Mohon tunggu...
Kaka Geb
Kaka Geb Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Pencinta Kopi, Puisi dan Senja_

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Titik Akhir

5 Februari 2018   17:26 Diperbarui: 6 Februari 2018   01:07 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.iphoneographycentral.com

Sebab dikau aku teringat rupa

sekaligus ceria warna langit.

Serupa garis-garis tangan yang mengingatkanku

bahwa hidup tak sebatas takdir.

Subuh dan tubuhmu adalah seikat kisah

yang diceritakan saat senja

kepada malam.

Kepada binar bintang dan lampu jalan tak sempurna.

Sampai redup cahaya bulan.

Dan kau adalah cahaya bianglala

yang terikat janji serpihan hujan.

Suaramu ibarat gema sangkakala

yang di tiup gembala di padang dan oase. Memanggil dan mencariku.

Aroma nafasmu adalah harga yang terbayar di atas ranjang panjang sepanjang jalan.

Sampai akhirnya kau menyadari

bahwa yang mundur pasti gugur,

dan yang terus maju pasti laju.

(Malang, 16:45--05/02/2018)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun