Sebagai manusia, banyak hal yang tidak dapat diketahui secara pasti. Jangankan soal kehidupan yang akan datang, apa yang akan terjadi lima menit dari sekarang pun masih merupakan misteri. Begitu rapuh dan tidak terduganya kehidupan seorang manusia.
Di sisi lain, kita sebagai manusia, selalu ingin memiliki kehidupan yang serba pasti. Kepastian akan masa depan, kepastian bahwa semua rencana yang telah dibuat bisa terwujud, dan lain sebagainya.
Dua kutub yang berbeda ini suatu saat akan bertemu pada satu titik dimana semua kepastian yang telah dibuat ternyata gagal total.
Apabila kita sudah paham dan mengerti bahwa seperti itulah kehidupan tentu tidak akan berlama-lama terlarut dalam rasa gelisah dan kembali bangkit.
Tetapi apabila kita termasuk tipe orang yang susah menerima kenyataan bahkan cenderung menyalahkan diri sendiri atas semua kegagalan, ceritanya tentu akan berbeda.
Mungkin seolah bisa bangkit dan meneruskan kehidupan tetapi secara mental dan kejiwaan masih belum bisa melepaskan diri dari akibat yang timbul dari kegagalan itu.
Akibatnya, kita akan jatuh ke dalam pola pikir overthinking. Selalu memikirkan segala hal akan berakhir buruk dan berusaha menghindarinya. Pikiran ini biasanya tidak memiliki batas, sehingga tidak heran, hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan pun akan tetap masuk dalam pikiran dan pertimbangan.
Jika pola seperti ini terus menerus dibiarkan bahkan dianggap biasa bisa menyebabkan kehilangan fokus dan penilaian yang objektif terhadap keadaan sekitar.
Sehingga akan timbul asumsi, tidak berani mengambil resiko, mudah curiga, hidup dalam ketakutan dan perasaan negatif lainnya.
Dengan kata lain, dengan membiarkan overthinking menguasai pola pikir kita sesungguhnya kita sudah melakukan kekerasan kepada diri sendiri.