Mohon tunggu...
Gede Ari Oktaviana
Gede Ari Oktaviana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Gede Ari Oktaviana

Seorang Mahasiswa UNDIKSHA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Karmaphala Tattwa dalam Panca Sradha - Dasar Keyakinan Umat Hindu

19 April 2022   14:39 Diperbarui: 19 April 2022   14:48 2402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Agama Hindu merupakan sebuah agama yang berasal dari benua India, dan merupakan lanjutan dari agama Veda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran atau bangsa Arya. Agama ini diperkirakan muncul selang tahun 3102 SM hingga 1300 SM.  Agama Hindu juga merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini. agama ini merupakan agama terbesar di dunia sesudah agama Kristen dan Islam dengan  jumlah umat sebanyak hampir 1 miliar jiwa. Agama Hindu atau Hinduisme ini sendiri berasal dari Bahasa Sansekerta, dan juga sekaligus menjadi agama paling dominan di wilayah Asia Selatan, terlebih di negara Nepal dan India.

Dalam ajarannya Agama Hindu menawarkan adanya kewajiban abadi atau "kekal" yang harus dilakukan oleh semua umat tanpa memandang sekta, kasta, maupun strata. Kewajiban ini termasuk kesucian, pengendalian diri, dan kejujuran dari para penganutnya. Di Indonesia sendiri, sekitar 1,7% dari  penduduk Indonesia menganut Agama Hindu, atau hal tersebut sama dengan sekitar empat juta orang dari total jumlah penduduk Indonesia yang mencapai kurang lebih 250 juta orang. Penganut Agama Hindu di Indonesia tersebar di beberapa daerah di Indonesia, diantaranya yaitu di Provinsi Sulawesi, Provinsi Kalimantan, Provinsi Sumatra, dan tentu saja yang paling banyak yaitu di Provinsi atau Pulau Bali. Namun tidak menutup kemungkinan pula terdapat di daerah lainnya di seluruh Indonesia di luar dari daerah yang sudah disebutkan tersebut akan tetapi jumlahnya tak sebanyak di daerah-daerah tersebut. Daerah di Indonesia yang paling banyak terdapat umat beragama Hindu adalah Provinsi atau Pulau Bali, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah penduduk beragama Hindu di Bali sebanyak 3,71 juta jiwa pada Juni 2021. Jumlah itu mencapai 86,8% dari total penduduk Bali yang sebanyak 4,27 juta jiwa.

Berbicara mengenai sebuah agama, tentunya setiap agama yang ada di dunia ini pastinya akan mengajarkan sesuatu atau nilai-nilai yang positif dan memiliki ajaranya masing-masing dalam menjalankan hidup beragama. Pada dasarnya sebuah agama diciptakan dengan tujuan utama yaitu untuk menciptakan keseimbangan di dalam kehidupan. Keseimbangan yang dimaksud bisa bermacam-macam wujudnya. Keseimbangan dapat terbentuk salah satunya dengan memberikan batasan pada perilaku manusia, baik perilaku manusia kepada dirinya sendiri, kepada sesama manusia, kepada sesama makhluk hidup, dan juga manusia kepada alam semesta.

Dalam Agama Hindu terdapat lima keyakinan atau kepercayaan yang disebut dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan dasar keyakinan atau kepercayaan dasar umat Hindu, dintaranya yaitu Widhi Tattwa (percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya), Atma Tattwa (percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk) Karmaphala Tattwa (percaya dengan adaanya hukum sebab-akibat dalam setiap tingkah laku atau perbuatan), Punarbhava Tattwa(percaya dengan adaanya anggota kelahiran kembali atau reinkarnasi dan Moksa Tattwa(percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan belakang manusia). Sradha dalam panca sradha pada dasarnya merupakan sebuah keyakinan yang berperan sebagai sebuah pondasi dalam agama Hindu bagi para penganut agama ini. Keyakinan ini merupakan standar yang dipegang sebagai dasar berperilaku oleh setiap umat Hindu dalam menjalankan kehidupan mereka sehari-hari. Maka dari itu hendakya ajaran Panca Sradha ini dipahami dengan atau secara mendalam bukan hanya untuk pengetahuan semata tanpa direalisasikan di kehidupan nyata akan tetapi wajib diimplementasikan di kehidupan sehari-hari, jika tidak dilaksanakan maka tidak ada faedahnya untuk mendalami ajaran Sradha itu sendiri.

Pada artikel kali ini saya akan membahasa mengenai satu bagian atau topik dari Pancasradha itu sendiri tepatya yaitu pada Karmaphala Tattwa (percaya dengan adaanya hukum sebab-akibat dalam setiap tingkah laku atau perbuatan). Manusia sebagai makhluk sosial sangat bergantung atau memerlukan bantuan atau peran dari manusia atau orang lain disekitarnya untuk bertahan hidup, menambah keturunan dan lain sebagainya. Ha tersebut dikarenakan manusia memiliki banyak keterbatasan walau kerap disebut sebagai makhluk yang utama dan mulia ciptaan Tuhan (Ida Sang Hyang Wdhi Wasa). Manusia dalam hidup bersama dalam suatu kelompok tentunya memiliki konsekunsi terhadap tingkah pola yang dilakukan individu bersangkutan. Saling pengertian, saling menghargai dan menahan ego harus dilakukan atau diimplementasikan agar tercipta keteraturan, keharmonisan dan kenyaman bersama dalam menjalani kehidupan. Jika hal tersebut dilupakan atau tidak dilakukan maka akan berdamak negatif seperti munculnya perselisihan atau pertikaian yang berakibat pada kenyamanan atau ketentraman manusia dalam mennjalani kehidupan sehari-hari. Karma berasal dari bahasa Sanskerta terpatnya dari akar kata Kr yang berarti membuat yang memiliki definisi perbuatan. Berdasarkan hukum sebab dan akibat (causality) menyatakan bahwa segala sebab akan membawa akibat Doktrin karmaphala, menurut Donder dan Wisarja (2012) Hukum Karmapahla secara komprehensip terdapat dalam berbagai mantram dan sloka-sloka kitab suci Agama Hindu. Dengan adanya kitab dan sloka-sloka tersebut berguna untuk mempertebal keyakinan itu Umat Hindu mutlak harus mendalami ajaran tersebut melalui buku-buku atau kitab dan sloka tersebut. Adapun beberapa mantram-mantram atau sloka dalam kitab suci yang mengandung unsur doktrin karmaphala, diantaranya yaitu:

  • Orang yang mati karena perbuatanya sendiri (Rgveda VIII.97.3)
  • Orang yang tidak giat berusaha (bekerja) selalu menderita (Rgveda VIII.3)
  • Orang atau mereka yang berdosa akan menderita (Atharvaveda X.1.5)
  • Setiap tindakan memiliki akibat (Rgveda V.12.5)
  • Perbuatan jahat menyebabkan kehancuran (Rgveda VII.52.2)
  • Kehidupan yang kekal diperoleh dari hasil perbuatan luhur (Rgveda I.110.4)

Selain dari mantram atau sloka dalam kita tersebut, antram-mantram dalam smerti juga memuat tentang ajaran Karmaphala yang menjelaskan bahwa hukum karma itu berlaku pada siapa saja dan dimana saja di dunia ini. Hukum karmaphla adalah hukum tidak mengenal yang namanya pilih kasih, hukum karmaphala akan dengan tepat mengenai sasaran. Berikut adalah beberapa matram-mantram dalam Kitab Manawa Dharmasastra yang memuat tentang ajaran Karmaphala, yaitu

Dalam Kitab Manava Dharmasastra II.2

"Kamatmata na prasasta na caive hastya kamata kamyo hi vedadhigamah karmayogasca vaidikah"

artinya:

Berbuat karena hanya ingin mendapatkan pahala adalah tak terpuji, tetapi sebaiknya berbuat tanpa keinginan, yang demikian inipun tidak dapat kita temui di dunia ini, karena ajaran Veda serta pelaksanaan kegiatan yang diajarkan oleh Veda itu sendiri juga didasari oleh rasa keinginan demikian.

Dalam Kitab Manawa Dharmasastra II.3 

"Samkalpa mulah kamo vai yajnah samkalpa sambhavah vrata niyama dharmasca satve samkalpajah smrtah"

artinya:

Keinginan untuk mendapatkan pahala kakekatnya, didasarkan pada pemikiran bahwa perbuatan itu memang harus mendapatkan pahala dan sebagai kelanjutan dari pemikiran ini maka dilaksanakanlah upacara korban, janji sumpah serta ketentuan yang mengatur pengekangan dari semuanya dinyatakan tetap dilaksanakan, kegiatan itu akan mendapat pahala.

Dalam Kitab Manawa Dharmasastra XI.10

"Bhrtyanamupa rodhena yat karotyaurddhva dehikam tad bhavatya sukhodarkam jivatas ca mrtasya ca.

artinya:

Jika seseorang tidak melakukanapa yang membahagiakan dirinya, di dunia lain nanti kerugian seperti itu yang seharusnya ia pelihara akan mengakibatkan keburukan baginya, baik selagi hidupnya maupun sesudah matinya.

Penjelasan terkait atau tentang Karmaphala juga terdapat dalam susastra Hindu di Nusantara. Hakekat dan makna yang terungkap senada dengan apa yang temuat dalam sruti. Melalui kerja (karma) maka tujuan yang dicapai merupakan hasil dari usaha tersebut. Nilai manusia terletak pada kerjanya atau perbuatannya. Manusia harus menyadari bahwa dampak dari kerja yang dilakukannya adalah dinikmati oleh manusia itu sendiri.

Termuat Dalam Slokantara 68

"Karma Phala ngaran ika,Pahalaning gawe hala haju"

artinya:

Karma Phala artinya akibat (phala) dari buruk (suatu) perbuatan atay karma.

Termuat dalam Sarasamuscaya 4

"Apan iking dadi wwang, uttama juga ya, nimittaning mangkana, wenang ya tumulung awaknya sangkeng sangsara, maka sadhanang subha karma hinganing kottamaning dadi wwang ika"

artinya:

Sesungguhnya menjelma sebagai manusia ini adalah suatu hal yang utama, karena hanya manusialah yang dapat menolong dirinya sendiri dari kesengsaraan, yaitu dengan jalan berbuat baik.

Termuat Dalam Whaspati Tattwa 22

"Asing sagawenya dadi manusa, ya ta iningetaken de Bhatara Widhi, apan sira pinaka paracaya bhatara ring chubachuba kramaning janma"

artinya:

Segala atau sesuatu hal yang diperbuat di dalam penjelmaan menjadi seorang manusia, semua itulah yang dicatat oleh Bhatara Widhi (Tuhan Yang Maha Kuasa) karena dia saksi dari baik buruk serta amal dan dosa perbuatan manusia.

Termuat Dalam Agastya Parwa 355.15

"Bhatara Dharma ngaran ira Bhatara Yama, sang kumayatnaken shubashuba prawrtti nikang sekala janma"

artinya:

Bhatara Dharma juga bergelar Bhatara Yama (pelindung keadilan yang mengamat-amati atau mempehatikan juga mengadili baik buruk perbuatan manusia. Baik buruk dari karma itu akan memberikan akibat yang besar terhadap kebahagiaan atau penderitaan hidup manusia.

Berdasarkan beberapa bukti tersebut hendaknya manusia harus menyadari bahwa mereka tidak akan luput atau lepas dari pengaruh hukum karmaphala, oleh karena itu selama manusia masih hidup karma akan senantiasa jadi bagian yang tidak terpisahkan. Dari karma yang mereka perbuat dapat mendatangkan phala yang bermacam-macam sesuai dengan karma yang dilakukan sebelumya yang nantinya akan dipetik oleh yang melakukan, kalau tidak hari ini mungkin akan diterima atau dirasakan di kehidupan mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun