Mohon tunggu...
Gede BudiAstawa
Gede BudiAstawa Mohon Tunggu... Lainnya - Pejabat Fungsional Penegak Hukum Pembimbing Kemasyarakatan

Saya Gede Budi Astawa, S.Psi Lulusan Psikologi Universitas Dhyana Pura Bali. Saya Sekarang bertugas di Kementerian Hukum Dan HAM Republik Indonesia Wilayah Bali, Unit Pelaksana Teknis Balai Pemasyarakatan Kelas I Denpasar sebaga Pembimbing Kemasyarakatan Pertama.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pentingnya Pemahaman Hukum Adat bagi PK dalam Mengoptimalkan Reintegrasi Sosial Narapidana

30 Juni 2022   14:01 Diperbarui: 30 Juni 2022   14:08 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Desa Adat di Bali memiliki kitab hukum yang disebut "Awig atau perarem" yang wajib dilaksanakan oleh setiap warga masyarakat adat yang menempati wilayah/wewidangan desa adat tersebut, dimana apabila tidak dilaksanankan akan mendapatkan sangsi adat yang telah disepakati bersama. 

Hal ini akan memberi warna tersendiri bagi seorang pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan tugas, misalnya setahun silam, saya mendapat tugas ke Kabupaten Gianyar dalam rangka pendampingan anak dalam upaya diversi yang melakukan tindak pidana pencurian, dimana saat itu saya bertemu paralegal LBH, yang mewakili LBH dalam mendampingi anak tersebut. 

Beruntungnya saya, waktu itu paralegal tersebut juga berprofesi sebagai Kepala Adat, dimana beliau menjelaskan bahwa ada aturan adat yang telah mengatur anak berkonflik dengan hukum (ABH), beliau menjelaskan saya dapat merekomendasikan anak tersebut, apabali mendapatkan putusan diversi maka proses bimbingan bisa bekerjasama dengan adat, karena banyak program-program adat yang positif dan telah tertuang dalam Awig/perarem di desa tempat anak tersebut tinggal, misalnya seperti : Mengikuti Pendidikan Kesenian, Mengikuti Kegiatan Truna/Truni (muda-mudi) di Banjar, atau kegiatan yang lain yang telah diatur oleh adat tersebut terkait ABH.

Selain itu, ada juga beberapa desa adat yang menerapkan hukuman bagi warga adat yang melakukan tindak pidana pengulangan terkait kasus Narkotika. 

Dimana bagi warga masyarakat yang melakukan tindak pidana narkotika dengan melakukan pengulangan maksimal tiga kali, maka warga tersebut akan kesepekang (diusir) dan tidak lagi mendapatkan hak-hak nya sebagai masyarakat adat, dengan kata lain warga tersebut harus mendaftarkan dirinya kembali ke desa adat lain dan hal itu merupakan hukuman yang sangat berat di Bali, mengingat di Bali masih sangat kental budaya kekerabatannya yang diatur oleh adat.

Melalui pengalaman itu, saya mengajak setiap pembimbing kemasyarakatan agar mampu melaksanakan tugas dengan mengedepankan komunikasi dan koordinasi yang baik dengan masyarakat adat tempat kita bertugas, karena hal tersebut mampu mengoptimalkan proses reintegrasi sosial seorang narapidana apabila nanti bebas, dan hal itu merupakan nilai tambah bagi setiap pembimbing kemasyarakatan apabila reintegrasi sosial kelien berjalan secara optimal sehingga memulihkan kesatuan hubungan hidup mereka dengan masyarakat.

Daftar Pustaka: 

Pandjaitan Irwan Petrus & Widiarty Wiwik Sri. 2008. Pembaharuan Pemikiran DR. SAHARDJO Mengenai Pemasyarakatan Narapidana. Jakarta: CV Indhill CO.

Suwardani, GAP. 2019. Dasar-Dasar Bimbingan Kemasyarakatan. Depok: BPSDM Kementerian Hukum Dan HAM Republik Indonesia.

Direktorat Jendral Pemasyarakatan. 2012. Modul Pembimbing Kemasyarakatan. Jakarta: Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun