Tujuan dibentuknya hukum Internasional adalah untuk menjaga stabilitas dan kedaulatan negara. Dalam problematika kasus Al-Adsani vs Pemerintah Kuwait sangat mencuri atensi sebab berkenaan dengan hak asasi manusia. Al-Adsani mengklaim bahwa dirinya menjadi korban penyiksaan oleh pihak berwenang Kuwait. Motif dari penyiksaan tersebut diduga balas dendam akibat konflik pribadi dengan seorang anggota keluarga kerajaan Kuwait. Al-Adsani merupakan warga negara Inggris yang secara otomatis Inggris memiliki yurisdiksi untuk warga negaranya. Namun pada kenyataannya, Inggris menolak aduan/klaim Al-Adsani dengan berlandaskan pada State Immunity, yang melindungi negara asing dari gugatan di pengadilan domestik Inggris. Karena Inggris mengklaim bahwa penyiksaan tersebut merupakan tindakan negara (jure imperii) dan bukan tindakan pribadi sehingga Kuwait memiliki imunitas pada kasus ini.
Sudah sangat jelas bagaimana Inggris mengambil sikap yang lebih mendukung prinsip kedaulatan negara (sovereignty of states) daripada menegakkan hak asasi manusia. Beberapa dugaan intervensi Inggris dalam kasus ini meliputi:
1. Keengganan Mengorbankan Hubungan DiplomatikÂ
Inggris memiliki hubungan diplomatik dan ekonomi yang erat dengan Kuwait, terutama setelah Perang Teluk. Penolakan kasus Al-Adsani di pengadilan Inggris bisa jadi merupakan cara untuk menghindari ketegangan diplomatik dengan Kuwait.
2. Pengaruh dalam Keputusan Pengadilan
Pengadilan Inggris diduga berada di bawah tekanan tidak langsung untuk mempertahankan hubungan baik dengan Kuwait dan menghindari pelanggaran norma internasional terkait kekebalan negara.
3. Kekebalan Negara Sebagai Dalih
Inggris mungkin menggunakan prinsip kekebalan negara untuk menghindari preseden yang dapat memperumit hubungan dengan negara-negara lain, terutama terkait tuduhan pelanggaran hak asasi manusia.
Hal ini menunjukkan bagaimana Inggris sangat mengesampingkan hak warga negaranya dengan lebih mementingkan hubungan diplomatik dibanding memberi keadilan kepada Al-Adsani. Karena sudah sangat jelas bahwa Al-Adsani disiksa dan kebijakan Inggris yang menolak klaim Al-Adsani sangat perlu dipertanyakan. Keputusan Inggris untuk menolak klaim Al-Adsani adalah hasil dari konflik antara prinsip kedaulatan negara (state sovereignty) dan perlindungan hak asasi manusia (human rights). Meskipun Inggris mengakui pentingnya hak asasi manusia, mereka lebih memilih untuk mematuhi prinsip kekebalan negara, yang dianggap sebagai landasan hubungan internasional. Ini mencerminkan dilema hukum internasional dalam menyeimbangkan dua prinsip yang sering kali bertentangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H