Belakangan ini lebih sering kali mendengar cerita kalo beberapa orang ditawari kerjaan meliput pertandingan yang belum pernah mereka tau. Belum pernah punya pengetahun sama sekali lebih tepatnya. Mendenger hal ini saya kadang cuma mbatin, rejeki orang beda-beda yak. Hahahaaa. Saya yang katakanlah sedikit tau tentang hal tersebut meski dibilang juga banyak tau tapi belom pernah ada tawaran yang datang. Entahlah. Mungkin radar saya kurang terbaca kali ya. Jaaaaaauuh sekali dari pantauan.
“Bisa saja memang belum rejeki saya. Belum waktunya. Tuhan punya rencana yang lebih indah buat saya. Tuhan tau mungkin sekarang hal ini belum jadi rejeki saya.”
Saya sudah suka basket sejak IBL 2007. Bahkan hingga akhirnya berganti NBL pun saya terus mengikut beritanya. Sampai hari ini kemabli lagi ,menjadi IBL saya masih setia menonton tanpa terkecuali. Hingga mimpi kecil saya sejak SMA bisa berjumpa Mario Wuysang, Kelly, Denny Sumargo, pelan-pelan teruwujud. Terlalu panjang jika saya kembali mengulas kisah itu. Jika masih penasaran bisa baca cerita-cerita saya sebelumnya di geelottus.blogspot.com/basketball.
Hingga ada pertanyaan muncul, “sampai kapan”. Yaaa mau sampai kamu selalu menonton basket. Bela-belain ke GOR Sritex, jauh-jauh ke DBL Arena, ke GOR Kertajaya, berkunjung ke GOR C’tra Arena saat ke Bandung. Pulang –pulang hanya mendengar nada sumbang dari keluarga bahwa saya terlalu berlebihan sampai bela-belain jauh-jauh dari Jogja hanya menonton basket. Sedih sih. Mungkin dari sekian banyak fans fanatik, saya salah satunya yang tidak didukung keluarga. Hahahaaa.
Bisa dikatakan saya bukanlah termasuk fans fanatik yang setiap mereka bertanding di kota A, selalu datang. Di kota B, hadir. Pokoknya, mau kemana mereka tanding selalu datang. Terus terang saya ga bisa. Bukan apa-apa. Siapa saya? Siapa yang mau membayari terlebih saya sulit sekali mendapat izin untuk menonton jika diluar kota. Bangga sih rasanya jika kemana-mana bisa hadir, plus makin dekat pula dengan idola, makin dikenal juga. Tapi apa daya, saya hanya anak yang ingin berbakti kepada orang tua.
Lalu pertanyaan selanjutnya setelah sampai kapan, apa sih yang bisa kamu ambil, apa manfaat buat dirimu sendiri jadi fans, selain untuk bertemu idola dan berfoto bersama? Sepertinya gak ada. mungkin ada, namun manfaatnya tidak langsung terasa. Lalu apa kontribusi lain jika tidak jadi fans? Yang paling mungkin, saya jadi jurnalis. Yaaa meski masih abal-abal. Jadi fans lalu akhirnya memilih jadi jurnalis memang ga mudah. Meski saya banyak taupun, saya masih ga paham bagaimana cara menulis atau meliput sebuah pertandingan. Terbisa menulis artikel berita sosial dan politik membuat saya tidak punya pengalaman sama sekali menulis berita olahraga.
Saat seri Jogja kemarin, saya berkesampatan bisa sedikit tau “di belakang layar” back stage. Mempunyai kartu press menjadi previledge bisa mondar-mandir disekitar ruang ganti pemain. Mengetahui cara wartawan menunggu pelatih, pemain, menyusun pertanyaan dan segala ekspresi pemain usai pertandingan. Meski sedikit, namun belum bisa membuat saya dipercaya menulis. Heheee. jam terbang saya menulis artikel olahraga terbilang masih 5%. Jaaauh sekali. Seperti yang saya bilang diatas, mungkin belum waktunya. Belum rejeki saya untuk mendapat kesempatan yang lebih besar. Belum waktunya saya belajar banyak bagaimana cara menulis yang baik dan benar. Meski gak tau waktunya kapan, yang harus lakukan hanya terus menulis dan menulis. Sembari menunggu celah kesempatan yang ada. Jika akhirnya kesempatan ikut akhirnya datang, tentu tidak akan saya sia-siakan.
Wish me luck!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H