Mohon tunggu...
GEDE SUARNAYA
GEDE SUARNAYA Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Peminat Masalah Reformasi Birokrasi, Keuangan Negara, Administrasi & Kebijakan Publik, serta Manajemen Strategi.\r\nSemoga bisa memberikan i\r\nnspirasi dan manfaat bagi kita semua.\r\nBlog Pribadi: www.gedesuarnaya.com.\r\nTwitter@gedesuarnaya\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kejar Tayang

24 November 2011   11:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:15 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua orang kenalan dalam seminggu terakhir ini tampak sumringah. Selidik punya selidik mereka adalah panitia pengadaan barang dan jasa pemerintah.  Kebingungan yang tampak dalam wajah mereka ternyata terkait dengan permasalahan teknis penggunaan aplikasi pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik (e-procurement). Tak hanya itu, kegundahan mereka  selain disebabkan oleh mengejar batas waktu realisasi anggaran yang berakhir Desember nanti, ternyata mereka masing bingung bagaimana prosedur teknis Pengadaan Barang dan Jasa melalui salah satu website LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik).

Cerita dua orang teman saya itu mungkin saja terjadi di tempat lain. Mereka sibuk mengejar realisasi anggaran. Kabarnya, realisasi anggaran belanja negara kita masih rendah. Sampai dengan tanggal 7 November 2011 saja realisasinya baru mencapai 69,1 persen dari total pagu anggaran belanja yang mencapai 1.320,7 triliun rupiah. (KORANJAKARTA.COM, 17/11/2011).

Sudah bisa dipastikan kebut-kebutan belanja ala pemerintah akan terjadi di akhir November dan awal Desember nanti. Jangan heran kalau nanti realisasinya bisa menembus angka 80% di akhir tahun.

Prilaku Anggaran

Yang sangat disayangkan adalah rendahnya daya serap anggaran tidak hanya terjadi pada tahun ini saja. kondisi itu sudah sangat sering terjadi pada tahun-tahun anggaran sebelumnya. Pola dan prilaku realisasi anggaran seperti itu, kalau tidak segera dicarikan solusinya  akan terus terjadi dan menjadi habit pengguna anggaran di negeri ini.

Lebih memprihatinkan lagi kalau prilaku anggaran tersebut membuka peluang pemborosan anggaran. Makmun Syadullah, Peneliti Utama BKF Kemenkeu, mengatakan bahwa  salah satu tolak ukur pemborosan APBN adalah rendahnya daya serap anggaran (TEMPOinteraktif.com, 08/11/2011). Lebih parah lagi, anggaran yang digunakan itu berasal dari utang. Dengan daya serap yang rendah tentu akan semakin menambah beban pemerintah.

Menjadi Penghambat

Disamping terbatasnya tenaga ahli yang bersertifikat PBJ, penerapan Perpres No.54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah masih mengalami kendala.  Walaupun secara umum perubahan yang terjadi dalam Perpres ini bisa dibilang lebih baik dari peraturan sebelumnya. Beberapa pihak masih mengeluhkan pelaksanaannya di lapangan. Para pengusaha konstruksi misalnya, mengeluhkan Perpres 54 ini tidak pro bisnis lantaran sulit diterapkan. Kalaupun dapat diterapkan dicurigai terdapat manipulasi (KONTAN, 14/11/2011).

Menurut Standar Transparansi APEC Untuk Pengadaan Di Indonesia yang dirilis Transparansi International Indonesia,” keterkaitan antara Peraturan Presiden dan undang-undang lainnya yang berlaku saat ini untuk pengadaan, seperti UU Jasa Konstruksi (UU No.18/1999) dan UU Badan Umum Milik Negara (UU No.19/2003), tidak jelas karena kedua undang-undang tersebut juga memiliki ketentuan-ketentuan yang mengatur pengadaan”.

Akibatnya, yang terjadi sekarang adalah banyak peraturan lain baik dalam bentuk Surat Keputusan Menteri, Surat Edaran dan bentuk peraturan yang lain yang juga mengatur pengadaan di instansi masing-masing. Hal tersebut akan menimbulkan kegamangan dan kebingungan terhadap acuan pengadaan mana yang harus di pakai.

Kondisi tersebut membuat panitia pengadaan akan lebih berhati-hati dalam bertindak. Karena kalau salah langkah bisa-bisa terjerat korupsi. Akibat dari ketidakjelasan acuan pengadaan tersebut, membuat prinsip kehati-hatian yang akan berujung pada rendahnya realisasi anggaran. Namun, ujung dari semua penghambat daya serap tersebut terkait dengan buruknya sistem perencanaan anggaran di kementerian dan lembaga.

Kualitas Capaian

Yang perlu dikhawatirkan adalah kalau realisasi yang dikejar selama ini hanya mengejar persentase secara kuantitatif saja. Sedang kualitasnya jauh dari harapan. Kualitas yang dicapai paling tidak merupakan capaian yang menyentuh kebutuhan masyarakat, seperti sektor pendidikan dan kesehatan serta infrastruktur.

Sebagai gambaran, apa yang terjadi pada sektor pendidikan dan kesehatan di negeri ini sungguh sangat memprihatinkan. Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) mengumumkan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index), yang menempatkan manusia Indonesia pada urutan ke 124 dari 187 negara, lebih rendah dari dibandingkan Libya (64), Bosnia-Herzegovina (74), atau Palestina (114) (Kompas, 21/11/2011).

Pemeringkatan Indeks tersebut didasarkan atas pengukuran tiga dimensi berbeda, diantaranya kehidupan yang panjang dan sehat, akses terhadap pengetahuan, dan standar kehidupan yang layak.

Implikasinya, realisasi belanja yang terjadi bisa saja untuk keperluan-keperluan yang tidak penting. Celah pemborosan dan korupsi pun mungkin bisa terjadi. Berdasarkan data KPK tahun 2008, kebocoran atas APBN mencapai 30-80%. Sepertinya pemerintah membutuhkan usaha yang extra untuk mewujudkan  realisasi anggaran yang berkualitas. Namun, usaha pemerintah tampaknya akan sia-sia jika sistem perencanaan anggaran yang buruk di awal tahun tak kunjung dibenahi.

Melihat kondisi tersebut, pemerintah harus mencari solusi yang tepat agar tidak menjadi kesan pembiaran. Langkah pemberian asistensi berupa short course terkait bagaimana merencanakan anggaran yang baik kepada para Pengguna Anggaran bisa menjadi pertimbangan pokok. Pihak LKPP pun sebaiknya bisa memberikan pelatihan-pelatihan teknis dengan datang ke setiap instansi pemerintah selaku pengguna anggaran.

Begitu pula terhadap Perpres No.54 tahun 2010, semangat dari Perpres tersebut untuk memudahkan proses pengadaan harus dijaga. Kemudahan itu pula harus dilihat dari sudut pandang kedua belah pihak. Dari sudut pengguna anggaran dan penyedia jasa. Keduanya harus seimbang. Akan menjadi sia-sia kalau peraturan tersebut memudahkan pengguna anggaran, tetapi menyulitkan para penyedia jasa.

Oleh:

Gede Suarnaya

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun