"Sejatinya, pengelolaan dana Pajak yang menyentuh kepentingan rakyat adalah kunci utama untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar Pajak. Pemerintah Daerah harus bersyukur bahwa Pajak Penerangan Jalan telah mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), oleh karena itu tidak ada alasan untuk menyia-nyiakan kepercayaan masyarakat"
Lampu Penerangan Jalan (LPJ) di ruas jalan di Kabupaten Buleleng terancam mati total, karena Pemkab belum melunasi alias menunggak tagihan rekening listrik LPJ bulan Agustus dan September 2011. Bila tagihan berturut-turut dalam tiga bulan tidak dilunasi, maka PLN akan mengenakan sanksi tegas berupa pembongkaran LPJ yang sudah terpasang (Bali Post, 27/09/2011).
Menyimak Pajak Penerangan Jalan (PPJ)
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, tiap-tiap daerah mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Demi terselenggaranya pemerintahan tersebut, pemerintah daerah berhak mengadakan pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Daerah diberi kewenangan untuk memungut 16 (enam belas) jenis Pajak yaitu 5 (lima) jenis pajak provinsi dan 11 (sebelas) jenis Pajak kabupaten atau kota. Pajak Penerangan Jalan (PPJ) termasuk jenis pajak yang dikenakan oleh kabupaten atau kota.
Pengertian Pajak Penerangan Jalan (PPJ) berdasarkan Undang Undang tersebut adalah Pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Sedangkan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng nomor 11 tahun 1998 tentang Pajak Penerangan Jalan, Pajak Penerangan Jalan adalah Pajak yang dipungut atas penggunaan tenaga listrik.
Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain dan Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat menggunakan tenaga listrik. Untuk tarif pengenaan Pajaknya, berdasarkan Pasal 55 ayat 1 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng nomor 11 tahun 1998, tarif Pajak ditetapkan sebesar 5 % (lima persen) dari Nilai Jual Tenaga Listrik. Namun berdasarkan pembahasan sementara Perda Pajak Penerangan Jalan oleh Pansus DPRD Kabupaten Buleleng, tarif Pajak Penerangan Jalan dikenakan sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah pemakaian daya (bali.antaranews.com,24/05/2011)
Lalu bagaimana mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pembayarannya?
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri no. 10 tahun 2002 tanggal 30 April 2002 tentang Pemungutan Pajak Penerangan Jalan, secara singkat dapat digambarkan bahwa Pajak Penerangan Jalan dipungut oleh PLN dari seluruh pelanggan di daerah yang bersangkutan setiap bulan bersamaan dengan pembayaran rekening listrik PLN, kemudian oleh PLN, hasil Pajak Penerangan Jalan disetor ke Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Terakhir, Pemkab wajib melunasi pembayaran rekening listrik atas lampu penerangan jalan yang menjadi beban Pemkab. Semua mekanisme tersebut dilakukan sesuai dengan Momorandum of Understanding (MOU) antara Pemkab dan PT PLN.
Kemana Uang Pajak Penerangan Jalan Anda?
Pajak Penerangan Jalan adalah salah satu jenis Pajak Daerah yang tentunya digunakan untuk meningkatkan pembangunan dan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat di daerah yang bersangkutan. Menilik kembali pengertian Pajak Daerah menurut Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang PDRD, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pengertian tidak mendapatkan imbalan secara langsung, bisa dipahami sebagai Pajak yang dibayarkan oleh masyarakat tersebut, manfaatnya tidak bisa secara langsung dinikmati oleh masyarakat. Artinya, masyarakat tidak bisa menikmati secara langsung fasilitas penerangan jalan di tempat masing-masing tanpa ijin dari pihak PLN dan Pemkab. Kesalahpahaman seperti ini menimbulkan adanya pemasangan lampu penerangan jalan secara liar atau ilegal, yang sudah jelas merugikan pihak Pemda sendiri dan PLN tentunya.
Berbeda dengan retribusi, masyarakat pembayar retribusi bisa langsung mendapatkan manfaat dari retribusi yang dibayarkan tersebut.
Bagaimana dengan penggunaan uang Pajaknya?
Alokasi penggunaan hasil Pajak Penerangan Jalan, untuk meningkatkan akuntabilitas pengenaan pungutan, berdasarkan Pasal 56 ayat (3) Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang PDRD, disebutkan bahwa “Hasil penerimaan Pajak Penerangan Jalan sebagian dialokasikan untuk penyediaan penerangan jalan”. Sehingga Pemerintah daerah diharapkan tetap memperhatikan alokasi anggaran tersebut terhadap penyediaan sarana lampu penerangan jalan sampai ke pelosok-pelosok desa yang memerlukan, disamping penggunaan untuk kegiatan pembangunan lainnya.
Pengelolaan Keuangan Daerah
Terwujudnya penyelenggaraan Pemerintahan yang efektif dan efisien serta peningkatan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah, salah satunya ditentukan oleh bagaimana Pemerintah Daerah tersebut mengelola Keuangan Daerahnya dengan baik, transparan dan bertanggungjawab. Berdasarkan Perda Kabupaten Buleleng nomor 1 tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Daerah, Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.
Kembali ke pokok permasalahan, menyoal lampu penerangan jalan yang terancam mati, akibat adanya tunggakan pembayaran listrik lampu penerangan jalan, perlu mendapatkan perhatian yang serius dari Pemerintah Daerah, DPRD, dan masyarakat tentunya. Hal ini penting tidak saja karena akan menyebabkan dicabutnya lampu-lampu penerangan jalan, tetapi juga menyangkut hal yang lebih besar yaitu penggunaan uang Pajak yang tentu berhubungan dengan hajat hidup orang banyak.
Ada beberapa poin yang penulis ingin sampaikan dari permasalahan tersebut, bahwa pengelolaan Keuangan Daerah harus tetap mengacu pada asas umum pengelolaan Keuangan Daerah sesuai dengan Bagian Ketiga Perda Kabupaten Buleleng nomor 1 tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pertama, Efisien, memiliki pengertian bahwa keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu. Artinya, diharapkan Pemerintah Daerah mendata kembali jumlah lampu penerangan jalan yang ada di seluruh Kabupaten Buleleng. Hal tersebut dimaksudkan agar data lampu penerangan jalan yang menjadi beban Pemda sesuai dengan kondisi nyata dilapangan. Lampu penerangan jalan liar pun bisa terdata dan bisa diambil tindakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan demikian Anggaran bisa digunakan secara efisien untuk membayar semua tagihan sesuai alokasi rata-rata tagihan PLN per bulan. Diharapkan tidak ada lagi, tunggakan dan anggaran yang terkuras habis hanya untuk membayar tambahan tagihan lampu penerangan jalan liar.
Kedua, Efektif, Artinya, penggunaan sebagian alokasi Anggaran untuk lampu penerangan jalan bisa menerangi jalan-jalan yang memang benar-benar membutuhkan penerangan jalan. Sehingga daerah yang sudah mendapat penerangan jalan yang cukup, tidak perlu lagi ditambah penerangan jalan.
Ketiga, Adil, artinya bahwa alokasi anggaran lampu penerangan jalan bisa menyentuh seluruh jalan-jalan, baik di kota maupun pedesaan. Sehingga seluruh masyarakat pada akhirnya bisa menikmati uang Pajak yang mereka bayarkan. Tidak ada lagi ketimpangan antara desa yang satu dengan desa yang lain. Yang lebih penting adalah masyarakat bisa merasakan rasa aman, jika beraktivitas di malam hari. Rasa aman ini penting karena pada akhirnya menyangkut stabilitas dan keamanan daerah di seluruh Provinsi Bali dan seluruh wilayah Kabupaten Buleleng. Hal ini tentu akan berdampak positif terhadap perkembangan sektor pariwisata di Buleleng. Para wisatawan asing maupun domestik akan merasa nyaman jika berpergian dimalam hari.
Keempat, Transparan, artinya bahwa pengelolaan anggaran tetap menerapkan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah. Pajak Penerangan Jalan (PPJ) yang disetorkan PLN ke Pemkab Buleleng setiap bulan Rp890 juta. Sementara rekening listrik yang harus dibayarkan untuk Lampu Penerangan Jalan (LPJ) per bulan rata-rata hanya Rp790 juta. Pemkab Buleleng memiliki kelebihan dana yang dikumpulkan dari penyetoran PPJ senilai Rp100 juta setiap bulan dari PLN (Bali Post, 27/09/2011). Hal tersebut dipertanyakan oleh Komisi C DPRD Buleleng dalam rapat dengar pendapat dengan pihak PLN. Sangat disayangkan memang, disamping tidak transparannya pengelolaan Pajak Penerangan Jalan tersebut, dengan adanya tunggakan pembayaran sekitar Rp1.5 milyar tersebut, LPJ di sejumlah pasar dan ruas jalan di Buleleng dipadamkan. Transparansi Anggaran tidak akan berarti apa-apa, jika tidak ada peran masyarakat di dalamnya.
Kelima, Bertanggungjawab, artinya merupakan perwujudan kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabakan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Pemkab Buleleng berkewajiban untuk mempertanggung jawabkan seluruh pengelolaan anggaran kepada masyarakat melalui wakilnya di DPRD Buleleng. Tidak kalah penting yaitu, Pemkab segera mengambil langkah cepat untuk menyelesaikan tunggakan tagihan rekening listrik LPJ yang masih ada. Apabila sampai batas waktu yang ditentukan belum dilunasi maka PLN akan mengenakan sanksi tegas berupa pemutusan dan pembongkaran LPJ yang sudah terpasang di jalan umum dan jalan desa di Buleleng. Alih-alih digunakan untuk membiayai perbaikan jalan dan sekolah, Kas Daerah akan kembali terkuras untuk membayar biaya sambungan baru.
Terakhir, Tertib, artinya Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan melalui keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah dilakukan dengan tertib dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mekanisme pembayaran terkait prosedur dan ketepatan waktu perlu menjadi prioritas utama, karena apabila terjadi keterlambatan akan mengakibatkan dampak yang negatif terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik kepada masyarakat.
Jangan Remehkan Pekerjaan Kecil
Pemkab bisa memberdayakan Desa Adat untuk membantu pemerintah mendata kembali Lampu Penerangan Jalan yang sudah ada dan kemungkinan penambahan titik-titik Lampu Penerangan Jalan yang baru di seluruh wilayah Kabupaten. Peran serta masyarakat Desa Adat diperlukan mengingat Lampu Penerangan Jalan adalah fasilitas umum yang harus dijaga bersama-sama. Dengan sosialisasi yang baik, kesadaran masyarakat untuk tidak menggunakan Lampu Penerangan Jalan tanpa ijin PLN dan Pemkab bisa dikurangi.
Di sisi lain, Pemerintah Daerah diharapkan kembali mulai menata dan memperhatikan pekerjaan-pekerjaan kecil, seperti membayar tagihan Lampu Penerangan Jalan tepat waktu dan pekerjaan-pekerjaan kecil yang mungkin terabaikan, yang apabila dibiarkan bisa mempengaruhi stabilitas pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Sollar Street Light
Sollar street light atau lampu penerangan jalan tenaga surya, sepertinya merupakan langkah tepat untuk mengatasi kurangnya lampu penerangan jalan terutama ditempa-tempat strategis dan tempat-tempat rawan di suatu daerah, mengingat keterbatasan anggaran yang dimiliki Pemkab. Dengan adanya lampu penerangan jalan bertenaga surya diharapkan bisa menghemat APBD dan bisa dialokasikan ke pos-pos pengeluaran yang lebih penting seperti pendidikan dan kesehatan.
Kedepan pihak Pemkab dan PLN diharapkan bisa mengadakan upaya kerjasama dengan pihak ketiga dalam pengadaan sollar street light.
Sejatinya, pengelolaan dana Pajak untuk kepentingan rakyat adalah kunci utama untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar Pajak. Pemerintah Daerah/Pemkab harus bersyukur bahwa Pajak Penerangan Jalan telah mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), oleh karena itu tidak ada alasan untuk menyia-nyiakan kepercayaan masyarakat. Tentu, Saya pribadi, walaupun berada jauh dari kota kelahiran Singaraja, saya tidak ingin melihat Buleleng gelap gulita hanya gara-gara menunggak listrik.
Oleh :
Gede Suarnaya
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H