Menjadi tukang cukur rambut pada saat mewabahnya virus corona memang tidak mudah. Padahal sebelum virus ini merajalela profesi ini cukup menjanjikan. Buktinya, banyak sekali bertebaran salon atau barbershop dimana mana, mulai dari mal di pusat kota sampai pemukiman padat penduduk di pinggiran kota.
Apalagi saat ini para pria mulai memperhatikan penampilannya. Tidak heran, kebutuhan akan barbershop atau salon khusus pria semakin besar.
Kalau dulu, sebelum menjamurnya barbershop dimana mana, para pria sepertinya enggan melakukan perawatan rambutnya di salon karena salon diidentikkan dengan wanita tapi kini anggapan itu sudah tidak berlaku lagi dengan tersedianya barbershop yang memang ditujukan untuk perawatan rambut pria.
Tetapi saat ini, salon dan barbershop sama sama mengalami masa yang sulit, seperti kegiatan perekonomian yang lain, imbas wabah corona juga mereka rasakan.
Turunnya para pemakai jasa salon atau barbershop bisa sampai 80-90 persen. Kalau di mal hitungannya beda lagi, bisa sampai 100 persen karena pengaruh tutupnya layanan mal yang hanya dikecualikan untuk supermarket dan perbankan.
Pak Darma, sebut saja namanya demikian, adalah seorang bapak dua anak yang berprofesi sebagai tukang cukur rambut di sebuah salon dalam mal di bilangan Jakarta Selatan.
Sudah sepuluh tahun lebih Pak Darma menekuni pekerjaan tersebut dan saat ini hampir 2 minggu salon tempat ia bekerja tutup dan itu berarti Pak Darma tidak berpenghasilan.
Suatu sore, teman saya mengusulkan untuk memanggil Pak Darma ke rumah untuk merapikan dan menggunting rambut, satu hal yang memang tidak kami lakukan saat ini mengingat kemungkinan terjadinya resiko penularan virus di dalam ruangan kecil ber AC dalam sebuah salon atau barbershop. Kamipun setuju dengan usul tersebut, rambut tetap harus tertata rapi meski dalam masa pendemi.
Setelah melakukan janji, Pak Darma akhirnya datang sambil membawa peralatan nya dan bermasker. Kami pun melakukan kegiatan pemotongan rambut tersebut di belakang halaman rumah yang terbuka. Dengan cekatan, Pak Darma mulai melakukan tugasnya.
"Baru hari ini saya mendapat pemasukan setelah dua minggu kosong," curhat Pak Darma sambil memotong rambut.
Seketika saya terbayang istri dan dua anak Pak Darma yang tetap harus diberi makan, belum lagi kebutuhan lain yang memang harus terus berjalan, sementara Pak Darma tidak ada usaha apapun selain menjadi tukang cukur.
Tidak berapa lama kemudian, tugas Pak Darma berakhir. Ia berseri seri karena selain saya ada beberapa orang lain yang dipotong rambutnya oleh Pak Darma, tentunya dengan tetap memperhatikan social distancing. Lumayan bisa membantu sedikit untuk kebutuhan ekonomi Pak Darma.
Pak Darma adalah salah satu dari sekian banyak tukang cukur yang terkena dampak ekonomi dari wabah virus corona namun Pak Darma tidak menggerutu atau protes sana sini karena Pak Darma tahu bahwa semua merasakan dampaknya, semua merasakan susahnya.
Pak Darma tentu ingin semua ini berakhir secepat mungkin dan keadaan menjadi seperti sedia kala. Ini juga harapan dari kita semua namun harapan ini tidak akan terjadi tanpa adanya peran serta semua pihak, karena sesungguhnya kita semua adalah korban dari virus kecil yang bernama corona.
Karena jika karena virus ini kita malah saling menyalahkan, saling curiga, saling membenci, tidak peduli, bahkan merancangkan agenda tersendiri yang bisa mengancam persatuan bangsa, maka kita membiarkan rasa kemanusiaan kita juga digerogoti oleh ganasnya virus corona.
Seandainya nanti kita semua bisa tersadar, kita akan mampu membantu sesama kita yang terkena dampak virus tersebut. Mungkin kita tidak mampu membantu dengan uang kita karena kita juga terkena dampaknya tapi kita bisa membantu dengan kata kata kita, dengan semangat kita, dengan kepedulian kita.
Tidak perlu kita membeli ribuan APD ( Alat Pelindung Diri ) atau alat rapid test Covid 19 supaya terlihat kita peduli. Cukup dengan apa yang kita bisa dan mampu lakukan saat ini.
Memberi supply makanan kepada tetangga kita yang sedang mengisolasi diri, tidak menolak tenaga medis yang pulang ke rumah atau kos nya, tidak melakukan pengancaman dan protes di media sosial dengan kata kata kasar.
Memberikan kata kata kekuatan kepada mereka yang positif virus corona lewat media sosial atau seperti saya yang memanggil tukang cukur rambut ke rumah dan masih banyak lagi hal hal lain yang bisa dilakukan.
Saat ini bukan saatnya kita saling membenarkan diri dan menganggap kita yang paling terdampak dari keganasan virus ini. Sekali lagi, kita semua adalah korban. Kita harus terus bertahan dan berjuang bersama.
Ingat bahwa kejadian ini akan ditulis dalam sejarah buat anak cucu kita kelak, biarkan mereka melihat ketangguhan bangsa ini melewati masa masa kelam sehingga mereka pun juga bisa belajar bertahan dari nenek moyangnya.
Cukup sudah virus corona mengancam fisik kita, jangan sampai virus itu juga mengambil rasa kemanusiaan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H