Mohon tunggu...
geeza
geeza Mohon Tunggu... -

Residen. Jakarta. Obese. Loves to Talk. Learn to write thought. Structuring reasons. Hope. Remodelling. Restructuring. Concepting

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenapa harus Co-ass (Residen)?

12 April 2016   17:08 Diperbarui: 12 April 2016   17:12 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di RS tempat saya banting tulang praktek sekarang, sering kali saya baca (dan dengar) keluhan bahwa pasien merasa dijadikan bahan 'percobaan' atau praktek oleh ko-ass, atau bahasanya 'dokter baru belajar'. Dua istilah yang bikin kuping Saya panas. Tidak cuma co-ass, residen juga sering kali kena sambar keluhan.

 

Tolong deh, coba penggunaan 'percobaan' dan 'dokter baru belajar' itu digeser ke konotasi yang lebih halus. Lebih suka dengar kata 'asisten rumah tangga' daripada 'pembantu', atau 'koki' daripada 'tukang masak' kan? Di atas sudah saya sebutkan istilah yang rasa-rasanya lebih halus dipakai.

 

Galak amat yak.

Postingan saya ini sifatnya agak sentimentil, karena saya nilai semakin banyak yang tidak menghargai peran co-ass dan residen.

Pertama, co-ass. Saya juga pernah menjadi co-ass, setiap dokter pernah menjadi co-ass. Dengan menjadi co-ass lah selanjutnya kami percaya diri bekerja sebagai dokter. Kalau tidak ada co-ass, yakinlah maka akan terjadi dialog seperti ini:

Dokter A: "eh maaf, dulu saya nggak pernah co-ass sih. Jadi ini pertama kalinya saya praktekin nyuntik/jahit/ambil darah/...(silakan isi tindakan kedokteran yang anda suka). Gak papa ya?".

Pasien B: (hening)

Ketika seorang mahasiswa kedokteran menapaki jalan 'klinik' (dalam artian jadi co-ass), maka para mahasiswa ini diwajibkan sudah menyelesaikan tahapan prekliniknya. Jadi co-ass tersayang pun seharusnya sudah memahami bagaimana suatu gagal jantung bisa terjadi, bagaimana proses penutupan luka terjadi. Jadi bukan baru belajar juga, yah minimal proses terjadinya penyakit itu sudah ada dasarnya. Belajarnya nggak sehari-dua hari lho...masa preklinik zaman saya dulu sampai 3 tahun (yang sekarang Saya nggak tahu, soalnya kurikulumnya ganti)

Lalu istilah "percobaan",....

Saya selalu kepengen menghela napas tiap kali dengar istilah ini, kalau istilah co-ass disebut "dokter baru belajar" yah ada benarnya sih..baru belajar 3 tahun. Residen disebut "dokter baru belajar"...yah..baru belajar...*hitung jari* (nambahin masa pendidikan dokter umum+kerja jadi dokter umum+lama residensi yang terlewat)...tahun *sambil menggeram*senyum getir*.

Residen atau co-ass tidak pernah menganggap pasien sebagai bahan percobaan. Sebelum co-ass ini melakukan tindakan menyuntik di pasien, mungkin sudah tidak terhitung jumlahnya si co-ass latihan pada phantom atau manequin, walau tetap saja..itu bukan manusia. Karena mengerti artinya manusia lah, yang punya nyawa, mampu merasakan sakit, maka si co-ass (dan residen) mengerti bahwa pelaksanaannya harus dilakukan sehati-hati mungkin. Latihannya di-praktek-kan pada pasien yang sebenarnya.

Keterampilan adalah kebutuhan khusus dari dokter. Karena ini adalah suatu keterampilan, tentu sebelumnya ada teorinya dulu. Bukan serta merta 'percobaan' apalagi coba-coba.

Coba tanya, orang yang ahli melakukan suatu tindakan. Sudah melakukan tindakannya berapa kali?

Bisa karena biasa, semakin sering melakukan ya semakin jago. Dokter anastesi ya lebih jago intubasi daripada dokter penyakit dalam. Dokter bedah seharusnya lebih jago daripada dokter anastesi dalam tindakan pembedahan.

Waktu saya jadi co-ass, berburu tindakan adalah kegiatan sehari-hari, terutama di bagian bedah. Capek sih. Tapi kami juga dididik, bahwa ini adalah kesempatan. Mungkin tidak datang dua kali. Dan bila saya salah, akan ada yang mampu memperbaiki. Waktu saya PTT ada bidan tidak bisa pasang infus, padahal pasien saya syok. Terpaksa saya minta minggir karena satu-satunya yang bisa pasang infus di puskesmas adalah saya.

Karena suatu saat co-ass ini akan menjadi dokter yang akan berada di garis depan. Co-ass harus rajin cari ilmu, tapi juga harus berbagi. Kalau tidak, temannya tidak akan kompeten nantinya.

 

Mungkin ada pertanyaan kenapa yang periksa pasien adalah co-ass.

Prinsip ketika memilihkan co-ass pasien adalah: friendly, punya kelainan pada pemeriksaan fisik yang jelas, sebisa mungkin penyakitnya umum ditemui....kekurangannya adalah...lebih makan waktu.

 

Bila anda diperiksa co-ass, maka kemungkinan besar anda memenuhi kriteria-kriteria di atas. Dan beruntunglah pasien-pasien yang diperiksa co-ass, karena amal jariah-nya sudah bertambah. Apa yang co-ass dapatkan dari satu orang pasien akan mereka praktekkan berulang-ulang di masa mendatang. Amal-nya mengalir terus tak henti-henti selama ilmu itu masih dipakai.

Dengan rela diperiksa oleh co-ass mungkin pasien, mungkin kita (karena kami suatu saat juga akan menjadi pasien), telah membukakan jalan terbukanya pintu pengobatan untuk pasien lain di masa mendatang. Karena pasien, bagi kami adalah petunjuk medis terbaru, tidak ada yang dapat menggantikan, bukan suatu 'percobaan' tapi praktek nyata demi masa mendatang.

 

Cheers,

Residen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun