Ya, betul sekali. "Pokoknya saya pertama-tama harus jadi Honorer, TITIK"
Saya tidak peduli dengan berbagai kompleksnya polemik yang menyudutkan pegawai honorer. Seperti yang pernah saya baca, ada seorang pegawai kesehatan yang sudah mengabdi selama 30 tahun dengan gaji Rp. 400rb/bulan di Rumah Sakit Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Waduh, emang cukup 'bernapas' dengan gaji segitu?
Tak apa orang-orang mendiskreditkan saya. Ah, Saya tidak memikirkan itu. Buat apa. Yang namanya "mengabdi" dimana-mana turah tan hejeb (baca: harus tahan sulit). Jadi saya sudah tau dan  paham betul, kalau perjalanan saya akan benar-benar sulit.
Bagaimana kalau nanti kamu gak bisa beli bensin untuk pergi-pulang kerja?
Psssiiiiiiiiiiiiitttz! Jangan keras-keras ya. Dengarkan! Itu tetangga sebelah aja, yang sudah jadi PNS melalui jalur katagori K2, tidak aktip menjalani masa bakti honornya. Lantas, kenapa ia bisa? Saya juga harus bisa dong.
Lo, kamu mau mangkir?
Bodo amatlah. Negeri ini sudah bertumbuh sejauh ini. Artinya, ada atau tidaknya saya "mereka" akan tetap hidup, sudah terbiasa mandiri kok.
Haha. Emang, kamu bisa kerja apa?
Kalau pendidikan terakhir saya sih sarjana keperawatan. Tapi karena rumah sakit sudah penuh pegawai. Juga beberapa Puskesmas yang pernah saya lamar, menanggapi kedatangan saya dengan kata "tidak", pasalnya sudah tidak muat kursi. Ya, tidak apa-apa kalau saya ditempatkan di dimana pun, misal di bagian perindusterian, perdagangan, pertambangan atau bisa juga di pertanian, pokoknya dimana pun boleh.
Wadoh. Terus, emang kamu punya ilmu di bidang itu?