Seperti yang saya sebut pada tulisan saya sebelumnya, meski terdapat kontroversi, namun Pagelaran Saman Masal yang akan digelar esok hari (13/08/2017) tidak mungkin batal. Pihak yang kontra sebab dana yang 'dikipaskan' untuk penari terlalu besar. Terkesan pemborosan, alasan mereka.
Pertama, acara serupa sudah pernah digelar, tahun 2014, walaupun jumlahnya 5005---kemudian diakui 5057---tapi itu sudah luar biasa. Terus apa, mau memecahkan rekor sendiri? Ya, boleh lah. Karena, konon sudah menjadi agenda dua tahunan pemerintah. Namun seharusnya kita mengkaji lebih teliti keuntungannya. Sudahkah? Bukan wewenang saya memastikan data kawan.
Kalau berdasar data BPS Gayo Lues masih termiskin di Aceh---meski agak usang---pagelaran ini memang agak 'ahistori', menurut para tetua kampung "tidak mungkin diadakan acara saman jika kondisi ekonomi sulit". Kesannya, kok miskin membelanjakan uang besar untuk kebutuhan yang tidak primer, malah bisa dikatakan kebutuhan itu tersier. Mikir, dong!
Ya memang, menurut pengakuan sebagian kalangan di dalam acara ini ada maksud terselubung: yang ujung-ujungnya meningkatkan gairah wisata, hingga tujuan akhirnya menampung modal pengisi perut yang berlimpah. Karena itu saya pun sudah lama berharap: akan ada pemandangan yang menjurus ke tujuan itu mengisi kursi-kursi VIP dan sekitarnya.
Misalnya, pihak-pihak yang sudah diletakkan diatas punggungnya nasib rakyat dari Ibu Kota bermunculan dengan senyum tak kalah gemilang dari yang biasa ditonton di layar kaca.
Juga pagelaran yang sudah dicatat oleh UNESCO sebagai warisan dunia tak benda ini, dihadiahi tepuk tangan yang menggema (banyak) dari para pentolan pencatat yang terhormat. Ya, sekali-kali boleh lah Bapak Antonio Guterres dkk menikmati kesejukan negeri kami.
Dan Aktor ternama Hollywood, Leonardo DiCaprio, Adrien Brody dan Fisher Stevens, yang maret tahun lalu menyambangi kawasan Taman Nasional Gunung Leuser  kembali membawa teman-temannya yang setiap tahun duduk di perhelatan penganugrahan Academy Awards untuk menyaksikan kesenian kami. Atau bolehlah pemenang Oscar 2017 sambil berlibur, seperti halnya Leonardo setelah menyabet oscar 2016. Dollar, brade!
Serta yang agak mengada-ngada, mendekati mustahil, Raja Arab meninggalkan istana megahnya, datang berbondong-bondong membawa rombongan dengan jumlah dua kali lipat dari maret lalu. Wah, kalau itu terjadi, raatusan miliar kawan.
Nah, dari semua itu, apa iya? Woy, bangun. Ngimpi aje!
Kedua, meski anggaran untuk pendidikan telah dihanguskan sebasar 20% dari anggaran dan ditambah yang lainnya, nyatanya kondisi pendidikan masih saja mencemaskan. Bahkan sekolah tidak mampu mempertahankan anak-anak untuk bertahan di sekolah: banyak putus sekolah.
Kalau memang sumber dana Pagelaran ini dari Alokasi Dana Kampung Khusus (ADKK), kenapa demi pendidikan tidak bisa di-ADKK-kan dana yang tidak kalah jumlah untuk menutupi borok yang sudah menganga? Hemm, hanya mereka yang tau.
Sudah, lupakan. Ini hajatan besok. Sudah waktunya melestarikan budaya. Seperti salah satu alasan yang diklaim pemerintah, walau sejatinya memang tetap lestari, tapi tak apa, nasi pun sudah hampir jadi bubur.
Sampai mana sih persiapannya? Saya kira sih sudah "wah" lah.
Setelah tanggal 30 Juli dan 6 Agustus lalu diadakan gladi untuk pagelaran acara akbar Saman 10.001 Penari, hari ini 12 Agustus kembali digelar gladi resik. Pada kedua gladi sebelumnya, para penari kurang atau tidak tertip. Hingga mengundang keraguan: kalau penduduk Negeri Seribu Bukit memang cinta pada kebudayaan.
Tapi, pada gladi kali ini berhasil menepis ragu yang sebelumnya sudah menyapa hati. Ya, memang sudah waktunya. Karena waktu hanya menyisakan beberapa jam saja. Rugi rasanya kalau dana yang dihabiskan begitu besar, melainkan penampilannya tidak memuaskan mata. Pagelaran besok harus spektakuler, setuju sekali itu.
Lain lagi menurut informasi yang dibagikan Dinas Pariwisata Gayo Lues, penari yang hadir pada hari ini 10.447 penari---jangan tanya pada saya mereka menghitung apa tidak. Bahkan Penari bukan hanya dari Kabupaten Gayo Lues, ada juga Penari datang dari Aceh Tamiang, yang bersuku Gayo tentunya.
Karena sepertinya Gayo Lues sudah musim hujan, saya pun berdo'a besok tidak hujan. Bisa berabe kalau hujan. Kini saya pun tengah membayangkan keseruan besok. Gak sabar.
So, dunia, lihatlah aksi kami pada budaya. "Kamu juga boleh lo datang. Iya, kamu."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H