Mohon tunggu...
NewK Oewien
NewK Oewien Mohon Tunggu... Petani - Sapa-sapa Maya

email : anakgayo91@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Anda Pilih Apa sebagai Penghuni Republik Maya?

18 September 2017   16:21 Diperbarui: 18 September 2017   16:23 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://rubik.okezone.com/read/24269/kebebasan-yang-bijak-dalam-dunia-maya

Seperti yang sudah kita ketahui bersama, dunia maya sudah menjadi dunia kedua. Dengan semakin 'kekiniannya' kemajuan teknologi, dunia kedua itu melahirkan kemudahan luar biasa mudah. Membuat beraktivitas di dunia maya menjadi candu berlevel kronis. Mudah sih.

Terlepas dari kebaikannya yang berlimpah, kehidupan dunia maya juga mencipta pelaku sosial yang tak kalah buruk (menurut kita, tapi tidak bagi mereka).

Seperti halnya kehidupan republik ini (dunia nyata), di kehidupan maya juga terdapat lakon yang nyaris serupa, kecuali kontak fisik, maka kalau boleh saya menyebutnya "Republik maya" (saolnya pemerintah juga aktip bermedsos, hehe).

Semua ada. Mulai dari transaksi jual beli, didik-mendidik, basa-basi, drama percintaan, kampanye politik, hujat-menghujat, jatuh-menjatuhkan, sesat-menyesatkan dll, yang terakhir baru saya sadari ada juga yang menghina diri.

Untuk urusan jual beli (online shop) kita sudah sama-sama tau, bahkan anda yang lebih tau, mungkin juga sudah sukses sebagai pelaku, sebagai penjual atau pembeli. Sebagai penjual saya juga pernah, sebelum akhirnya mengibarkan bendera kalah, gak laku soalnya. Hehe.

Walaupun banyak tersebar berita tipu-menipu, tapi kita sudah sepakat, kelak online shop akan merajai dunia dagang. Wong investasinya ada yang sudah miliaran dollar kok.

Begitu pula dalam hal didik-mendidik. Selain karena bisa belajar secara autodidak dengan cara menyelami sebaran ilmu yang disebar guru (penayang), juga kuliah online baru-baru ini telah digenjot. Setuju sekali kalau dunia maya dimanfaatkan untuk ini.

Untuk kegiatan basa-basi di dunia maya, ya, memang sudah tempatnya kan? Saya dan anda pelakunya. Maka, saya tidak memperpanjang.

Drama percintaan yang dimulai dari dunia maya sudah lumrah didramakan. Meskipun, selanjutnya yang berniat untuk mengeja tangga yang lebih serius, membawanya ke dunia nyata, kebanyakan dari pelaku memunculkan epilog yang sama sekali tidak enak. Tapi ya tetap saja masih eksis, seolah tidak mau belajar dari gambar yang sudah ditunjukkan kaca. Mungkin alasannya: pertama mudah berkenalan dan kedua meski jarang, ada yang sukses ceria.

Untuk yang kedua, mungkin terinsfirasi dari film republik twitter. Sukmo (Abimana Aryasatya) pada mulanya menelan pil pahit untuk menyatakan hubungan maya dengan Hanum (Laura Basuki). Tapi karena Sukmo punya semangat juang berhasil mengecoh lebah, untuk kemudian memetik madu. Akhir kisah Sukmo dan Hanum yang serupa madu, manis. Yang perlu tidak dilupakan, kisah itu hanya fiktif belaka (walaupun mungkin insfirasinya dari kehidupan nyata).

Film yang disutradari Kuntz Agus itu berhasil membuat saya menontonnya berulang-ulang (tidak di Bioskop). Selain karena hati saya tergugah masalah asmaranya, kisah lain dari film yang dirilis tahun 2012 itu cukup membuat saya tercengang. Pasalnya dari situ saya pertama kali sadar kalau dunia maya telah terinfeksi urusan politik. Saat itu saya belum sepenuhnya yakin, dan menyayangkan kalau itu nyata terjadi.

Setalah itu dan sekarang, dengan masifnya kampanye politik yang memenuhi lini masa, saya sudah tidak ragu lagi---dan terkadang hati saya tersinggung untuk ikut-(ikutan). Apalagi situs penebar kebencian yang baru-baru ini dibekukan, Saracen, bisa kita asumsikan terjangkiti politik kotor. Tapi saya belum memvonis kalau pemesannya Fulan, selain karena bukan wewenang saya, juga masih belum bisa saya cerna. Sebab dengan terstrukturnya aksi dan besarnya nafsu politik apa saja bisa terjadi, bukan?

Kalau berpolitik yang sesuai dengan teori klasik Aristoteles dirembukkan di dunia maya sih saya sangat setuju (saya yakin anda juga), "Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama". Indah sekali.

Tapi ini sebagian bukan begitu. Saya kira kita sudah sama-sama setuju dan mau menjadi saksi kalau aksi hujat-menghujat, jatuh-menjatuhkan dan sesat-menyesatkan paling banyak dilakukan aktor politik dunia maya, bukan? Iya kan saja lah, di Kompasiana juga kadang mereka berduel kok. Hehe.

Kejadian itu kadang memang tanpa sadar. Tapi ada juga melakukannya dengan sengaja, menggunakan akal yang dibarengi kemantapan jiwa. Pokoknya apa yang dilakukan sungguh sudah direncanakan.

Baru-baru ini saya malah sering menemukan di beranda media sosial yang spontan membuat saya menggeleng-gelengkan kepala. Karena kalau yang diatas tadi tersirat kepentingan pribadi, kelompok atau golongan, tapi ini saya bingung apa mau nya. Ya karena apa yang dilakukannya menurut saya mengumumkan aib sendiri.

Misalnya, tak jarang saya menemukan status di media sosial begini, "Sudah puas kau memainkan kemaluanku, kau pun kini selingkuh. Bangs*t." Di bagian 'kemaluanku' malah lebih vulgar. Pelakunya cewek lagi. Barang kali sudah terlalu kalap terbakar amarah.

Memang selain di kolom komentar atau dalam hati yang salah lihat akan menanggapi dengan kata: derita loe. Bisa juga dijadikan pejalaran positif, setidaknya bagi yang membaca akan menjadi lampu untuk tidak terlalu hanyut dalam berhubungan. Tapi tetap saja saya tidak setuju, karena menurut saya bahasanya bisa lebih dihaluskan, agar lebih sesuai dengan budaya: sopan.

Nah, dunia maya sama seperti di dunia nyata, semua ada. Mulai dari kebaikan, sedang-sedang saja, sampai dengan keburukan tidak sulit menemukan. Apalagi melakukannya malah lebih mudah. Sifat "mudah" adalah dalangnya.

Kita memilih apa? Ya terserah, semua serba mudah kok. (Bukan mau mengintervensi pilihan individu) Kalau bisa sih pilih bagian 'mudah' untuk kebaikan, sekalian saja berlevel kronis, entah itu sebagai penghidang atau penikmat. Sip?

*Ini hanya sebagai catatan, ahlinya sudah banyak membahas

Gayo Lues, 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun