Dalam kunjungan ke Ukraina dan Rusia pada tanggal 29-30 Juni lalu, Jokowi membawa misi perdamaian dan penanggulangan krisis pangan dunia. Jokowi mengungkapkan bahwa ia ingin memastikan ekspor gandum dari Ukraina kembali normal. Sebanyak 22 juta ton gandum tertahan di pelabuhan di Ukraina. Gandum ini seharusnya dikirimkan ke negara penerima yang sebagian besar berada di Timur Tengah dan Afrika Barat.
Ukraina dan Rusia adalah negara pengekspor biji-bijian terbesar di dunia terutama gandum dan minyak bunga matahari. Akibat perang, jalur distribusi produk-produk tersebut terhambat. Apabila Ukraina mengalami persoalan di pelabuhannya, Rusia terkendala sanksi yang menyebabkan transaksi dan transportasi tidak beroperasi.
Sebuah harapan muncul untuk mengatasi persoalan pelik akibat perang. Pada Rabu, 13 Juli, Turki mempertemukan perwakilan Ukraina, Rusia, dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membuka jalur ekspor dari Laut Hitam. Pertemuan tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan kelanjutan pertemuan sebelumnya yang juga difasilitasi Turki.
Apakah Indonesia berperan dalam diplomasi penting ini, seperti yang dijanjikan Jokowi?
Istanbul menginisiasi dan apresiasi Zelensky
Turki menjadi tuan rumah pertemuan negosiasi selama lebih dari 3 jam. Perbedaan kepentingan antara Ukraina dan Rusia terjadi. Kedua belah pihak saling mencurigai. Ukraina berkepentingan agar pembukaan blokade tanpa kemungkinan serangan kapal perang Rusia. Rusia ingin memastikan bahwa pembukaan tidak menjadikan senjata diselundupkan untuk Ukraina. (Baca: Russia, Ukraine near to grain deal as heavy shelling continues)
Hal-hal teknis turut membuat alot neegosiasi. Ranjau tersebar di sekitar pelabuhan di Ukraina. Ukraina menanam ranjau agar angkatan laut Rusia tidak mencapai area pesisir. Ukraina harus membersihkan ranjau yang tidak mudah dilakukan dalam waktu singkat.
Pada pihak Rusia, perjanjian harus mencakup pembukaan layanan ekspor produk pangan yang terhambat karena sanksi. Layanan suransi, logistik dan transportasi, dan akses perbankan adalat tuntutan Rusia. Selama ini pihak Barat menuduh Rusia menyebabkan kenaikan harga pangan dan energi. Tuduhan yang dibantah Rusia namun sering digunakan oleh para pemimpin Barat untuk memojokkan posisi Rusia di forum-forum global.
Sekjen PPB, António Guterres, menyatakan pembicaraan merupakan "langkah penting ke depan" untuk mengurangi penderitaan dan kelaparan di seluruh dunia. Menteri Pertahanan Turki, Hulusi Akar, juga mengisyaratkan bahwa perjanjian akhir akan disepakati pada minggu depan oleh pihak Ukraina dan Rusia.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengapresiasi pertemuan yang dinisiasi oleh Turki dan PBB. Zelensky berharap bahwa upaya melalui meja perundingan ini akan memulihkan pasokan pangan ke pasar dunia. (Baca: Turkey announces deal with Ukraine, Russia and UN aimed at resuming grain exports)
Turki, dalam kesempatan ini, kembali menunjukkan sebagai negara yang dipercaya oleh Ukraina, Rusia, dan PBB untuk menggelar perundingan penting terkait prospek mengatasi dampak perang. Turki merupakan negara anggota NATO yang selama ini mampu menjalin komunikasi dengan kedua belah pihak. Sebelum ini, Turki menginisasi serangkaian upaya perdamaian antara Ukraina dan Rusia yang terakhir terjadi pada akhir Maret 2022.