Kalau ada yang bilang anak negeri kurang baca, hingga "dipaksa" membaca buku yang membosankan dan mahal. Tidak perlu malu apalagi sedih, karena tuduhan itu sama sekali tidak benar.
Berikut alasannya, kenapa anak negeri bukan tidak minat baca tapi malah sangat doyan baca, dan menulis.
Menurut data, netter negeri tercinta sebesar 83,7 juta dan menempati posisi enam dunia, dan generasi muda negeri ini menyumbang 80 persen pengguna internet artinya ada 66,9 juta. Nah, lo. Kalau memang tidak membaca dan menulis, ngapain mereka berselancar di internet, coba? Main kelereng? Kan jelas gak bisa.
Malah yang patut dicurigai, yang kurang minat baca bukan anak negeri tapi sebaliknya orang tua negeri. Hehe.
Lihat saja ramainya pengunjung situs-situs berita yang lolos sensor dari pemerintah. Juga tidak terlalu susah mendapati mereka yang gemar menulis di situ, kolom komentar, terutama pada bacaan yang mengasikkan, seperti Gosip artis misalnya.
Lain lagi di akun-akun media sosial anak muda. Sebuah status yang baru ditayangkan saja, dengan mudah mendapat jempol puluhan. Jelas saja mereka tidak akan menyukai kalau tidak membaca---status itu---terlebih dulu. Di situ pula kita bisa menyaksikan kalau mereka gemar menulis, sebab tak jarang sebuah status dihujani rentetan komentar.
Kegemaran baca juga terlihat jelas di daftar pustaka skripsi anak kulihan. Di situ banyak tertulis "www...dotcom" nya. Jadi mereka bisa belajar dan membaca walau tidak dari buku.
Terlebih lagi pejabat-pejabat Negeri ikut-ikutan up date status di media sosial secara rutin. Tapi kita tidak dikasih. Dari banyaknya tanggapan dan komentar dari status, juga menambah penguat bukti kalau di internet bisa membaca dan menulis.
Coba kita lihat salah satu status pejabat tinggi negeri dibawah ini, berapa puluh ribu orang membaca (jempol sebagai acuan) dan berapa ribu orang menulis (komentar sebagai acuan).
Karena minat baca dan nulis kita sudah pindah ke internet (dan smsan), mereka malah mengkambing hitamkan Internet (padahal mereka ikutan), dengan mengkambing putihkan buku yang nyata-nyata sudah ribet kalau mau baca di mana-mana.
Tapi di sisi lain malah menyempitkan penulis buku itu sendiri dengan pajak tinggi. Yang otomatis memaksa penulis menjual tinggi. Dan secara otomatis pula karena kantong anak negeri tipis terpaksa tidak mampu beli. Bingung, kan? Tidak perlu. Pokoknya, kita kan sudah gemar membaca dan menulis.
Jadi biarkan saja kalau ada Badan-badan dalam dan luar negeri menyatakan persentase minat baca anak negeri dibawah satu persen, tepatnya 0,01%. Maklum saja. Karena kalau tidak mungkin mereka tidak akan diakui, dan mungkin saja tidak laku, hingga bisa jadi kantong mereka akan kempis---tidak ada fee dari pengadaan buku atau kegiatan-kegiatan lain. Kalau begitu kejadiannya kan dapur mereka tidak ngepul.
Tapi kebanyakan kita nonton. Lah, emang nonton tidak bermanfaat? Kan situs tontonan dan juga bacaan yang berbau tidak bermanfaat sudah diblokir Kemenkominfo. Maka, amanlah.
Yang penting, kita membaca dan menulis di internet yang baik-baik saja. Itu.
#Ngaaaurr
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H