Mohon tunggu...
Gazanovva Berlian
Gazanovva Berlian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Be Yourself!

Ambil yang baik, buang yang buruk, dan jadilah diri sendiri!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Cara Menyelesaikan Soal Cerita Matematika pada Anak Usia 5-6 Tahun

29 Desember 2022   21:19 Diperbarui: 29 Desember 2022   21:31 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Abstrak

Penelitian ini membahas mengenai hambatan dalam menyelesaikan soal cerita matematika pada anak usia 5-6 tahun. Hal ini bertujuan untuk mengetahui hambatan apa saja yang dialami oleh anak usia 5-6 tahun dalam menyelesaikan soal cerita. Metode yang digunakan oleh penulis dengan menggunakan metode Library Research yaitu mengumpulkan data dengan membaca beberapa rujukan untuk mendukung data sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian. Pada umumnya anak usia 5-6 sudah dapat membaca, namun bacaannya hanya yang berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu, sebagai guru dan orang tua harus menstimulasi anak secara konsisten dan memfasilitasi anak dengan buku-buku yang menarik agar anak tertarik untuk membaca.

Kata Kunci: Soal cerita matematika, anak usia dini 5-6 tahun.

Abstract : This study discusses the obstacles in solving math story problems in children aged 5-6 years. It aims to find out what obstacles are experienced by children aged 5-6 years in solving story problems. The method used by the author using the Library Research method is to collect data by reading several references to support the data so that the author can complete the research. In general, children aged 5-6 can read, but the readings are only related to their daily lives. Therefore, as teachers and parents, they must consistently stimulate children and facilitate children with interesting books so that children are interested in reading.

Keywords: Math story problems, early childhood 5-6 years.

PENDAHULUAN

Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Pada usia tersebut, proses perkembangan terjadi sangat cepat. Anak usia dini disebut juga dengan usia emas (golden age) (Khaironi, 2018). Salah satu periode yang menjadi ciri-ciri masa usia dini yaitu periode keemasan. Terdapat banyak konsep dan fakta yang ditemukan, di mana semua potensi anak dapat berkembang lebih cepat. Setiap anak dilahirkan dengan potensi yang merupakan kemampuan (inherent component of ability) yang berbeda-beda yang terwujud karena adanya interaksi dinamis antara keunikan individu ataupun faktor lingkungannya. Usia dini merupakan periode awal yang sangat penting dan mendasar sepanjang rentang pertumbuhan serta perkembangan dalam kehidupan manusia (Suryana, 2021). Menurut Subdirektorat Pendidikan Anak Usia Dini, pengertian anak usia dini ialah anak yang berusia 0-6 tahun, yakni hingga anak menyelesaikan masa taman kanak- kanak. Hal ini menunjukkan bahwa anak- anak yang masih dalam pengawasan orang tua, anak-anak yang berada dalam Taman Penitipan Anak (TPA), kelompok bermain (play group), dan Taman Kanak-kanak (TK) (Susanto, 2017). Menurut National Association for the Education Young Children (NAEYC) mengemukakan bahwa anak usia dini atau "early childhood" merupakan anak yang berusia nol sampai delapan tahun yang mendapatkan layanan pendidikan. Pada masa tersebut, proses pertumbuhan dan perkembangan juga mencakup beberapa aspek dalam kehidupan manusia (Syafdahningsih, 2020). Anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat yang diikuti dengan berbagai aspek perkembangan lainnya. Oleh karena itu, anak membutuhkan stimulasi dan rangsangan yang tepat untuk membantu proses tumbuh kembang anak, serta mendukung anak dalam memfasilitasi perkembangannya.

Menurut Mulyasa, anak usia dini merupakan individu yang berbeda, unik, dan memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan tahapan usianya. Pada masa ini stimulasi seluruh aspek perkembangan memiliki peran penting untuk tugas perkembangan selanjutnya. Dengan demikian, setiap anak memiliki karakteristik tersendiri. Tergantung bagaimana orang tua atau pendidik      mengembangkan kemampuan anak dan menstimulusnya agar bakat yang dimiliki anak terasah dan sesuai dengan passhion nya (Mulyasa, 2014). Perkembangan otak pada anak usia dini dapat dicapai secara maksimal apabila didukung oleh faktor lingkungan dengan memberikan rangsangan yang tepat terhadap semua unsur-unsur perkembangan, baik dari motorik, pengembangan intelektual, kognitif, sosial-emosional, dan bahasanya. Dalam Permendikbud No. 137 Tahun 2014 menjelaskan bahwa lingkup perkembangan sesuai tingkat usia anak, meliputi aspek nilai agama-moral, fisik motorik, sosial- emosional, kognitif, bahasa, dan seni. Tetapi, terdapat kebijakan kurikulum baru yang diterapkan oleh Kemendikbud RI, yaitu kurikulum merdeka. Di dalam kurikulum merdeka ini, hanya terdapat lima aspek perkembangan anak, yaitu perkembangan nilai agama-moral, fisik- motorik, sosial-emosional, kognitif dan bahasa.

Dalam proses pembelajaran, seringkali anak diberikan berbagai persoalan yang menuntut adanya pemecahan pada soal tersebut. Kegiatan ini mungkin dilakukan anak secara fisik, seperti mengamati penampilan objek yang berupa wujud atau karakteristik objek tersebut. Tetapi, selebihnya anak dituntut untuk menanggapinya secara mental melalui kemampuan berpikir, khususnya mengenai konsep, kaidah atau prinsip objek masalah dan pemecahannya. Sehingga, aktivitas belajar anak tidak hanya menyangkut aspek fisik, tetapi lebih menyangkut pada keterlibatan mental yaitu aspek kognitif yang berhubungan dengan fungsi intelektual.

Perkembangan kognitif pada anak menjadi sangat penting apabila anak diberikan berbagai macam persoalan yang menuntut kemampuan berpikir. Kognitif atau kognisi berarti berpikir dan mengamati. Ada pula yang mengartikan, bahwa kognitif merupakan berbagai tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengetahuan. Kognitif juga dipandang sebagai suatu konsep yang luas dan inklusif yang mengacu pada kegiatan mental yang terlibat dalam perolehan, pengolahan, organisasi dan penggunaan pengetahuan. Kognitif atau kognisi dapat diartikan sebagai kemampuan yang mencakup segala bentuk pengenalan, kesadaran, dan pengertian yang bersifat mental dalam diri tiap individu yang digunakan sebagai interaksi antara kemampuan potensial dengan lingkungan, seperti dalam aktivitas mengamati, menafsirkan, memperkirakan, mengingat, menilai, dan lain sebagainya (Syaodih, 1998).

Kemampuan kognitif ialah kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks, serta dapat melakukan penalaran atau pemecahan masalah. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif pada anak, dapat mempermudah anak dalam menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga dapat berfungsi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari (Novitasari, 2018). Dalam istilah pendidikan, kognitif dapat diartikan sebagai suatu teori di antara beberapa teori belajar yang memahami bahwa belajar merupakan pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. Dalam teori kognitif, tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan. Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun