, 1848, 1849 en 1868, menceritakan dengan detail keterlibatan Mataram dalam perang 1849 ini.