Mohon tunggu...
Gedang Kepok
Gedang Kepok Mohon Tunggu... -

Gedang Kepok adalah nama pena untuk penulis Kompasiana ini. Karena satu dan lain hal, identitas asli Gedang Kepok belum bisa diungkapkan di profil penulis. Gedang Kepok tertarik dengan banyak hal, mulai dari politik, budaya, dan humaniora. Semua tulisan akan diabdikan untuk kebebasan berpikir, kemanusiaan, dan demokrasi! Salam Kompasiana! God bless Indonesia!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tiga Kesalahan Berpikir Menteri Agama

19 Juni 2015   00:35 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:42 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menteri Agama Lukman Hakim menegaskan bahwa warung dan restoran tidak perlu tutup dalam bulan Ramadhan. Penegasan menteri ini didasari keyakinan bahwa menghormati bulan Ramadhan bagi umat non Muslim tidak harus dilakukan dengan tidak berjualan makanan di warung dan restoran. Dan sebaliknya, dalam Bulan Ramadhan, umat Muslim juga harus menghormati mereka yang berjualan makanan (di restoran atau warung) dengan tidak memaksakan kehendak dan tidak perlu mensweeping warung atau restoran yang buka. Dengan cepat penegasan Lukman Hakim mendapat sambutan dan dengan cepat tokoh-tokoh Islam radikal mengecam ucapan menteri agama ini. Bagi mereka, ada tiga kesalahan berpikir dari seorang Menteri Lukman Hakim tentang konsep "menghormati", "Puasa dan Bulan Ramadhan", serta "Islam". Tiga kesalahan berpikir yang membuat kelompok radikal kelimpungan.

Pertama-tama, menteri Lukman Hakim mengedepankan arti "menghormati" dengan imbuhan kata "saling"--sebuah makna resiprokal. Kelompok radikal tidak percaya dengan logika resiprokal "menghormati" ini. Bagi mereka, Menteri Lukman Hakim salah karena Islam di Indonesia adalah mayoritas yang harus dihormati pada saat bulan Ramadhan dengan tidak membolehkan warung-warung dan restoran buka. Bagi golongan radikal ini, "menghormati" punya arti makna kekuasaan, power relation. Sebagai mayoritas, kekuasaan radikal Islam harus diakui dengan ketertudukan pihak lain. Karena itu, di tahun-tahun lampau kelompok radikal Islam yang mengedepankan kekuasaan selalu mengadakan sweeping dan memaksa rumah makan untuk tutup. Tindakan mereka sering diikuti dengan merusak dan kekerasan. Inilah wujud kekuasaan yang selalu diidam-idamkan kelompok Islam radikal.

Kedua, Menteri Lukman Hakim mengartikan puasa dan bulan puasa sebagai upaya mengendalikan nafsu-nafsu duniawi kaum muslimin--menjadikan diri lebih baik, lebih bersih dan suci. Bagi Menteri Lukman, Bulan Ramadhan Suci karena perbuatan orang-orangnya yang berlomba-lomba melakukan kebaikan. Sementara bagi kelompok Islam radikal, Bulan Puasa adalah bulan dimana mereka harus memunculkan diri dengan pakaian "seolah-olah" Islami: seolah-oleh paling bersih, seolah-olah paling suci, dan seolah-oleh paling bermoral di muka bumi. Karena itulah, kaum radikal Islam sangat cenderung untuk unjuk kekuatan pada bulan Ramadhan. Pada masa-masa lalu, dengan seragam "suci" mereka bertakbir keliling kota dan mensweeping siapa saja yang dianggap telah menodai kesucian bulan Ramadhan, termasuk mereka yang berjualan makanan pada siang hari.

Ketiga, Menteri Agama Lukman Hakim melihat Islam sebagai "Islam Rahmatan Il Allamin"--Islam sebagai rahmat dunia dan semesta alam. Islam yang dipercaya oleh Menteri Agama adalah Islam yang membawa kebaikan bagi semua manusia. Islam inilah yang menurut Lukman Hakim akan bisa mengatasi berbagai persoalan manusia modern dan bisa mengatasi masalah-masalah kontemporer bangsa Indonesia. Islam yang terbuka, tidak ekslusif, dan tidak menghakimi mereka yang ada di luar Islam. Menteri Lukman Hakim sangat sadar tentang "Islam dalam komunitas Indonesia"--bukan Islam dari gurun yang tidak mau beradaptasi dengan persoalan kontekstual dan kontemporer manusia modern. Dan inilah kesalahan Menteri Agama karena golongan Islam radikal tidak sampai pada pemikiran ini. Seperti kelompok Wahabi, mereka ingin membawa Islam abad pertengahan dalam konteks Indonesian dan dunia modern. Yang terjadi adalah konflik karena yang mereka tahu hanya nostalgia kejayaan kerajaan Islam di masa lalu dan mereka menyalahkan modernitas dan bangsa-bangsa barat sebagai biang keladi kemunduran kerajaan Islam. Memang tidak dipungkiri, kemunduran Timur Tengah terjadi seiring dengan kemajuan Eropa dan negara-negara barat dari berbagai aspek: ekonomi, ilmu pengetahuan, and pencerahan. Menteri Lukman melihat ini semua harus direfleksikan ke dalam--bukan menyalahkan pihak luar. Seperti Mahathir Muhammad yang mengkritik bahwa banyak negara atau orang Islam yang hanya berkutat pada masa lalu tanpa bisa atau mau melihat masa depan. Menurut Mahathir, Islam harus mau melihat kelemahannya sendiri yang sering menafikkan kemajuan sains dan teknologi barat dan hanya berkutat dengan nostalgia kejaayaan lama. Dan pandangan ini jelas-jelas salah besar bagi golongan Islam radikal.

Karena kesalahan berpikir Menteri Agama Lukaman Hakim inilah, golongan Islam radikal kelimpungan. Tujuan kekuasaan yang menjadi dasar gerakan mereka menjadi tidak berguna. Dengan unjuk kekuatan, mereka ingin melihat Islam yang ditakuti dan Islam yang menguasai. Sebaliknya, Menteri Agama, dengan kesalahan berpikirnya, ingin membuat Islam Indonesia yang dihormati dengan tulus. Golongan Islam radikal ingin tunjukkan merekalah yang berkuasa, bahkan ingin mengatur hajat hidup orang lain dengan aturan-aturan mereka. Sementara, Menteri Lukman ingin menjadikan Islam yang ramah dan berbahagia berdampingan dengan minoritas di Indonesia. Bagi Menteri Lukman, Indonesia yang lebih baik adalah tujuan utamanya. Islam bukan hanya untuk orang Islam, tetapi Islam untuk Indonesia yang damai dan sejahtera.

Selamat berpuasa! Salam Kompasiana! Merdeka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun