Banyak sekali saya membaca berita tentang perundungan (bully) di sosial media yang berdampak terhadap orang yang di rundung, bahkan di Korea Selatan , ada beberapa selebriti di sana yang memilih bunuh diri akibat tidak tahan mendapat perundungan dari netizen. Di Indonesia sendiri, diketahui ada beberapa orang yang melaporkan ke polisi terkait perundungan di media social ini.
Sebenarnya kenapa orang bisa melakukan perundungan terhadap orang lain?bukan saja di media sosial , di dunia nyatapun sering kali terjadi. Biasanya di sebabkan karena sikap iri hati, tidak puas , ingin menjatuhkan orang lain, pansos ( di media sosial) dan alasan alasan lain yang muaranya terletak pada pemenuhan ego manusia itu sendiri akan kebutuhan pengakuan dari dunia sekitarnya dengan menjatuhkan orang lain.
Selain perundungan, rasa ingin tahu manusia yang bukan pada tempatnya juga bisa membawa masalah tersendiri. Sering kali terlihat kerumunan orang di jalan hanya untuk selfie,ber foto- foto atau sekedar berhenti ingin tahu ketika melihat kecelakaan atau musibah di suatu tempat.Â
Tidak jarang juga ada orang yang mengambil kesempatan dalam kesempitan dari orang yang kena musibah dengan menjarah barang-barang berharganya. Sempat viral juga kemarin ketika ada orang yang membuat video orang lain yang pingsan dengan berteriak minta tolong tapi dia sendiri yang ada di tempat kejadian tidak menolong malah membuat video untuk kepentingan pribadi.
Di sisi lain, ketika wabah Covid 19 membawa korban yang cukup banyak dan Pemerintah sudah berkali kali mengingatkan untuk melakukan social distancing, physical distancing, work form home sampai stay at home, masih banyak orang yang tidak perduli.Â
Kumpul kumpul masih dilakukan, kegiatan yang seharusnya dilakukan di rumah malah di bawa pergi ke Puncak, mumpung jalanan sepi jadi berasa seperti liburan. Aparat keamanan yang mengingatkan dianggap lucu dan mengada ada bahkan ditertawakan.Â
Sungguh tragis dan ironis, di saat banyak tenaga kesehatan yang berjuang mati matian menyelamatkan ratusan orang yang terpapar bahkan banyak yang sampai kehilangan nyawa di tengah pandemi corona, masih ada saja orang yang menganggap bahwa semua ini hanya bercanda.
Logika TerbalikÂ
Sudah saat nya kita semua saat ini kembali memakai hati nurani dan logika kita. Sudah sejauh mana kita menghargai kehidupan yang diberikan Tuhan.Â
Hidup ini adalah anugerah dan bukan kebetulan kalau manusia diberikan Tuhan pikiran dan akal budi dalam menjalani kehidupannya , bukan hanya bertindak sesuai dengan ego nya saja. Dengan pikiran dan akal budi, manusia bisa mengelola kehidupan ini supaya bisa menjadi anugerah buat manusia yang lain.
Kita seharusnya memiliki EQ (Emotional Quotient) atau kecerdasan emosi yang baik, bisa melihat segala sesuatu dari sudut pandang orang lain sehingga mampu berempati. Percuma saja memiliki IQ (Intelligence Quotient) atau kecerdasan Intelektual setinggi langit tanpa ditunjang kecerdasan emosi yang baik karena akan menjadikan manusia pintar tanpa punya nurani.Â
Namun rupanya, hingga saat ini, manusia masih mengejar IQ tinggi tanpa mengasah EQ sehingga dalam kehidupannya manusia sering memakai logika terbalik.
Logika terbalik adalah hal yang seharusnya penting dan didahulukan menjadi tidak penting dan hal yang tidak penting malah di anggap penting dan harus segera dilakukan , ukurannya adalah nilai-nilai yang dianut manusia itu sendiri. Jadi bisa dibayangkan tatanan hidup manusia yang nilai hidupnya hanya berdasarkan tingkat intelektualitas tanpa kecerdasan emosi, hanya akan membawa petaka bagi kehidupan itu sendiri.
Itulah sebabnya, banyak orang yang menganggap hidup itu tidak serius dan bercanda. Yang penting dia senang dan gembira tidak perduli keadaan yang ada di sekelilingnya. Kalau ada orang yang menegur dan menasihati akan dianggap merusak kenyamanan pribadi yang seharusnya lebih tinggi dari segala hal yang ada di bumi ini.Â
Kenyamanan pribadi juga akan terusik kalau melihat kenyamanan orang lain lebih baik sehingga perundungan adalah jalan keluar yang paling masuk akal untuk mempertahankan kenyamanan pribadi yang seharusnya lebih tinggi dari segalanya. Selfie atau foto-foto lebih dirasa manfaatnya bila dimasukkan ke media sosial sehingga bisa dipamerkan kepada orang-orang di dunia maya dibanding menolong orang yang membutuhkan di dunia nyata.
Untuk itulah saat ini adalah saat yang paling baik kita semua kembali mengasah kecerdasan emosi kita. Jangan lihat pandemi Covid 19 sebagai ajang kita bersedih dan mengasihani diri sendiri tapi ajang dimana kita melatih diri kita dalam kecerdasan emosi kita. Tinggalkan sikap mau menang sendiri atau tidak mau mengalah.Â
Jangan biasakan juga perundungan menjadi budaya bangsa, belajarlah bermasyarakat dengan cerdas, niscaya hdup pun akan jauh lebih bermanfat dan berkualitas.
Sekali lagi, hidup adalah anugerah, sikapi dengan serius dan tabah bukan dengan bercanda dan mari kita berjuang bersama demi Indonesia tercinta.
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H