Ada pepatah mengatakan: dimana langit dijunjung disitu bumi dipijak. Pepatah ini yang mengajarkan kami bagaimana mengatasi suatu "problem" jika semboyang yang kami anut terutama Pa'an Olo Igur Muzi tidak dijankan oleh semua pihak dalam hidup mereka atau jika berhadapan dengan budaya lain yang menuntut kami agar lebih peka dari apa yang kami rasakan dalam mengedepankan kesetaraan antara satu dengan yang lain baik yang tua, mau pun yang muda. Terutma yang menjadi masalah adalah soal bahasa dan nada yang diungkapkan oleh kami dalam berinteraksi dengan orang-orang di pulau Jawa tempat kami beromisili sekarang.
Ada pun beberapa solusi umum yang kami ambil dan lakukan adalah sebagi berikut:
Menanamkan  sikap toleransi dengan baik agar tidak menimbulkan kesenjangan antara satu dengan yang lain. Misalnya dalam berinteraksi berusahalah untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan berusaha untuk beriteraksi lebih duluh sebelum lawan bicara. Selain itu berusaha agar secara terus menerus meberikan bahasa tubuh yang rama terhadap orang yang kita jumpai salah satunya ialah memberikan senyum atau sapa; selamat pagi atau siang dan malam.
Hal di atas menurut kami menjadi solusi yang umum karena biar bagaimana pun bahasa Indonesia menjadi bahasa pemersatu dalam setiap aspek hidup agar menyatukan dimensi perbedaan untuk memperolah kesatuan yang utuh yaitu kebersamaan yang harmonis. Di sisi lain kami juga secara terus menerus belajar untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan setempat dengan bertanya atau belajar keapada orang-orang terdekat misanya; dari karyawan-karyawati yang bekerja di Biara untuk mengali informasi tentang kehidupan mayarakat di Jawa, lalu belajar dari situasi sosial, dan lingkungan hidup yang menjadi refrensi utama untuk mengetahui budaya orang lain secara lebih jauh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H