Bagaimana Tidak Bersyukur?!
By: Git Anggit - Geetanggit
Dulu kukira dengan banyak menepi dalam tepian yang menyudut kaku, kebenaran memang akan muncul dan, pada kenyataannya memang muncul.
Namun, bagaimana yang  seharusnya dan semestinya, jikalau hal yang seumpama itu memanglah benar adanya.
Bagaimana tidak?
Karena kebenaran itu selayaknya penuntun yang menuntut dan sekaligus penjelas yang sudah jelas. Jadi, mengapa kita tidak berpikir kembali mengingatkan diri kita sendiri terlebih dahulu, memberikan kesempatan yang begitu sehormat-hormatnya, sesayang-sayangnya kepada diri kita terlebih dahulu atau kawan, sebagaimana seperti kita?!
Itu terserah padamu, kawanku terbaik dan terhormat dan juga kesayangku yang begitu penuh-penuh kesayangannya?!.
Dan sebenarnya ataukah tepatnya, segenap keperluannya, kebenaran itu memanglah benar adanya.
Apakah kita akan menyadarinya di saat ia benar-benar menyeluruh.
Kesemuanya itu?!
Bagaimana,
Tidak?
Kerjakan dan jawablah? Apakah benar begitu adanya?!
***
"Sesore ini, Indira belum pulang? Apakah ia terjebak hujan atau kemacetan, mbak?" ucap Tuan Kuncoro yang begitu terlihat khawatir sedang melihat kembali jendela depan Ruang Tamu di Kediamannya  yang begitu tenang, aman, bersih dan asri.
Hujan sore itu membuat Pak Kun, begitu sapaan Bapak Kuncoro Ali yang begitu sedang mengkhawatirkan Indira Kuncoro yang belum jua kelihatan berlari-lari kecil seperti biasanya apabila ia pulang ke rumah dari sekolah atau semacamnya ketika ia sedikit atau memang terlambat pulang pada jam pulang Sekolahnya.
Lantas, tak lama kemudian, seorang wanita muda yang tengah sibuk dengan Koran Sorenya pun mengangkat lembar-lembat yang begitu sangat bermanfaat dalam memberikan sedikit lebih informasi yang bermanfaat tersebut dari seraut wajahnya yang begitu ayu dan juga ramah sederhana dan segera menyerukan jawaban atas pertanyaan  Sang ayah tercinta.  "Mungkin sebentar lagi, Yah, ini kan hujan dan kurasa Adek tadi tidak membawa mantel dan juga payung, karena pagi tadi keadaan begitu cerah ceria," katanya menjawab pertanyaan Sang Ayah.
Mendengar hal tersebut, membuat Pak Kucoro Sang Ayah kedua Kakak beradik tersebut itu pun kemudian segera berkata pada Sang Ibu yang sibuk di seberang ruangan dan sedang sibuk menyulam beberapa tas,sapu tangan dan kain-kain dalam Mindangan yang indah membundar.
"Wah apakah Indira tidak melihat kalau aku tadi pagi menaruh sebuah payung dan juga seplastik mantel yang sering ia pakai di dalam anakan tasnya?" tanya Pak Kuncoro Ali kepada Sang isteri tercinta sembari memanggil namanya dengan penuh kelembutan dan juga penuh kasih sayang. "Bukankah begitu, Bu?" tanyanya kepada Sang isteri dan kemudian melihat lagi kearah mbak  Diara yang menjadi mengerutkan dahi dan ikut-ikutan cemas dengan apa yang sekarang ini sedang berlangsung.
Suara kemudian segera membuka mulut dan segera berkata untuk menunjukkan kepeduliannya. "Masaaa, Yah? Ini kan sudah jam sedikit kelewat lebih dengan yang jam jadwal pulang sekolah Indira?" katanya kepada Ayah dan Ibunya yang sekarang ini menatap kedua anggota keluarga tersayangnya yang begitu sungguh sangat luar biasa sedang bersi tengang dan juga mengeluarkan ekspresi penuh  kekhawatiran yang benar-benar begitu kentara.
Dilihatnya Sang Ayah memandang dengan kedua alis bertautan dan ekspresi mata senjanya yang penuh dengan kasih sayang yang melebihi seorang anak gadis atau pun seorang Putri yang pernah dan bisa menyadari hal tersebut.
"Yaaa, Ayah juga begitu bukan? Menanyakan hal itu dan karena itulah Ayah mengkhawatirkan Adik bungsumu tersebut," kata Sang Ayah dengan begitu mengerutkan kening dan juga begitu sangat tampak khawatir dan lalu menoleh ke arah Isterinya yang begitu sangat menyimak hal itu dari awal percakapan hingga saat ini ketika Sang Isteri tersayangnya ditanyai perihal sang Putri bungsu kesayangan. "Apa ibu dikasih  tahu perihal izin keterlambatan jam pulang ke rumah sama Indira?" tanya Pak Kun yang begitu sangat penasaran dan jua khawatir mengenai Sang Putri bungsu tersayangnya.
Mendengar dan melihat Sang  Suami tampak begitu khawatir, Sang Istri pun segera tersenyum mencoba menenangkan Sang Suami.
"Indira tadi bilang mau ada kelas tambahan di Ekstrakulikulernya alias di Ekskulnya, dia bilang tadi, Payung dan juga Mantel hujan yang di kasih sama Bapak tadi sudah ia bawa dia-duanya jadi, Bapak dan Kakak Diara tidak usah mengkhawatirkannya lagi, paling sebentar lagi Indira akan sampai rumah," ucap Bu Kuncoro Adi yang sekarang ini tampak begitu senang sudah menyampaikan dan sekaligus menjawab kegelisahan di hati anggota keluarga mereka.
"Oooooohhh, syukurlah kalau begitu," ucap Tuan Kuncoro Adi yang begitu sangat lega ketika mendengar hal tersebut menjadi penjawab dan penegas maksud dan juga pertanyaan dari Sang Isteri tercinta.
Suara lantas ikut menyampaikan maksud dan juga iktikad baiknya. "Diara sebenarnya ingin mencari Adik, karena ini sudah kelewat jam pulang Sekolah dan hujan serta kita menjadi Khawatir, Pak,Buk, karena Diara sudah mengirim kabar pada Adik namun juga belum ia balas," ucap Sang Kakak Sulung sembari tersenyum menjelaskan kepada kedua orangtuanya.
"Iya, Suara Sayang, terimakasih  atas hal dan maksud baikmu, mungkin kita tunggui sebentar lagi saja kalau belum pulang-pulang  kita akan mencarinya,"  ucap Sang Ayah juga.
"Kita tunggu sebentar lagi saja, nanti ibu juga ikut mencari," kata Sang Isteri tercinta.
***
"Akuuuu pulaaannggg kini sudah di Rumaaaaaahhhh," baru saja mereka terdiam, terdengar suara nyaring yang menggelora dari Sang Putri bungsu yang sekarang basah kuyub memakai Mantel Hujan dan juga Payung pemberian Ayahnya.
Lantas kata Sang Ayah pun. "Syukurlahhh, Anak Ayah sudah pulang, dan bawa apa itu di bungkus-bungkus plastik?" ucap Ayahnya.
Sedetik kemudian Sang Ibu nimbrung dan juga segera berkata seraya melepaskan Mantel hujan dan segera menggantungkannya di ruang Laundry yang simpel dan sederhana. "Panjang umur dan sehat selalu, aman dan sejahtera Dira!!!! Barusan kami memperbincangkan keterlambatanmu pulang Sekolah," kata Bu Kuncoro yang kini sibuk ke Dapur membuat secangkir Teh hangat kesukaan indira untuk menghangatkan suhu tubuh Anak Gadisnya tersebut.
"Iyaaa dik, Adik bawa apa tuh di bungkus plastik gituuuu," ujar Sang Kakak berceloteh dan juga tersenyum ikut bahagia.
"Apa coba tebaaakkk!!!" kata Indira pada ketiga anggota keluarganya sekeluar Ibunya yang membuatkan teh hangat untuk semua anggota keluarga pada akhirnya.
"Udaaahhh lama nungguin nih, nggak mau lama-lama nebak!!!"seloroh Diara.
"Ya sudah, nih, Piala Lomba nulis yang diadakan oleh lomba Nasional yang Ekskulku ikuti dan naungi selama beberapa tahun ini," jawab Sang Adik dengan senyum gembira.
"Woooo, menakjubkan sekali anak Ayah dan Ibu," ucap Ayah kedua Gadis itu.
"Judulnya apa memang Cerpennya, Dik?"
"Pena yang di Kabar Burungkan," ucap Indira dengan senyum lebar.
"Ya sudah kalau gitu kita ngeteh dan makan camilan sore dulu, untuk mensyukuri kebaikan yang begitu sangat  baik ini?" ucap Sang Ibu dengan senyum lega dan mengucap syukur atas nikmat kebaikan  dan berpikir dalam rasa syukur yang tiada batas ini.
Mensyukuri nikmat kesempatan bisa menyampaikan maksud kebaikan dan hal baik dan benar sesuai kebenaran derma. Walau sekecil apapun itu dan jangan pernah abai ataupun melupakan itu.
Sekian.
***
Dan di sertakan lampiran foto tanda bukti MEMBER. Terimakasih.
Words Count tidak termasuk dibawah tanda (***)
#pulpen
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H