Mohon tunggu...
GdeMahartaPutra
GdeMahartaPutra Mohon Tunggu... Seniman - SMA

Saya senang bermain musik

Selanjutnya

Tutup

Music

Ansambel Alat Musik Tiup yang Tak Henti Berbunyi Sejak Tahun 2000

17 September 2024   14:26 Diperbarui: 17 September 2024   14:33 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kolese Kanisius Jakarta, sebagai salah satu sekolah terkemuka di Indonesia, memiliki reputasi unggul tidak hanya dalam bidang akademik, tetapi juga dalam pengembangan karakter dan bakat siswa melalui berbagai kegiatan seni dan olahraga dalam berbagai acara sekolah, komunitas, dan tentunya ekstrakurikuler. Salah satu ekstrakurikuler ternama yang telah menciptakan sejarah yang sangat panjang adalah Canisius Wind Ensemble (CWE). Ekskul ini telah memberikan dampak besar bagi siswa, sekolah, bahkan masyarakat luas. CWE kini telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sekolah dan terus berkembang secara bertahap.

Awal mula CWE

CWE awalnya dikenal dengan nama Fanfare, yang berarti komposisi musik pendek dengan suasana semangat yang umumnya dimainkan dengan alat musik dari tembaga (brass) seperti trumpet, trombone, french horn, dan tuba. Terbentuknya Fanfare ini tidak lepas dari inspirasi Pater E. Baskoro Poedjinoegroho, SJ, yang melihat potensi besar dari musik tiup setelah menyaksikan penampilan Wacana Bhakti Orchestra dari Kolese Gonzaga. Namun, Pater Bas menginginkan sesuatu yang berbeda dari format orkestra tradisional maupun marching band. Maka, pada Agustus 2000, lahirlah Fanfare dengan format symphonic band, sebuah ansambel musik tiup yang terdiri dari anggota instrumen woodwind, brass, dan perkusi.

Pada awal berdirinya, Fanfare bertujuan untuk mengisi kekosongan dalam bidang musik tiup di Kolese Kanisius, yang pada saat itu hanya memiliki paduan suara dan ansambel gitar. Terbentuk sebagai bagian dari upaya sekolah untuk mendukung pengembangan siswa di bidang non-akademik, Fanfare dengan cepat menarik perhatian, baik dari kalangan siswa maupun publik. Penampilan pertamanya di acara-acara internal sekolah, seperti CC Edufair dan upacara 17 Agustusan mendorong Fanfare untuk dikenal sebagai ansambel yang berpotensi besar.

Tepat pada 17 Juni 2004, Fanfare resmi berganti nama menjadi Canisius Wind Ensemble (CWE). Perubahan ini tidak hanya sekadar mengganti nama, tetapi juga menandai era baru bagi ekskul musik tiup ini. Peresmian nama baru tersebut dilakukan oleh Pater Rektor Aziz Mardopo, SJ, bersama dengan Pater E. Baskoro P. SJ. Acara ini dirayakan dengan sebuah konser kecil di aula lantai 4 SMA Kolese Kanisius yang turut dihadiri oleh delegasi dari Istana, orang tua murid, dan perwakilan dari sekolah-sekolah sekitar.

Era baru CWE menjadi simbol dari ketekunan, dedikasi, dan semangat para siswa Kolese Kanisius. CWE telah menjadi bagian penting dari identitas sekolah, mengajarkan nilai-nilai kerja keras, disiplin, dan kerjasama kepada setiap anggotanya. Dengan terus berinovasi, CWE akan mampu melahirkan individu-individu yang tidak hanya berbakat dalam bermusik, tetapi juga memiliki karakter unggul yang siap berkontribusi bagi masyarakat luas.

Dalam perjalanan kariernya, CWE telah melalui berbagai pergolakan. Di awal 2000-an, CWE sempat menghadapi tantangan dengan jumlah anggota yang sangat terbatas. Pada satu masa, anggotanya bahkan kurang dari 20 orang. Namun, semangat yang kuat dari para anggota serta dukungan penuh dari sekolah dan alumni membuat CWE terus bertahan. Hingga saat ini, CWE telah berkembang pesat dengan keanggotaan yang hampir mencapai 40 siswa, serta terus mempersembahkan penampilan-penampilan berkualitas.

Prestasi-prestasi CWE

Seiring berjalannya waktu, CWE semakin mengangkat posisinya sebagai salah satu ansambel musik tiup di Indonesia yang beranggotakan siswa SMA. Prestasi demi prestasi berhasil diraih oleh CWE, mulai dari penampilan di acara-acara sekolah hingga undangan untuk tampil di panggung nasional dan internasional. Salah satu penampilan paling berkesan adalah pada 17 Agustus 2004 di Istana Negara, di mana CWE berkolaborasi dengan Persevera untuk mengiringi makan malam kenegaraan pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri.

Tidak hanya itu, CWE juga aktif dalam berbagai acara seni budaya, seperti penampilan di Art and Culture Exhibition yang diadakan oleh Departemen Kebudayaan Jakarta pada tahun 2005. Pengalaman tampil di panggung besar seperti Plaza Semanggi dan kolaborasi dalam berbagai acara penting lainnya, seperti Canisius Art Blast dan Solidarity Concert di Surabaya, semakin memperkaya perjalanan CWE.

Selain itu, CWE juga sering berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sekolah seperti POR CC (Pekan Olahraga Kanisius) dan CC CUP, di mana mereka memberikan nuansa musik tiup yang mendukung semangat kompetisi. CWE bahkan menjadi bagian dari perayaan Andreas Parish Anniversary pada tahun 2006, menunjukkan bahwa mereka tidak hanya aktif di acara sekolah, tetapi juga dalam kegiatan-kegiatan masyarakat.

Tantangan-tantangan yang dihadapi CWE

CWE terus berinovasi dalam mengatasi berbagai tantangan dunia terutama pada masa pandemi. Melalui perkembangan digital pada masa pandemi, CWE telah memanfaatkan media sosial untuk memperluas jangkauannya. Hal ini memungkinkan mereka tidak hanya dikenal di kalangan internal, tetapi juga di luar lingkungan Kolese Kanisius. Keterlibatan aktif di platform digital ini sangat membantu dalam memperkenalkan kedisiplinan bermusik siswa-siswa yang tergabung CWE sehingga mendorong banyak generasi muda agar memiliki keinginan mendaftar dan bergabung dalam keluarga Kolese Kanisius.

Saya sendiri merupakan anggota CWE yang memegang alat musik alto saxophone. Saya merupakan section leader di tim saxophone. Tim saxophone terdiri dari alto saxophone, tenor saxophone dan baritone saxophone. Hampir mayoritas anggota CWE berasal dari angkatan saya saat ini yaitu angkatan CC'25 yang pada tahun 2025 nanti akan lulus. Hal yang dikhawatirkan adalah setelah angkatan CC'25 lulus, jumlah anggota CWE akan menurun secara drastis. 

Menurut pengamatan saya, penampilan-penampilan CWE saat ini sedang kurang baik karena tidak semua anggota mau mempersiapkan diri dan mau berlatih di rumah sebelum berlatih bersama di sekolah. Mengulik sebuah atau beberapa lagu di sekolah secara individu saat latihan bersama hanya akan membuang waktu tim CWE. Apalagi, terdapat beberapa anggota CWE yang tidak bisa membaca not balok sehingga membutuhkan waktu lama untuk memahami partitur. Akibatnya, durasi latihan menjadi panjang, pelatih kewalahan, konduktor sulit untuk mengatur, dan pada akhirnya kurang kompak saat hari penampilan. 

Saya paham bahwa seorang Canisian sangat sibuk dengan berbagai urusan sekolah. Namun, apabila kita sudah memilih ekskul sesuai dengan keinginan kita, maka kita harus punya komitmen dan fokus dengan apa yang sudah kita pilih, dengan begitu, tim CWE semakin baik dan kompak dalam bermusik. Menurut saya, anggota-anggota CWE harus menyempatkan waktu setiap hari untuk berlatih secara rutin walaupun hanya sebentar, dibandingkan latihan dengan waktu yang lama, tetapi tidak rutin.

Berada di tim CWE seperti berada dalam program "Team Building", di mana antara ketua, wakil dan anggota harus bekerja sama dengan baik. Orang yang individualis hanya akan merugikan sebuah tim. Ketua harus mampu mengatur anggotanya tetapi bukan dengan cara memerintah tetapi dengan cara memberi contoh. Anggota yang satu dengan anggota yang lain harus mampu menerima masukan dari anggota yang lain. Hal-hal dasar dalam kerjasama tim harus dilakukan. Kerjasama tim yang sempurna pasti akan membawa perubahan maksimal dalam CWE.

Tahun ini adalah tahun terakhir saya di CWE. Selama 5 tahun tersebut, saya merasakan berbagai pergolakan dalam menghadapi berbagai tantangan seperti tantangan masa pandemi maupun tantangan bergantinya anggota setiap tahun. Saya hanya bisa berharap di tahun terakhir saya ini, CWE mau dan mampu berubah ke arah yang baik. Komitmen dan fokus menjadi kunci satu-satunya untuk berubah.

Menuju masa depan, CWE akan lebih banyak menghadapi tantangan dalam mempertahankan kualitas dan eksistensinya di tengah perkembangan teknologi dan minat generasi muda. Namun, dengan komitmen yang kuat dan visi yang jelas, CWE dapat mengembangkan potensi untuk terus berkembang dan memperkuat kolaborasi dengan berbagai organisasi yang aktif dalam dunia musik di Indonesia maupun dari luar negeri. Sebagai warisan yang berharga dari Kolese Kanisius, CWE diharapkan terus menjadi wadah bagi para siswa untuk mengembangkan bakat dalam musik dan menjadi contoh inspiratif bagi generasi-generasi berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun