Mohon tunggu...
Gebrina Raihan
Gebrina Raihan Mohon Tunggu... Mahasiswa - PSYCHOLOGY

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mempelajari Sejarah Tsunami Aceh 2004 pada Museum Tsunami

21 September 2023   08:30 Diperbarui: 21 September 2023   08:33 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Adat Aceh. Sumber: Gebrina Raihan

 Aceh adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang Ibu kotanya berada di Banda Aceh. Aceh terletak di ujung utara pulau Sumatera sekaligus Provinsi paling barat di kepulauan Indonesia. Aceh dikenal dengan nama "Serambi Mekkah" dikarenakan pengaruh agama dan budaya Islam yang kental dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh. 

Pada 26 Desember 2004, waktu menunjukkan hampir pukul 08.00 pagi di Aceh, ketika gempa mengguncang Tanah Rencong tersebut. Guncangan gempa dirasakan hingga 8 menit lamanya dan merobohkan sejumlah bangunan di Banda Aceh. Pusat gempa ada di dasar laut Barat Daya Sumatera atau 25 km lepas pantai barat Aceh. kekuatannya tidak kurang dari 9,15 Magnitudo. gempa terjadi karena dua lempeng besar yang berada di bawah kulit bumi yakni lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia yang saling bergerak dan berhimpit. Hal ini  menyebabkan gempa juga dirasakan oleh mereka yang tinggal di semenanjung Malaysia, Thailand, pantai timur India, Sri Lanka, Maladewa, bahkan sampai pantai Timur Afrika, meski dengan kekuatan yang berbeda-beda.

Di Indonesia, gempa paling kuat dirasakan oleh mereka yang mendiami Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Setengah jam setelah gempa terjadi dimana Aceh masih berbenah dan mengevakuasi korban, bencana lain pun datang melanda yaitu tsunami. Saat itu, warga Aceh rata-rata tidak mengetahui bahwa setelah gempa yang kuat dapat menyebabkan terjadinya tsunami, dimana masyarakat Aceh tidak segera menjauh dari laut. Inilah salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya korban jiwa di Banda Aceh. 

Di Banda Aceh, tinggi tsunami mencapai ketinggian 10 sampai 12 meter dan dalam sekejap air laut mengubah wajah Banda Aceh. Tsunami Aceh 2004, dicatat oleh sejumlah lembaga Internasional sebagai tsunami yang paling mematikan dalam sejarah. setidaknya 281.000 orang di tepian Samudera Hindia tewas atau hilang, diantaranya 108 korban di Maladewa, 35.322 korban di Sri Lanka, 16.279 korban di India, 74 korban di Malaysia, 8.212 korban di Thailand dan 221.000 korban ada di Indonesia.

Di Provinsi Aceh, korban terbanyak ada di Banda Aceh dengan jumlah 78.417 korban. Dibandingkan dengan jumlah penduduk saat itu, kota Banda Aceh kehilangan hampir sepertiga penghuninya karena tsunami. Selain korban jiwa, kerusakan juga terjadi di rumah penduduk, infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan dan sekolah serta hilangnya tempat usaha dan pekerjaan. Banyaknya korban jiwa di Banda Aceh terjadi karena masyarakat tidak segera menjauh dari pantai karena tidak mengetahui jika gempa yang kuat akan menimbulkan gelombang tsunami.

Masyarakat Aceh yang terkena bencana tsunami juga mengalami dampak psikologis seperti trauma, cemas, kesedihan yang mendalam, dan ketakutan akan dahsyatnya bencana tsunami yang telah terjadi. Namun, dengan sigap pemerintah dan badan kemanusiaan membangun Trauma Healing Center untuk korban dari bencana tsunami tersebut. 

Sedangkan dampak sosial yang terjadi pada masyarakat Aceh yang terkena bencana tsunami antara lain kehilangan mata pencaharian, kehilangan dukungan sosial, resiko gangguan perkembangan pada anak-anak, perubahan hubungan sosial dan perubahan fungsi keluarga dikarenakan hilangnya anggota keluarga seperti kehilangan orang tua yang membuat anggota keluarga lain yang harus menggantikan posisi orang tua tersebut. 

Oleh Sebab itu, dibangunlah museum tsunami untuk mengenang korban dari peristiwa tsunami Aceh 2004 sekaligus menjadi edukasi dan tempat evakuasi apabila terjadi kembali bencana tsunami tersebut. Karena seperti yang kita ketahui, siklus alam pasti akan terulang kembali. berikut adalah beberapa peninggalan sejarah dan gambaran kondisi tsunami Aceh 2004 pada museum tsunami:

  • Ruang Renungan

Ruang renungan. Sumber: Gebrina Raihan
Ruang renungan. Sumber: Gebrina Raihan

Ruang pertama setelah memasuki museum tsunami adalah ruang renungan. Ruang tersebut berupa lorong yang pencahayaannya minim dan remang remang, kedua sisi dinding menjulang tinggi dan mengalir air di kedua sisi dinding tersebut. Saat memasuki lorong tersebut yang akan didengar ialah suara air yang deras bergemuruh dan bergema. Ruang renungan ini memiliki filosofi bagaimana suara gemuruh air saat terjadinya tsunami Aceh pada 2004.

  • Memorial Hall

Memorial Hall. Sumber: Gebrina Raihan
Memorial Hall. Sumber: Gebrina Raihan
Setelah ruang renungan, ruang kedua yaitu Memorial Hall, ruang ini berisikan dokumentasi dan informasi bagaimana dahsyatnya bencana gempa dan tsunami Aceh dalam bentuk monitor yang ada di setiap batu. batu tersebut berjumlah 26 yang merujuk pada tanggal terjadinya tsunami Aceh, yaitu tanggal 26 Desember.

Memorial Hall. Sumber: Gebrina Raihan
Memorial Hall. Sumber: Gebrina Raihan
  • Lorong Kebingungan

Lorong kebingungan. Sumber: Gebrina Raihan
Lorong kebingungan. Sumber: Gebrina Raihan
Lorong kebingungan, adalah ruangan gelap yang memutar dan menanjak menuju cahaya yang berasal dari luar lorong. Ketika berjalan di lorong tersebut orang-orang didalamnya akan sedikit pusing karena kelokan lorong dan merasa bingung pada ujung dari lorong yang tidak kunjung sampai. Lorong ini menggambarkan bagaimana perasaan masyarakat Aceh yang kebingungan setelah terjadinya tsunami, masyarakat Aceh bingung kemana mereka mencari sanak keluarganya yang hilang, harta bendanya, serta tidak tahu akan berbuat apa setelah terjadinya bencana tersebut. 

Lorong kebingungan. Sumber: Gebrina Raihan
Lorong kebingungan. Sumber: Gebrina Raihan
  • Jembatan Perdamaian

Jembatan perdamaian. Sumber: Gebrina Raihan
Jembatan perdamaian. Sumber: Gebrina Raihan

 Setelah menelusuri lorong Kebingungan yang gelap dan berkelok, ruangan selanjutnya adalah jembatan Perdamaian. Filosofinya, masyarakat Aceh sebelumnya dilanda oleh konflik politik yang berkepanjangan dan tsunami sehingga membuat masyarakat Aceh dilanda kebingungan kemudian terbitlah cahaya berupa perdamaian masyarakat Aceh. Di langit-langit jembatan terdapat bendera-bendera yang bergantung dan bertuliskan kata "damai" di berbagai bahasa. Selain itu, batu-batu yang berada di sekeliling kolam di bawah jembatan Perdamaian memiliki makna jumlah negara yaitu 54 negara dari Asia hingga Eropa yang membantu membangun Aceh usai terjadinya bencana Tsunami Aceh.

  • Ruang Bioskop

Bioskop pada Museum tsunami. Sumber: Gebrina Raihan
Bioskop pada Museum tsunami. Sumber: Gebrina Raihan

Ruang selanjutnya adalah ruang bioskop yang menampilkan sejumlah informasi, dokumentasi dan penjelasan berupa video mengenai Provinsi Aceh sebelum tsunami, penyebab gempa Aceh, negara-negara yang terkena dampak tsunami, jumlah korban, kerusakan yang terjadi, upaya rehabilitasi, rekonstruksi yang terjadi setelah bencana, dan penyebab pulau Simeulue tidak banyak memakan korban jiwa saat tsunami terjadi walaupun pulau tersebut lebih dekat dengan pusat gempa.

  • Rumah Adat Aceh

Rumah Adat Aceh. Sumber: Gebrina Raihan
Rumah Adat Aceh. Sumber: Gebrina Raihan

 Rumah Aceh setiap sisi dari bangunannya memiliki filosofinya tersendiri, saat terjadinya gempa dan tsunami, rumah Aceh tersebut tidak roboh dikarenakan konstruksinya yang kokoh dan tahan terhadap gempa, rahasia kokohnya rumah Aceh ada di tiang penyangga atau pasak sebagai pengait yang membuat rumah tersebut dapat kokoh berdiri walaupun sudah diterjang tsunami pada 2004 silam. sayangnya, di jaman sekarang sudah sangat jarang dan sulit untuk menemukan rumah Aceh sebagai kediaman warga yang masih berdiri di Tanah Rencong tersebut.

  • Kapal Apung

Kapal apung. Sumber: Gebrina Raihan
Kapal apung. Sumber: Gebrina Raihan

Berikut adalah Monumen Kapal PLTD Apung yang menjadi saksi bisu dahsyatnya bencana tsunami pada 2004 silam, yang dapat menyeret kapal yang sangat besar dan berat dengan pembangkit listrik sejauh 3 kilometer yaitu ke tengah kota banda Aceh. 

Dari peninggalan sejarah tsunami Aceh diatas, kita dapat mengetahui bahwa tsunami di Aceh amat sangatlah dahsyat dan memakan korban yang banyak pula dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat Aceh mengenai tsunami. Maka dari itu, kita dapat mulai belajar untuk mempersiapkan diri dari bencana yang akan datang. pengetahuan sejak dini dan diberikan dari generasi ke generasi sangat membantu meminimalkan korban jiwa yang berjatuhan. seperti yang kita ketahui, siklus alam pasti akan terulang kembali. dengan demikian, pembekalan dari sekolah-sekolah berupa simulasi bencana atau penyuluhan  dan dari keluarga sangat diperlukan agar masyarakat aceh dapat mempersiapkan dirinya pada bencana yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun