[caption caption="Mauro Icardi. Sumber foto: provenquality.com"][/caption]Mauro Icardi, di usianya yang tergolong muda yaitu 22 tahun ia sudah terpilih menjadi kapten untuk tim sebesar Inter Milan. Sebagai perbandingan Javier Zanetti, kapten legendaris Inter, pertama kali menjadi kapten di umur 26 tahun. Umur memang tidak bisa menjadi ukuran. Namun jika melihat beberapa fakta berikut, Icardi memang belum siap untuk menjadi Il Capitano.
Tidak Konsisten.
Sebagai seorang kapten, konsistensi adalah hal yang sangat penting karena mengingat pelatih akan memberikan prioritas satu tempat di starting line up. Namun ketika konsistensi tidak ada, maka ini akan berpengaruh besar terhadap tim. Apalagi, posisinya adalah striker, yang bertugas sebagai pendulang angka. Bagaimana tim akan optimal, jika si kapten sekaligus tukang jebol tidak konsisten dan tidak menjalankan tugasnya dengan baik untuk mencetak gol?
Musim ini. Icardi baru mencetak gol pertamanya di pekan ke 4 saat melawan Chievo. Berikutnya, dia absen membobol gawang lawan selama sebulan yaitu dari akhir September sampai akhir Oktober 2015. Setelah itu, dia hampir tidak pernah mencetak gol secara berturut - turut. Inkonsistensinya berlanjut, dia bahkan hanya mencetak 1 gol di bulan Januari, dimana Inter menjalani 7 pertandingan. Catatan ini tidaklah impresif untuk seorang striker.
Rasio gol tidak cukup bagus dan menurun.
Jika musim lalu dia mampu mencetak 22 gol dari 36 penampilan di serie A, itu artinya rasio gol Icardi 0,61. Musim 2015-16, sampai pagi ini (pekan 34), dia sudah mencetak 15 gol dari 30 penampilan dengan rasio menurun menjadi 0,50. Ini angka yang tidak bisa dibilang bagus. Bahkan, rasio ini pun jauh dari striker - striker di liga - liga Eropa. Berikut perbandingannya:
- Zlatan Ibrahimovic: 1,18
- Ronaldo: 0,93
- Robert Lewandoski: 0.93
- Aubameyang: 0,85
- Gonzalo Higuain: 0,84
- Harry Kane: 0,70
Belum bermental juara
Selain menjadi top skorer di musim 2014 - 2015, Mauro Icardi tercatat belum pernah mengangkat tropi bergengsi. Memang usianya masih muda, tapi harus diakui dia belum menunjukkan mental juara. Lihat saja performa di musim ini saat dia menjabat sebagai kapten, belum sekalipun Inter bisa membalikkan keadaan setelah tertinggal oleh gol lawan. Dengan jabatan kapten plus posisi sebagai stiker, wajar jika Icardi menjadi sosok yang paling diharapkan untuk bisa membuat perbedaan. Alih - alih melakukan itu, ia malah tercatat pernah gagal melakukan penalti saat Inter tertinggal 1 gol di derby Milano. Bukannya berhasil membuat Inter menyamakan skor dan membangkitkan semangat tim, kegagalan penaltinya seperti membuat moral tim hancur. Selang beberapa saat, inter kebobolan dua gol lagi dan harus tertunduk malu karena kalah 0-3.
Terlalu tergantung pada tim.
Icardi adalah tipe stiker opportunis dan manja. Dia lebih banyak menunggu peluang dari pada ikut menciptakan peluang. Jarang sekali dia terlihat mundur menjemput bola sehingga rekan - rekannya sering kesulitan memberinya umpan. Dia pun sering kehilangan bola sehingga memutus rantai serangan Inter. Icardi pun cukup manja meminta umpan - umpan yang sangat matang di depan gawang. Mancini, sang pelatih pun pernah mengkritiknya terkait hal ini.
Meskipun, belakangan ini gol - golnya mulai datang, tapi apa yang terjadi? Itu karena Mancini mengubah formasi menjadi 4-2-3-1. Ini membuatnya mendapatkan tiga pelayan termasuk adanya seorang second striker yang diisi oleh Jovetic atau Palacio. Formasi ini membuat aliran bola ke depan lebih bagus dan memberi lebih banyak peluang pada Icardi. Ini membuktikan, jika bermain tanpa bantuan yang sangat baik, Icardi tidak akan bisa banyak berkontribusi.
Belum punya pengaruh (influence)
Kapten adalah pemimpin. Kehadirannya harus memberikan pengaruh pada mentalitas tim selama pertandingan berlangsung. Ketika tim dalam tekanan, kapten lah yang semestinya mempengaruhi dan membangkitkan semangat tim untuk merespon dengan tepat. Tapi Icardi belum menunjukan pengaruh tersebut. Tengoklah beberapa kesalahan karena kurangnya mentalitas menghadapi tekanan. Kartu merah, blunder, kebobolan di akhir pertandingan cukup sering terjadi. Yang terbaru misalnya saat melawan Torino, sempat unggul 1-0, inter akhirnya menyerah 1-2 karena harus mengakhiri laga dengan 9 orang. Begitu juga saat kebobolan di menit akhir dan gagal menjaga keunggulan ketika melawan Carpi (kebobolan menit 92), kalah dari Fiorentina (kebobolan menit 90), kalah dari Sassuolo (kebobolan menit 95), kalah dari Lazio (kebobolan 87 dan 93)
Menjadi seorang kapten memang tidak mudah. Selain harus memiliki kemampuan yang baik, seorang kapten harus bisa memberikan pengaruh positif kepada tim. Hal tidak selalu akan berjalan sesuai rencana saat pertandingan sudah berjalan. Disinilah peran Icardi sebagai kapten menjadi sangat penting, selain melakukan tugasnya sebagai striker, dia juga harus mampu menjaga dan membangkitkan semangat tim selama 90 menit. Namun sayangnya, itu belum terjadi. Kesimpulan pun bisa diambil, Icardi belum siap menjadi kapten.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H