Sebelum puasa, yang bisa disebut juga sebagai ujian, kita perlu mempersiapkan diri untuk menyambutnya. Agar pada saat bergelut menghadapi ujian kita tidak kelimpungan.
Karena itu, seperti biasanya menjelang detik-detik hari H (Ujian) kita sering menyegarkan diri demi mendinginkan mental saat bergelut nanti. Ya, mungkin seperti itu lah kira-kira yang sudah menjadi tradisi di sebagian wilayah Indonesia; jalan-jalan atau makan-makan ke tempat rekreasi bersama keluarga atau teman-teman menjelang Ramadhan tiba.
Nah, hal seperti itu yang kami lakukan pada hari Kamis (25/05/2017) ke tempat yang baru menjadi tujuan wisata. Pada hari Kamis kami melakukannya berkat kekompakan Pemuda-Pemudi sekampung. Dengan menghanguskan seuprit uang kas yang terselip di Bendahara, tentu ditambah dengan udunan sedikit-sedikit, kami pun mendapat suka cita di Kampung Inggris.
Sekilas tentang Kampung Inggris. Sebenarnya ada dua kampung Inggris di Gayo Lues: Kedah di Kampung Penoasan Sepakat Kecamatan Blangjerango yang sudah lebih dulu jadi tujuan wisata dan Agusen yang kami kunjungi.
Kampung Agusen terdiri dari empat Dusun dan terdapat sekitar 250 kepala keluarga. Penduduknya menghidupi diri dari hasil bertani: Kopi, Kemiri, Padi, Cabe, Tembakau dan Tembakau Hijau kelas satu alias Ganja terbaik atau terhormat bin terampuh.
(Khusus untuk Ganja) Itu dulu, lain jika sekarang. Setelah cemerlangnya Otak Camat atau sekarang Mantan Camat Blanglejeren, Sartika Mayasari yang berhasil menyulap Agusen dari Kampung Ganja the best of the best mejadi Kampung Wisata the best of the best dengan nama lain pemberiannya: 'Kampung Inggris'. Dan 22 Maret lalu Kampung Inggris sudah genap berumur satu tahun.
Sekira 20 an Km dari Kota Blangkejeren-Kuta Cane belok kanan. Kita langsung diuji dengan turunan curam yang berkelok-kelok. Sebagian kanan kiri jalan yang masih berbau hutan perawan menggoda ketimbang takut menuruni jalan yanh sudah diaspal itu.
Setelah habis turunan. Kita langsung disuguhi pemandangan Sawah warga dan deretan perumahan warga yang cukup renggang. Jalannya masih hanya sebatas pengerasan yang sudah berstatus lapuk alias sudah rusak di sejumlah sisi, berlobang dan berkubang. Meski rata kondisi jalan itu cukup mengganggu kenyamanan menuju tempat yang kami tuju.
Setelah beberapa menit gradak-gruduk dijalan yang sudah mirip lintasan Offroad, dan 'wow" akhirnya sampai juga.
Setelah sampai, tentu langsung selfi. Karena mengabadikan momen di zaman ini adalah sebuah keharusan. Sebagai cindra mata sekaligus bukti kalau kami sudah mampir di Kampung Inggris dan sebagai bahan narsis di media sosial.
Di seberang jembatan terdapat Kebun Kopi warga. Kopi-kopi yang sudah dalam masa panen itu juga menjadi salah satu lokasi buat selfi untuk para pengunjung. Apalagi buat mereka yang merasa diri sudah kotaan banget—pasti memasang ekspresi terpana. Hawa adem yang diberi Kopi dan pohon pelindungnya memang cocok buat nyantai sambil ngopi di bawahnya. Selain itu dari jembatan mata kita akan mudah memendang ke hulu dan ke muara sungai.
Foto 3 (tu lihat jembatannya penuh kan?
Puas jalan-jalan, tentu tidak lengkap jika tidak makan-makan di tepi sungai atau di bawah pohon Kopi dan atau di Pondok-pondok yang sudah disediakan. Seperti halnya kami yang datang berombongan, membawa perlengkapan yang masih mentah. Tungku dari batu sungai dibuat. Kayu bakar dicari atau bisa juga di bawa. Disulut.
Foto 4
Masakan mendidih dalam belanga besar yang duduk bersahaja diatas tungku membuat iler tak terasa keluar. Aroma masakan yang dibawa asap menyambangi hidung, ya, tidak perlu heran walaupun belum matang sudah banyak yang mendekat.
Foto 5
Selain suasana yang adem dan asri akan menambah nafsu makan, ditambah rasa letih sehabis jalan-jalan jadi tak perlu heran kalau kami akan lahap makan.
Foto 6 suasana makan
Karena sudah menjadi kebiasaan sehabis makan “tidaklah lengkap tanpa ngopi”, maka bubuk Kopi gayo asli ditambah gula harus diaduk dalam Ceret.
Foto 7 tu lihat sudah gak sabar nunggu
Awalnya saya tidak menduga hari akan cerah. Karena awan seolah enggan lenyap dari langit. Sebab itu sehabis makan pondok-pondok dan pepohonan lebih menggoda menjadi tempat berteduh sejenak. Terisi penuh.
Foto 9 sangat disayangkan sebagian pondoknya rusak.
Buah-buahan yang kami bawa untuk dirujak. Yang saya kira akan mubasir. Tapi karena cuaca panas, ya, jadi ludes. Kenyang makan, sebagian sampai berkeringat, dan cuaca cerah membuat Rujak jadi cuci mulut yang begitu istimewa meski ngeremasnya tak berkira.
Foto 8 abaikan cara membuatnya. Tutup mata. Hajar.
Santai sejenak sehabis makan. Raiakan Sungai cukup menjadi alasan bagi siapa pun untuk mandi, selain karena cuaca pun mendukung juga mandi merupakan objek wisata utama yang ada di kampung Inggris. Airnya yang sejuk dan arusnya cocok menjadi lintasan arung jeram bagi yang hobi olah raga yang cukup ngeri itu. Kalau kami pakai ban dalam juga sudah asyik banget.
Foto 10 serunya mandi pakai ban
Sudah saya katakan kalau arusnya deras. Meski pakai ban sebagai bantuan, tapi kalau tidak ahli, ya bisa kacau balau jadinya.
Foto 11 nah, lo. Kejebak ditengah kan.
Hujan yang masih belum sepenuhnya surut di Negeri Seribu Bukit. Membuat sejumlah sungai merubah warna airnya dari jernih menjadi keruh. Begitu pula Sungai Agusen di Kampung Inggris. Saat kami berkunjung, Sungai yang sampai ke Kuta Cane itu tidakseperti biasanya, tidak terlalu bening. Hal itu mungkin karena adanya tebing-tebing yang curang longsor.
Foto 13 Longsor
Ternyata sifat manusia sebagai konsumen yang paling serakah belum juga terhenti di sekitaran Kampung Inggris. Tepatnya di hulu Sungai. Meski Dinas Pariwisata, melalui Lingkungan Hidup telah melakukan Kampanye. Seperti pamplet yang terdapat di Kampung Inggris, yang bertuliskan “MANAT NI JEMA TUE. ARA UTEN ARA AIH. JEGE UTEN KEN PEMURIPEN.” Singkatnya tulisan itu berarti: Petuah Orang Tua. Ada Hutan ada Air. Jaga hutan untuk kehidupan.
Foto 13 kampanye agar jangan menebangi hutan.
Kampanye hanya sekedar kampanye, hutan masih saja ditebangi.
Kita tidak bisa menampik juga, mungkin sebagian alasan mereka menebangi hutan karena urusan perut. Yang paling memperihatinkan mereka-mereka yang melakukannya tanpa berpikir. Karena sejatinya tindakan mereka, sewaktu-waktu dapat mengancam nyawa penduduk Kampung Agusen, yang dekat dengan aliran Sungai. Dan wisata Kampung Inggris yang berpeluang lenyap karena banjir, jika hutan di hulu Sungai ditebangi. Apalagi bentuk tanahnya tidak rata. Tapi berbukit-bukit.
Foto 14 terdapat banyak tumpukan kayu di sepanjang ruas Sungai
Setelah puas Mandi dan keliling-keliling sambil selfi. Sebelum pulang kami pun ngumpul. Duduk membundar diatas tikar sederhana yang kami bawa. Sedikit petuah dari ketua pemuda, menyoal Muda-Mudi. Juga pengumuman lainnya. Saat itu, kami melantik Kepala Seberu (pemudi) yang baru, karena yang lama sudah nikah.
Foto 15 sesi kumpul-kumpul
Sangat disayangkan, pada hari itu kami tidak membawa pak Ustadz. Pikir saya jika kami membawa, sesi kumpul sebelum pulang cocoknya diisi dengan siraman rohani, tentang Agama. Setidaknya sedikit cambokan untuk menghadapi bulan Suci Ramadhan yang sudah didepan mata. Pasalnya, sebagian pasangan Muda malah berbuat dosa (walau bukan rombongan kami). Padahal tujuan mereka ke Kampung Inggris sebagai hiburan sebelum menguji Iman. Menghapus dosa—Puasa. Kok, mereka sempat-sempatnya membuat dosa sebelum ujian penghapusan dosa? Wadooh!
Gayo Lues, Menyambut Ramadhan 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H