Mohon tunggu...
KKN KOLABORATIF KELOMPOK 206
KKN KOLABORATIF KELOMPOK 206 Mohon Tunggu... Mahasiswa - KKN KOLABORATIF KELOMPOK 206 JEMBER 2023

Difabel dalam mengembangkan potensi diri

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Atlet Difabel: Membuktikan Ejekan dengan Kemenangan

25 November 2022   19:37 Diperbarui: 25 November 2022   21:33 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ejekan merupakan tindakan yang dilontarkan oleh seseorang untuk mengolok-olok orang lain. Seringkali ejekan tersebut menimbulkan sakit hati bahkan rasa rendah diri bagi seseorang yang diejek. Namun hal ini berbeda dengan pengalaman yang dialami oleh narasumber kami yang bernama Pak Sadiman (57). Pak Sadiman adalah seorang kepala keluarga dengan 2 orang anak, laki-laki dan perempuan. Beliau merupakan penyandang difabel polio sejak kecil tepatnya pada waktu Pak Sadiman baru bisa berjalan. Saat itu di rumah Pak Sadiman terdapat pohon mangga besar yang disambar petir dan terbakar habis. Tepat pada saat itu, Pak Sadiman berada di pintu dan pingsan. Setelah kejadian tersebut kaki kanan beliau sakit dan hanya dirawat dirumah saja oleh orangtuanya yang pada akhirnya mengakibatkan kakinya terkena virus polio. Peristiwa tersebut tidak membatasi Pak Sadiman untuk mengembangkan minatnya di bidang olahraga yaitu tenis meja.

Sebelum tergabung dalam tenis meja kategori difabel, Pak Sadiman berlatih tenis meja di kampung-kampung. Kemudian beliau mencoba untuk ikut dalam lomba-lomba tenis meja antar kecamatan dengan lawannya yang non-difabel dan seringkali mendapat juara 2 atau juara 3. Pada tahun 2006 Pak Sadiman mengikuti seleksi tenis meja kategori difabel se-Jawa Timur dan berhasil mendapat juara 2. Setelah kemenangan perdananya, beliau mengikuti beberapa lomba diantaranya Kejurprov (Kejuaraan Provinsi) mendapat juara 3 pada tahun 2021 dan PON (Pekan Olahraga Nasional) di Bandung pada tahun 2016 kategori difabel kelas lower. Selama Pak Sadiman menjadi atlet, beliau mengaku pernah mendapatkan ejekan dari teman sesama atlet perihal raket yang dimilikinya, atlet tersebut mengatakan jika raket milik Pak Sadiman cocok digunakan sebagai pengganjal pintu, “Terus terang, orang Bangkalan itu ininya bagus-bagus (sambil menunjuk raket) punya saya paling jelek sendiri, dulu menurut saya ini mahal, ini saya dulu belinya 3,5 juta kalo sekarang mungkin harganya 6 juta. Waktu itu ada yang ngomong gini, nom raket seperti punya samean itu kalo dirumah buat ganjele lawang, orang Bangkalan yang ngomong. Kemudian saya bantai, kan saya panas ya, punya dia sekitaran 25 juta tapi alhamdulillahnya saya menang waktu itu dapet juara 1, raket ganjel lawang saya menang, raket bagus kalah dengan ganjelnya lawang.” Tutur Pak Sadiman.

Meskipun sudah terdapat Undang-Undang dan Peraturan Daerah yang mengatur perihal perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang difabel, namun dalam kenyataannya masih banyak poin yang belum terealisasikan. Contohnya dalam Perda Kabupaten Jember Nomor 7 Tahun 2016 Pasal 126 ayat (1) yang berbunyi “Pemerintah Daerah mengkoordinasikan dan memfasilitasi pengembangan seni, budaya, dan olahraga bagi penyandang disabilitas”. Nyatanya hal ini belum dirasakan oleh Bapak Sadiman, terbukti dengan keterbatasan raket yang dimilikinya.

Karena keterbatasan raket yang dimiliki menyebabkan Bapak Sadiman menerima ejekan. Ejekan tersebut nyatanya tidak menghentikan tekadnya untuk mengembangkan potensinya. Dia justru semakin memotivasi diri untuk mencapai tujuannya yaitu memenangkan perlombaan dengan raket yang dimilikinya. Hal ini relevan dengan teori tindakan sosial yang dinarasikan oleh Max Weber dalam buku Sosiologi Berparadigma Ganda karya George Ritzer. Weber menjelaskan bahwa tindakan sosial adalah tindakan yang berorientasi pada tujuan atau motif dari aktor.

Max Weber menyebutkan ada empat kelompok tindakan sosial. Keempat jenis tindakan sosial itu adalah tindakan rasional instrumental, tindakan rasionalitas nilai, tindakan afektif, dan tindakan tradisional. Tindakan yang dilakukan oleh Pak Sadiman sesuai dengan tindakan rasional instrumental. Hal ini dikarenakan tindakan ini dilakukan aktor didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Berdasarkan realitas tersebut, Pak Sadiman secara sadar memilih untuk tetap semangat demi mencapai tujuannya dalam memenangkan perlombaan meskipun mendapat ejekan dari temannya. Ketersediaan alat yang dimiliki Pak Sadiman ialah raket yang beliau gunakan sebaik mungkin untuk mencapai kemenangan dalam perlombaan tersebut meskipun dari pemerintah sendiri tidak memberikan fasilitas berupa raket yang seharusnya menunjang performa Pak Sadiman sesuai dengan narasi yang ada dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 pada pasal 126 ayat (1).

Penulis:

Fillia Ardhin Hayyana 200910302112

Munika Duwi Anindia 200910302105

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun