Ia berdiri terpaku di sana,
sesekali ia menengadah pada lonceng yang menggantung di puncak gereja.
Dalam diam seakan penuh seribu sesal,
tak hirau burung-burung menari dan bernyanyi di atas puncak menara lonceng gereja.
Murung raut wajahnya,
ia melipat tangan kanannya tepat di dada,
seakan memeluk ribuan nista yang kini jadi sesal.
Tangan kirinya menopang di dahi,
dengan tatapan menunduk menikam tanah.
Di sana, di dekat gerbang gereja.
Gadis paruh baya itu,
berdiam diri menghitung dosa masa lalu yang telah sesal.
Tinggallah niat dan tanya yang melingkar di ubun-ubun dan rongga dada.
Berharap ia masih punya ribuan detik tuk mengubah masa lalu yang suram.
Tak hirau seribu hujat menghujam.
Hanya niat yang apakah sungguh,
tuk mengubah sesal yang tinggal ditangisinya_
Malang, 27 Agustus 2017|09:46
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H