Mohon tunggu...
I Gede Wahyu Dani Dharmawan
I Gede Wahyu Dani Dharmawan Mohon Tunggu... -

I Gede Wahyu Dani Dharmawan merupakan nama lengkap saya . Terlahir di sebuah desa kecil di pinggiran kota Tabanan , tepatnya di daerah Pulau Dewata Bali . Mengenyam pendidikan sejak SD, SMP , SMA , dan kini sedang melanjutkan di sebuah institut di kawasan Bogor tepatnya di Institut Pertanian Bogor di daerah Darmaga . Kecintaan saya terhadap biota laut dan seisinya membawa saya mengambil jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan , bercita - cita menjadi seseorang yang bisa berkontribusi besar bukan saja bagi keluarga tetapi juga bagi orang di sekitar .

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bali Menurut Pandangan Si Cabe Rawit

30 Agustus 2012   04:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:09 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh

Wahyu Dani Dharmawan

Merekapun juga ikut berbicara walau dalam suara hati mereka, kemampuan pikiran dan fisik mereka terbatas namun hati kecil mereka seolah berkata , di mana Bali yang dulu katanya ASRI ??

Banyak hal yang perlu kita persiapkan jika ingin menata wajah Bali menjadi lebih baik dari hari – hari kemarin , namun perlu juga disadari hal itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan , dan secepat memejamkan mata untuk menikmati malam kemudian bermimpi . Berat memang ...... apalagi tak begitu banyak orang Bali yang tidak sadar sepenuhnya tentang hal ini , begitu pula dengankemajuan IPTEK yang semakin hari semakin tak terbendungkan lebih – lebih lagi masuknya budaya – budaya asing / luar negeri ke Bali memicu perubahan iklim yang sangat dratis khususnya di kalangan masyarakat Bali masa sekarang . Yang lebih mengherankan lagi dengan adanya teknologi yang semakin cangih ini tidak membuat mereka menjadi lebih baik untuk membangun negeri ini khususnya Bali sendiri , bahkan dengan teknologi yang semakin canggih menyebabkan mereka terjerumus kelembah kesengsaraan , mereka cenderung meniru budaya – budaya luar yang perlahan akan menghapus ingatan mereka tentang jati diri mereka sebagai masyarakat Bali yang menjunjung tinggi nilai moral dan etika serta budaya . Seperti pepatah mengatakan bagai “Kacang Lupa akan Kulitnya “ , sebuah di lema ..? memang , namun haruskah kita menutup diri akan hal ini ???? Jawabanannya tentu tidak , tak perlu harus mengunci hati ini rapat- rapat untuk menerima hal – hal semacam itu . Dan tak mungkin juga kita akan membendung hal ini karena , di satu sisi kita juga akan membutuhkan hal ini secara tidak langsung .

Teknologi bagaikan arus air jernih di suatu sungai yang mengalir deras dari hulu ke hili dan akan terus seperti itu . Tetapi walaupun jernih jangan sampai terhanyut oleh aliran arusnya . Ini berarti budaya dan teknologi apapun yang masuk harus kita pilah – pilah dahulu , walaupun itu baik di sana , tetapi apakah itu juga baik disini???? Belum tentu.....Nah sekarang inilah yang menjadi tanda tanya besar bagi kita ,dan pada umumnya masyarakat sekarang khususnya di kalangan para pemuda banyak yang tidak memperhitung hal tersebut , mereka cenderung lebih mementingkan prestise daripada prestasi , alhasil budaya dan teknologi yang sering kita agung – agungkan setiap saat kini justru menjadi bumerang yang akan menyerang kita dari belakang .

Arus globalisasi membuat pandangan dan pemahaman hidup masyarakat saat ini cenderung berubah haluan baik dari masyarakat ekonomis beralih menjadi masyarakat konsumtif . Selain problem dengan perkembangan teknologi yang semakin tak terbendung , satu lagi problem yang menyulitkan kita , utamanya bagi masyarakat Bali sendiri ... Lihat saja sebagai fenomena nyata yang kini tengah terjadi di kalangan masyarakat khususnya orang Bali . “ Beli bakso jual tanah “ atau sebaliknya “ Jual bakso beli tanah “ begitu celotehan orang – orang kecil di pinggiran sana , kata – kata itu memang pendek tapi mengandung makna yang mendalam . Inilah fenomena yang terjadi saat ini di tengah hiruk pikuk arus globalisasi . Perlahan namun pasti , sedikit demi sedikit lama – lama jadi bukit . Dalam ruang lingkup yang kecil masyarakat kita mulai tersingkir dalam pertarungan bebas ini , melemahnya mental dan daya kreatifitas menjadi faktor utama dalam hal ini . Apalagi banyaknya investor – investor luar yang menamkan modal di Bali , sehingga tak pelak lahan di sekitar pinggiran pantai menjadi incaranya . Bisa kita amati sebagian besar sudah menjadi milik orang luar . Villa menggah berdiri kokoh alulan house music menggema mengalahkankidung dan gamelan. Dan kita orang Bali sendiri terpelongok melihat semua itu , demi beberapa receh kita relakan sepetak sawah tergantikan . Seperti yang sering di omongkan oleh para pekerja kantoran“ menjadi kuli di rumah sendiri “ . Sebuah ironi yang kini tengah terjadi . Memang harta seakan membius mata dan hati menjadi gelap sekejap keadaan menjadi terbalik , yang benar menjadi salah yang salah menjadi benar dan akhirnya kawanpun bisa menjadi lawan . Namun apakah kita biarkan itu terus terjadi .... ?????? . Tentu kalau kita masih berpikiran waras tidak akan membiarkan hal itu terjadi , sesulit apapun keadaan jangan sampai merelakan harkat dan martabat terganti ganti oleh sesuatau yang berharga atau uang sekalipun . Mempertahankan dan memelihara yang ada , memang sulit daripada memperolehnya . Begitu juga dengan pulau Bali ini , kesadaran dan kesabaran menjadi faktor penentu untuk menata Bali menjadi lebih baik dari hari ke hari . Tetapi bercermin dari hal itu setidaknya hati dan pikiran perlahan terbuka . Di mulai dari dalam diridan mengimbas kepada lingkungan sekitar ..........

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun