Setelah menuntun sungkeman pada orang tua yang hadir dalam akad nikahnya, Kailnya berbisik. Jiwa kelelakian Wanto ia pertanyakan. Jelas di pandangannya, Jubaidah lebih ‘Wah’ dari pada Maimunah.
“Kalau Perawat salalu berkata ‘Sabar! Sabar!’. Kalau guru selalu sabar mengajari dan tidak bosan mengajak mengulangi pelajaran kemaren.”
Dalam langkah yang diatur sehormat mungkin menuju pelaminan wanto tersenyum puas, sedangkan Kailnya terkekeh mendengar penjelasannya.
Pesta meriah pun berlangsung. Setelah pesta—sehari, seminggu, sebulan atau setahun—benarkah ibunya Wanto akan istirahat? Ah, mari nantikan cerita selanjutnya.
Gayo Lues, 2017
cerpen lainnya: Keranda baru
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!