Saat ditanya JK pertanyaan yang sederhana, bagaimana menjaga HAM di Indonesia, Prabowo membuang peluang untuk membersihkan namanya dan menjelaskan kepada rakyat Indonesia apa yang telah dilakukannya. Toh rakyat sebenarnya sudah tahu, dalam konteks apa Prabowo menculik dan siapa dibelakang Prabowo dalam kasus penculikan itu. Tapi peluang itu sia-sia saat Prabowo menahan emosinya, dan suaranya tercekat menjawab pertanyaan JK ini. Persis seperti Sasaki Kojiro yang membuang sarung pedangnya sebelum pertarungan dengan Musashi, Prabowo membuang peluang emas itu dan lawan sudah tahu tak ada jalan kembali selain kekalahan untuk mantan Jenderal ini.
Alkisah, Sasaki Kojiro adalah pendekar besar yang terkenal bengis dan kejam serta tidak peranah mengampuni lawan-lawannya. Sunguh, dia pendekar hebat dengan ketrampilan bermain pedang yang tiada bandingnya. Dia berlatih disiplin, dan dengan pedang panjangnya dia bisa membelah burung walet yang terbang dekat perahunya. konon, demikianlah ia berlatih pedang dan menjadi pendekar besar di Jepang zaman itu. Karena kehebatannya, ia disewa menjadi pelatih tentara oleh penguasa lokal.
Mendengar namanya saja, pendekar lain akan merinding mengingat betapa ganasnya pedang panjangnya. Namun tidak bagi Musashi. Ronin, pendekar tanpa tuan yang kerjanya berjalan dari desa ke desa ini ingin mencoba kemampuan Kojiro. Ia sendiri sudah mengukir namanya dengan mengalahkan keluarga Yashioka, keluarga pendekar yang menguasai kota sejak lama, seorang diri dengan hanya berbekal sebuah samurai dan sebuah pisau pendek. Tantangan pun dikirimkan dan pertandingan duel pun disiapkan.
Sasaki Kojiro yang berwatak tidak sabaran, mudah marah dan kejam datang lebih awal dan menunggu Musashi dipinggir pantai. Musashi datang terlambat karena dengan santainya ia mengukir pedang kayu dari dayung perahunya untuk pertandingan ini. Kojiro yang panas hati dan tidak sabaran, menyambut kedatangan Mushashi dengan menarik pedang dari sarungnya, dan membuang sarung pedangnya ke laut. Musashi tertawa kecil dan berkata, "Kamu sudah kalah! Pemenang akan pulang dan masih membutuhkan sarung pedangnya!"
Persis seperti Prabowo, kesempatan dan peluang emas itu sudah hilang. Jawabannya blunder telah menunjukkan siapa dirinya yang sesungguhnya. Penculikan itu memang ada dan Prabowo terlalu pengecut untuk mengakuinya di depan rakyat Indonesia.
Rakyat Indonesia yang pemaaf sebetulnya berharap Prabowo berkata: "Itu masa lalu saya! Anda harus melihat konteks kejadian pada masa itu dalam bingkau kekacauan dan perebutan kekuasaan. Saya ada di satu pihak yang saya yakini benar untuk masa depan Indonesia! Dan pada akhirnya pihak saya kalah! Kalau tindakan saya pada waktu itu salah, saya minta maaf pada seluruh rakyat Indonesia!"
Namun sayang, tidak ada kata maaf dari Prabowo. Yang ada adalah ucapan pengecut jenderal yang tidak berani bertanggung jawab atas tindakannya: "Tanyakan pada atasan saya!"
Rakyat jadi tahu, siapa sebenarnya Prabowo. Sekarang rakyat semakin yakin, pangkatnya yang moncer dan naik berkali-kali itu bukan karena prestasinya, tetapi karena dia mantu raja! Raja yang pernah berkata, demi Indonesia dan Pancasila, saya akan CULIK satu atau dua anggota DPR/MPR sehingga sidang tidak kuorum!" Ironisnya, Prabowo juga berjanji, menjanjikan gelar pahlawan untuk raja ini.
Saya apresiasi cinta dan bakti Prabowo pada negara & bangsa Indonesia. Tetapi jalan kekerasan dan penculikan dan melakukan tindakan-tindakan di luar hukum membuat dirinya tidak pantas jadi presiden berikutnya. Rakyat sudah menilai, seperti Kojiro, Prabowo sudah kalah.
Salam kompasiana! Salam demokrasi! Merdeka!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H