Mohon tunggu...
Gedang Kepok
Gedang Kepok Mohon Tunggu... -

Gedang Kepok adalah nama pena untuk penulis Kompasiana ini. Karena satu dan lain hal, identitas asli Gedang Kepok belum bisa diungkapkan di profil penulis. Gedang Kepok tertarik dengan banyak hal, mulai dari politik, budaya, dan humaniora. Semua tulisan akan diabdikan untuk kebebasan berpikir, kemanusiaan, dan demokrasi! Salam Kompasiana! God bless Indonesia!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi: Di-Gusdur-kan atau di-Munir-kan?

4 Februari 2015   07:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:51 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jokowi menghadapi mafia jahat yang tidak mengenal belas kasihan. Gurita mafia ini tidak hanya berpusat pada sektor ekonomi tapi juga sudah menyusup ke sektor hukum. Bergandengan tangan dengan politisi jahat, gurita mafia akan terus menyerang dan merongrong pemerintahan Jokowi. Pertanyaan besar bagi banyak orang adalah bagaimana akhir kisah pendekar Jokowi ini.  Akankah ia bernasib seperti Gus Dur atau bernasib seperti Munir? Gedang Kepok tentu saja tidak ingin akhir menyedihkan untuk Jokowi. Jokowi dipilih rakyat untuk menuntaskan agenda reformasi ekonomi dan reformasi hukum--membawa cita-cita para pendiri bangsa, bukan agenda dari cecunguk tokoh partai yang hanya mau mencari selamat dan menelikung kehendak rakyat.

Lawan Gus Dur pada saat itu hampir sama dengan lawan Jokowi saat ini. Partai-partai di parlemen yang dimotori oleh Golkar, PAN, dan diam-diam PDIP yang punya agenda mendorong Megawati untuk menjadi presiden. Selain kekuatan partai, lawan Gus Dur adalah purnawirawan yang terindikasi pelanggar HAM dan sakit hati: Wiranto. Akrobat Gus Dur yang selalu berpikir "out-of-the-box" tetapi kurang didukung orang-orang bervisi dan kuat di sekitarnya akhirnya membawa pada bencana "skenario Bulog-Gate" yang dirancang oleh mafia dan didukung oleh media-media mainstream yang di luar sadar ikut menyuarakan pendelegitimasian Gus Dur sebagai presiden Indonesia pada saat itu.

Munir lebih tragis lagi. Sebetulnya "concern" Munir hanya satu: menegakkan hak asasi manusia dan mendorong reformasi ABRI untuk menjadi lebih profesional dan tidak mudah menggunakan kekuatan senjata dan inteljen untuk kepentingan politik kekuasaan dan untuk menindas rakyat. Kekerasan militer pada rakyat yang sering terjadi sejak zaman Orde Baru selalu diungkit-ungkit Munir. Jenderal-jenderal yang tak punya hati nurani dalam menjalankan tugas negara (baca: melanggar HAM) demi melanggengkan kekuasaan selalu dihatui oleh bayang-bayang Munir yang selalu menyuarakan keadilan bagi mereka yang tertindas. Dari kasus Marsinah, kekerasan di Talangsari yang gelap, kekejaman militer di Aceh dan berbagai peristiwa kekerasan militer lain menjadi amunisi Munir untuk membuka hati nurani para jenderal hitam dan mereka yang terindikasi melanggar HAM. Pada waktu itu ada Hendropriyono orang kepercayaan Megawati dan Muchdi PR yang selalu bisa berkelit dari hukum. Mereka adalah jenderal yang geram pada Munir yang tak pernah berhenti mengkritisi ABRI. Dan kita ingat, kematian Munir terjadi di zaman Presiden Megawati.

Sekarang Jokowi menghadapi musuh-musuh yang hampir sama: politisi hitam di parlemen, partai politik yang menjadi bumper koruptor dan mafia, serta tokoh-tokoh militer dan polisi yang sakit hati: BG, Hendropriyono, Wiranto, Megawati! Deja Vu! Voila!

Gedang kepok berharap, ini semua adalah kebetulan dan nasib buruk tidak akan menimpa Jokowi mengingat musuh-musuhnya adalah mereka yang punya hubungan dengan "peng-Gus Dur-an" dan "pe-Munir-an" tokoh publik pembela keadilan dan harapan rakyat untuk masa depan Indonesia. Bukankah sekarang Jokowi berseberangan dengan banyak partai pendukungnya termasuk PDIP dengan Megawati-nya, Nasdem dengan Paloh-nya, dan Hanura dengan Wiranto-nya? Dan sekarang ditambah dengan Budi Gunawan yang terindikasi korupsi dan sakit hati karena penundaan pengangkatannya sebagai Kapolri! Bukankah kalau mereka bergabung mereka bisa saja menggunakan kekuatan intelijen yang ada di Polri dan ABRI?

Gedang Kepok berharap hal buruk ini tidak akan terjadi. Gedang Kepok berharap Jokowi untuk selalu waspada karena operator-operator jahat itu selalu mengintai Istana--menunggu Jokowi terlena dan menggebuknya dengan skenario yang belum kita ketahui ke mana muaranya.

Selalu berdoa untuk kejayaan negeri dan keselamatan Jokowi!

Salam Kompasiana! Salam Demokrasi! Merdeka! Suradira jayaningrat lebur dening pangastuti!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun