Mohon tunggu...
Gde Wisnaya Wisna
Gde Wisnaya Wisna Mohon Tunggu... -

Punya hobi menulis dan membaca. Pekerjaan : wiraswasta.

Selanjutnya

Tutup

Money

Layakkah PLTN di Indonesia ?

18 Maret 2011   08:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:41 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gempa dahsyat berkekuatan 8,9 skala richter yang mengguncang Jepang hari Jumat lalu (11 Maret 2011), disusul dengan tsunami telah membuat Negara Sakura tersebut berada dalam krisis yang dalam. Berbagai fasilitas hancur mulai dari kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan pertanian, pelabuhan , bandarasampai ke Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Korban jiwa sementara ini sudah diperkirakan mencapai lebih dari 10.000 orang dan puluhan ribu lainnya masih dinyatakan hilang. PM Jepang, Naoto Kan mengakui bencana yang dihadapi Jepang kali ini adalah bencana paling buruk sejak berakhirnya Perang Dunia II. Para pemimpin dunia lainnya juga mengakui, bahwa bencana Jepang ini akan berdampak pula kepada negara-negara lain. Hal ini tidak dapat dihindari mengingat Jepang adalah negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ke 3 di dunia setelah Amerika Serikat dan RRC. Keterkaitan ekonomi Jepang dengan seluruh negara di dunia akan menyebabkan situasi ekonomi global akan terpengaruh.

Energi Nuklir

Selain masalah ekonomi, dunia akan menghadapi masalah baru sebagai akibat bencana ini. Masalah tersebut adalah masalah energi nuklir. Kekhawatiran masyarakat dunia kembali menyeruak terhadap keamanan pemanfaatan energi nuklir untuk pembangkitan listrik. Ini dipicu oleh meledaknya dua reaktor nuklir pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Jepang yang berlokasi di Fukushima. Radiasi nuklirpun tidak dapat dihindarkan memancar dari reaktor tersebut. Dikhabarkan sudah sebanyak 22 Orang pekerja disana yang kena radiasi nuklir. Bahkan sebanyak 190 penduduk yang tinggal dalam radius 10 km dari pusat radiasi itu sudah terpapar radiasi. Kepanikan kini melanda Jepang sebagai akibat potensi ancaman radiasi nuklir yang meluas. Hembusan angina akan berkontribusi menyebarkan maut radiasi. Badan Energi Atom International (IAEA) menyebutkan bahwa pemerintah Jepang telah mengevakuasi 210 ribu penduduk yang tinggal dalam radius 20 km sekitar reactor nuklir Fukushima.

Kepanikan melanda Tokyo karena jarak Tokyo dengan reactor nuklir yang meledak tersebut hanya sekitar 120 km. Hembusan angin akan membawa radiasi tersebut memasuki Tokyo. Beberapa expatriate (tenaga asing) berbondong-bondong meninggalkan Tokyo. Dan banyak negara telah melarang warganya terbang ke Tokyo. Radiasi nuklir ini bahkan telah terdetekksi pada jarak 96 km dari pusat reaktor oleh sebuah helicopter, sebagaimana dilaporkan Pentagon.

Kejadian di Jepang ini tentu akan menghidupkan kembali diskusi pro-kontra pembangunan PLTN di berbagai Negara termasuk di Indonesia. Perdebatan tentang perlukah Indonesia memiliki PLTN memang sudah sangat lama dan cenderung timbul tenggelam. Yang pro PLTN Indonesia cukup banyak karena memang PLTN memiliki beberapa keunggulan mencolok. Tetapi yang kontra pun tidak kalah banyaknya karena resiko PLTN sangat besar. Di tengah derasnya penolakan PLTN, bahkan sejak tahun 1975, BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional) telah menetapkan Semenanjung Muria di Jawa Tengah sebagai lokasi PLTN pertama di Indonesia. Lokasi ini dianggap aman untuk PLTN karena jauh dari ancaman gempa maupun bencana alam. Namun kontra yang sangat kuat menyebabkan pembangunan PLTN di lokasi ini mengalami kegagalan. Kita ketahui Gus Dur, Presiden RI yang ke 4, jelas-jelas menentang rencana PLTN di Gunung Muria dan meminta agar PLTN ditempatkan pada suatu pulau yang terpisah. Almarhum Gus Dur memberi jalan tengah dengan mengusulkan Pulau Karimunjawa sebagai lokasi yang lebih layak untuk PLTN bila Indonesia ingin membangunnya. Alasannya, Pulau Karimunjawa terpisah dari Pulau Jawa, sehingga bila terjadi kebocoran radioaktif akan segera bisa diisolasi disana dan dampaknya pada penduduk yang padat di Jawa dapat dihindari. Bila pemerintah tetap ngotot menempatkan PLTN di Semenanjung Muria, ketika itu Gus Dur secara terbuka mengatakan akan mogok makan di Muria. Barangkali ciut dengan gertakan tersebut, BATAN mencari lokasi lain. Kini BATAN menoleh ke Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Berbagai persiapan dimulai oleh BATAN mewujudkan PLTN pertama di Indonesia. Menurut Kepala BATAN, Hudi Hastowo,selama 3 tahun kedepan (2011-2013) dialokasikan Rp. 159 milliar untuk studi kelayakan PLTN.Ambisi besar sedang dicanangkan, yaitu PLTN Babel akan berkapasitas 18.000 MW untuk melayani kebutuhan listrik seluruh Sumatra dan Jawa. Pemprov Babel pun sudah menyiapkan lahan 1.500 hektar.

Rawan Bencana

Tapi sekarang dengan situasi yang terjadi di Jepang, sebuah pertanyaan penting patut dikaji : Layakkah Indonesia memiliki PLTN ? Kepulauan Indonesia memiliki karakteristik yang mirip dengan Kepulauan Jepang, yaitu wilayah yang rawan bencana alam. Hal ini sudah terbukti dalam tahun-tahun terakhir. Berbagai bencana alam menimpa Indonesia seperti gempa disertai tsunami, gunung Merapi meletus dan bersamaan dengan itu banyak gunung berapi masih aktif. Pusat gempa ada dibanyak titik di Indonesia. Deretan gunung berapi yang berbaris dari Sumatera , Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa sampai ke Kepulauan Maluku merupakan cincin api (ring of fire). Sejauh ini ilmu pengetahuan belum mampu memprediksi kejadian gempa. Jepang sebagai negara dengan kemajuan teknologi yang tinggipun tetap saja kecolongan . Kapan terjadinya gempa nampaknya masih menjadi domain Tuhan.

Keraguan kita untuk meluluskan PLTN di Indonesia juga berdasarkan lemahnya disiplin bangsa Indonesia. Padahal PLTN menuntut penerapan disiplin yang tinggi. Security first menjadi jargon yang tidak bisa ditawar. Kita menyaksikan bangsa Jepang yang sangat disiplinpun dan dengan kepakaran pengetahuan mereka dibidang Nuklir tetap saja masih terjadi kepanikan.

Dan terakhir, bila terjadi bencana berupa meledaknya PLTN seperti di Chernobyl Rusia, Three Mile Island AS dan Fukushima Jepang, maka dampaknya luar biasa. Ratusan ribu orang akan menjadi korban radiasi. Tidak hanya manusia, tetapi juga binatang dan tumbuh-tumbuhanpun akan kena radiasi. Recoverynya akan membutuhkan waktu panjang.

Jadi, kita perlu mengevaluasi rencana PLTN di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun