Mohon tunggu...
Grace Olivia
Grace Olivia Mohon Tunggu... -

Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Nyanyian Ombak tentang Harapan

7 Desember 2011   15:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:42 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laut...? Ikan!

Laut...? Pantai!

Laut...? Ombak!

Laut...? Perahu!

Laut...? Nelayan!

Laut...? Biru!

Laut...? Misteri!

Tapi pernahkah kau sadari bahwa laut menyimpan, bukan hanya beribu kisah melainkan hexaquartrioctoliun[1] kisah? Dan ombak adalah pencerita ulung bersuara merdu yang dengan sabar melanjutkan kisah laut pada pantai. Tak percaya? Cobalah kau pergi ke pantai dan duduk diantara batu karang, menyaksikan ombak yang datang bergulung-gulung tenang menuju pantai. Kau pasti akan mendengar suara ombak memukul-mukul garis pantai dengan irama yang tetap. Irama magis yang membius sehingga tanpa kau sadari, kau dengan segera tertidur lelap. Saat itulah ombak membawakan kisah-kisah laut pada pantai.

Bila kau ingin mendengarkan kisah-kisah laut yang diceritakan ombak pada pantai, berbaringlah di atas pasir pantai tapi lawanlah kantukmu dan lekatkanlah telingamu di pasir. Kau akan mendengarkan suara merdu dengan nyanyian-nyanyian indah. Dengarlah dengan lebih seksama lagi. Dan kau akan mendengarkan kisah-kisah menakjubkan dibalik nyanyian-nyanyian merdu tadi.

Seperti sore yang oranye ini. Aku sedang menikmati siluet kelabu kapal besar dan kecil yang bergerak lambat di kejauhan. Suara ombak dengan irama magisnya membuat mataku mulai berat dan tubuhku terasa ringan.

Aku tahu, ombak sengaja membuatku mengatuk dan segera tertidur sehingga tak dapat mencuri dengar apa yang nanti akan dia ceritakan pada pantai. Akupun segera membaringkan tubuhku dan melekatkan telingaku pelan-pelan ke atas pasir pantai. Kupejamkan mata-mata. Pura-pura tidur! Padahal aku sedang menggerahkan segenap ganjilnya konsentrasiku untuk mendengar nyanyian ombak.

Kini aku bisa mendengar ombak bernyanyi. Suaranya lebih merdu dari suara putri duyung. (Itu hanya perkiraanku saja, karena aku belum pernah mendengar nyanyian Putri Duyung).

Pantaiku yang setia.

Pasti padamu kubawakan kisah.

Kisah dari lautan yang punya banyak cerita.

Pantaiku yang setia

Kali ini aku membawakanmu kisah dari Utara

Tempat lautan kita bermuara.

Aku makin mempertebal konsentrasiku. Nyanyian ombak makin terdengar jelas. Irama-iramanya yang lembut menuturkan sebuah kisah.

Kisah ini kisah sederhana.

Berawal dari sebuah keluarga nelayan yang bahagia.

Yang hidup seperti awal kehidupan dunia.

Polos, tak bercela dan sangat indah.

Udarapun masihmurni.

Engkau dapat mengenalnya dengan sekali hirup.

Karena udara begitu harum,

manusiapun tak perlu parfum.

Tak ada bau busuk yang merusak kemurnian udara.

Tak ada kejahatan yang mencemari manusia.

Nelayan dan kapal setianya mencari nafkah.

Istri dan rumah sederhana mereka memberi ketentraman.

Tak ada pagi tanpa doa penuh cinta,

tak ada petang tanpa senyuman penuh kasih.

Kesempurnaan yang membuat Dewa Laut bertanya,

“Benarkah hidup sederhana itu indah?”

Ditengah istananya yang bermandi cahaya permata,

dia terusik dengan kebahagiaan nelayan dan istrinya.

Dewa Lautpun menyusun rencana,

untuk mencobai nelayan sederhana.

Dewa Laut membuka penjara karang terdalam,

tempat Bencana terkurung. Dibebaskannya Bencana.

Dan diutusnya untuk mencobai manusia.

Mengusik kebahagiaan dan merusak kemurnian udara.

Bencana datang bukan dalam wujud mahluk seram

dengan tanduk-tanduk dan taring-taring tajam.

Tapi Bencana datang dengan wujud nafsu.

Nafsu dalam segala rupa bentuknya;

Iri, benci, cemburu, ketidaksetiaan, kemunafikan, harta,

kecewa, derita, putus asa, penolakan dan tangisan.

Dengan tanpa kasih Bencana menggoreskan luka

Kedalam hati dan jiwa sederhana nelayan dan istrinya.

Meracuni mereka dengan imajinasi semu

akan hakikat sebuah kebahagiaan sempurna

Udara tak lagi murni.

Bau harum menghilang.

Tergantikan oleh bau busuk penderitaan.

Nelayan sederhana dan istrinya kini terjebak

dalam kumparan Bencana.

Tenggelam dengan sangat dalam pada keputus-asaan.

Kapal sahabat nelayan mencari nafkah

kini dianggap rongsokan tak berguna.

Rumah sederhana yang merupakan benteng perlindungan

kini menjadi wilayah perang terbuka.

Tak ada doa penuh cinta di tiap pagi

terganti dengan caci maki penuh kebencian.

Tak ada senyum penuh kasih di tiap petang

Yang ada hanya dentaman keras penuh kekesalan.

Bencana membawa rasa tak puas.

Bencana membawa keinginan tanpa batas.

Dewa Laut terguncang.

Melihat penderitaan nelayan sederhana.

Tak kuasa Dewa Laut memanggil pulang Bencana.

Karena itu Dewa Laut kembali berencana.

Kali ini dia mengutus Harapan yang ada bersama Esok.

Harapan sangat mengenal tipu muslihat Bencana.

Harapan punya penawar bagi semua racun Bencana.

Dengan segera Harapan pergi;

Untuk menyembuhkan luka,

Untuk melenyapkan duka

Harapan tak datang dalam wujud dewi cantik

dengan rambut halus tergerai bergelombang.

Harapan datang dalam wujud doa, airmata dan semangat.

Dia menyentuh jiwa nelayan sederhana dan istrinya.

Nelayan sederhana dan istrinya inipun dipulihkan.

Jalani hidup penuh semangat dan kekuatan untuk bertahan.

Mereka kembali berbahagia dan bertambah kaya.

Bukan dengan harta, tapi pengalaman.

Udara kembali berbau harum,

Manusia kembali tak memerlukan parfum

Dewa Laut ikut bahagia.

Karena Harapan mengalahkan Bencana.

Sampai kini Harapan terus mengembara bersama Esok.

Menyembuhkan luka yang digoreskan Bencana.

Demikianlah pantaiku

Kisah yang disimpan laut

Untuk kuteruskan padamu.

Tunggu aku besok

Kan kubawakan padamu

Kisah lain dari tempat yang lain.

Aku membuka mataku perlahan-lahan dan tersenyum penuh kemenangan. Sore tak lagi berwarna oranye. Siluet kapal besar dan kecil kini tergantikan kerlap-kerlip lampu kapal nelayan yang dipantulkan laut.

Tak ada lagi nyanyian ombak (mungkin ombak sadar kalau aku tadi hanya pura-pura tidur dan ternyata ikut mendengar kisah laut yang dinyanyikannya, sehingga dia segera berhenti bernyanyi). Kini yang terdengar hanyalah suara deburannya yang memukul-mukul pantai.

Ombak tak pernah tahu kalau aku juga mengenal Bencana dan Harapan yang tadi dia ceritakan kepada pantai. Aku juga pernah berhadapan dengan Bencana. Dia bukan hanya menggoreskan luka kedalam jiwaku serta meracuninya dengan kebencian dan ketakutan. Dia bahkan mencabik-cabik hatiku sehingga tinggal serpihan. Dan aku tenggelam dalam kegilaan duka.

Tapi kemudian Harapan datang. Tangan lembutnya menyentuhku. Membantu menyembuhkan jiwaku yang terluka, mengumpulkan sepihan hatiku yang tersisa dan dengan sabar merekatkankan tiap serpihannya sehingga kembali utuh, walaupun bekas goresan dan tanda luka masih terlihat jelas di sana. Tapi itu kuanggap goresan sejarah atas sebuah pembelajaran. Bekas luka itu kunamai ‘Pengalaman’.

Sampai kini Bencana tak pernah berhenti berusaha untuk menggoreskan sayap beracunnya pada jiwaku. Tapi aku tak akan terpuruk lagi atau terkapar dalam mati yang abadi, karena aku tahu, Harapan ada dan selalu berdiri tak jauh dariku. Harapan hanyalah sejauh besok.

Tomohon, 7 Mei 2008

Kau adalah Harapan dalam wujud Manusia.

(Bila ‘Kemarin’ pergi meninggalkan luka,

dan Hari Iniberjuang untuk melenyapkan duka,

Bertahanlah! Karena pada Esok’ melekat harapan yang dapat menyembuhkan luka)

⋘⋘⋘©©©⋙⋙⋙

[1] Angka yang mempunyai sejuta 0 di belakangnya (Grace O’Nelwan Dictionary)

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun