Mohon tunggu...
Gedang Kepok
Gedang Kepok Mohon Tunggu... -

Gedang Kepok adalah nama pena untuk penulis Kompasiana ini. Karena satu dan lain hal, identitas asli Gedang Kepok belum bisa diungkapkan di profil penulis. Gedang Kepok tertarik dengan banyak hal, mulai dari politik, budaya, dan humaniora. Semua tulisan akan diabdikan untuk kebebasan berpikir, kemanusiaan, dan demokrasi! Salam Kompasiana! God bless Indonesia!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Sosialis?

29 Januari 2015   15:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:10 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hendropriyono menyarankan Jokowi hati-hati karena banyak orang sosialis di sekitar prsiden yang akan memberi masukan salah. Bahkan Hendropriyono menunjuk orang-orang KPK sebagai orang sosialis. Tudingan Hendropriyono ini menarik untuk dicermati karena banyak orang tidak tahu arti sosialis dan mempunyai pandangan negative terhadap ideologi ini. Di U.S. banyak orang tidak suka disebut sosialis maka Obama dicap sosialis karena akan memajaki orang kaya lebih tinggi dan membagi pajak untuk orang miskin. Tak ayal lagi Obama jadi bulan-bulanan dan sulit menggolkan agenda-agenda "sosialis"-nya.

Kembali ke tudingan Hendropriyono, sebetulnya apa yang hendak dituju? Yang jelas "orang sosialis" sangat peduli dengan kesejahteraan rakyat kebanyakan, terutama mereka yang tersingkir dan miskin. Jokowi dari rekam jejaknya memang peduli dengan hal ini terbukti dengan peluncuran berbagai kartu yang diarahkan untuk orang-orang miskin: kartu sehat, kartu pintar. Tentu ini memerlukan biaaya dan biaya ini diambil dari pajak atau utang. Tentu Jokowi tahu betap berat hidup orang miskin dan visi Jokowi adalah hadirnya negara bagi orang-orang yang kurang beruntung ini. Bagaimana dengan mereka yang kaya, yang punya uang, yang menjadi mesin ekonomi negara?

Inilah agaknya peringatan Hendropriyono. Secara tidak sadar Hendra mengatakan bahwa lawan Jokowi adalah mereka yang punya uang dan uang itu tidak halal. Karena Jokowi bukan murni orang politik, sebenarnya strateginya adalah strategi sederhana menjalankan anggaran. Inilah yang oleh Jokowi disebut politik anggaran. Kalau negara tidak punya uang untuk membangun, negara harus memfasilitasi investor dan menggenjot pajak. Karena itulah pemerintahan Jokowi sejak awal ingin meningkatkan penerimaan pajak dan menarik dana-dana yang diparkir di luar negeri, utamanya di Singapura. Perlu diketahui, dana triliunan itu tidak semuanya dana bersih. Dana penjarahan pada masa kekacauan BLBI konon banyak yang diparkir di Singapura dan KPK gencar sekali ingin membuka borok BLBI yang terjadi di zaman pemerintahan Mega.

Tentu saja yang berkepentingan adalah mereka yang punya modal-modal besar, mereka yang tidak taat pajak, dan mereka yang ingin korupsi lama mereka tidak dibongkar. Inilah awal gesekan itu. Lawan Jokowi tidak hanya di KIH tetapi juga di hampir semua partai politik pendukungnya. Di awal pembentukan kabinet, Jokowi bergesekan dengan Muhaimin yang mendapat stabilo merah dari KPK beserta banyak tokoh dari PDIP yang diusulkan partai untuk masuk kabinet. Karena itu banyak tokoh partai yang terpental baik karena stabilo merah dan gantinya dianggap tidak benar-benar mewakili partai. Dari PDIP hanya menteri dalam negeri dan Puan Maharani yang merupakan tokoh penting PDIP. Tokoh lainnya seperti Menkumham tidak terlalu menonjol di partai. Sementara Pramono Anung & Hasto tersingkir dari gerbong kabinet Jokowi dan tokoh muda PDIP masih kurang mendapat tempat di hati Megawati.

Pilihan Jokowi untuk mengangkat orang-orang non partai sebagai orang partai inilah yang dituding Hendropiyono sebagai orang-orang sosialis yang menunggangi Jokowi. Cepatnya kenaikan popularitas Jokowi dari tingkat lokal di Solo sampai menjadi presiden agaknya dianggap terlalu cepat oleh banyak tokoh PDIP. Dan bagi Jokowi sendiri, cepatnya popularitas ini membuatnya tidak punya kesempatan membuat jaringan di partai. Praktis tidak ada kekuatan riil partai yang murni mendukung Jokowi. Jokowi didukung PDIP karena dia adalah petugas partai yang harus tunduk dengan keputusan dan agenda partai, utamanya ketua umum. Gesekan besar akhirnya tak terbendung dengan diusulkannya BG segai calon KAPOLRI.

Secara ringkas lawan Jokowi adalah mereka yang pro status quo dan mereka yang tidak mau borok-boroknya tidak mau diungkap. Mereka adalah mafia sebenarnya yang secara tidak langsung telah menguasai Indonesia sejak zaman orde baru. Mafia-mafia ini tidak berkumpul di satu partai tetapi mereka tersebar di banyak partai dan menyusup di berbagai lembaga pemerintah, termasuk Polri.

Akankah Jokowi akan menang melawan kekuatan mafia ini! Hanya Tuhan yang tahu tetapi ada yang bisa dilakukan oleh mereka yang pro-demokrasi dan pro-pemerintahan yang bersih (yang disebut kelompok sosialis oleh Hendroprioyono). Dukung Jokowi untuk membuat keputusan mandiri yang mencerminkan suara rakyat dan kritisi partai-partai yang berakrobat di parlemen.

Dan apakah Jokowi sosialis? Tentu saja dari rekam jejaknya Jokowi adalah sosialis yang realis yang ingin melihat masalah-masalah diselesaikan secepatnya.

Salam Kompasiana! Salam Demokrasi! Merdeka!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun