Mohon tunggu...
NewK Oewien
NewK Oewien Mohon Tunggu... Petani - Sapa-sapa Maya

email : anakgayo91@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memanfaatkan Ketergantungan Anak untuk Mendidik

3 Juli 2016   05:57 Diperbarui: 3 Juli 2016   08:39 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertengahan tahun 2006, pada bulan pendaftaran masuk sekolah tingkat SMP, bapak saya mengantar saya untuk mendaftar sekolah. Sekolah yang menerima pendaftaran siswa pertama pada tahun ajarannya yang saya pertama, alias baru buka. SMP Swasta Cinta Maju namanya.

Pada awalnya, saya ngotot tidak mau diantar karena merasa bisa sendiri. Sama halnya dengan teman – teman yang lainnya. Akan tetapi bapak lebih ngotot ingin mengantar. Jadinya saya nurut, demi bisa ikut sekolah. Ya memang, untuk melanjutkan sekolah ini penuh perjuangan loh. Bapak saya menyarankan tidak usah sekolah, sama seperti teman – teman seangkatan SD saya dari kampung. Meneruskan pekerjaan para leluhur kami, sebagai petani ‘abal – abal’. Waalhasil, dari sekian jumlah teman seangkatan saya hanya dua orang yang melanjutkan ke tingkat SMP. Salah satunya seorang perempuan, yang memang orang tuanya cukup berada (kaya) dan terbebas dari pikiran kampungan, serta saya sendiri.

Bapak saya sudah memakai baju dan celana terbaiknya, tidak lupa membawa kain sarung. Membawa kain sarung adalah tradisi orang tua dulu didaerah saya, sekarang sudah berkurang. Kami berangkat pagi sekali, mentari masih mau menongolkan diri. Walaupun jaraknya tidak terlalu jauh, tetapi bapak saya ingin cepat berangkat seolah memang sudah deadline pendaftaran dan tidak mau terlambat. Kami berangkat berjalan kaki lebih kurang 1,5 Km selama kurang dari setengah jam. Setelah samapai di SD Cinta Maju, sepi. SD ini yang menjadi tempat sekolah pinjaman nantinya. Jadi, anak – anak SMP Swasta nantinya, sekolah setelah dzuhur. Akhirnya kami harus menunggu panitia penerima pendafaran sekitar 2 jam, karena kami sampai jam 7 an pagi padahal panitia baru buka jam 9 pagi.

Akhinya jam 9 lewat, seseorang datang menggunakan sepeda motor yang mungkin mirip dengan Guru Oemar Bhakri (motor butut). Nah ini panitia pendaftaran baru datang, tidak tepat waktu atau memang kami yang kepagian, batin saya. Dia memarkirkan motornya dan langsung menghampiri kami. Ya karena memang hanya kami berdua yang ada disitu, hari itu. Sangat tidak biasa, seperti tempat pendaftaran yang lainnya, bukan? Biasanya ramai, bahkan bisa saja penuh sesak. Dengan senyum yang ramah beliau menyapa dan menyalami kami berdua. Memperkenalkan namanya. Kayarullah namanya.

Bapak Kayarullah membukakan sebuah ruangan sambil mempersilahkan kami masuk dan mempersilakan duduk. Menanyakan asal kamupung dan maksud kedatanagan kami. Setelah bapak saya menjelaskan semuanya. Saya duduk takzim saja, mendengarkan. Bapak Kayarullah membuka buku yang cukup besar, waktu itu saya belum pernah melihat buku sebesar itu. Dan mencatat nama saya dalam buku itu. Saya mengintip nama saya tercatat pada nomor 17 pada buku besar itu.

Setelah bapak Kayarullah selesai mencatat nama saya sebagai calon siswa SMP Swasta Cinta Maju tahun ajaran 2006/2007, kemudian beliau menanyakan apakah syarat - syaratnya sudah dibawa. Bapak saya keliatan bingung, melihat bapak bingung saya cepat – cepat mengatakan “belum pak”. Dengan tersigap campur kaget bapak saya menambahkan “belum pak, syaratnya belum dibawa”. “tidak apa – apa pak, syarat – syaratnya bisa dibawa setelah masuk sekolah juga” beliau menerangkan. Kemudian beliau menerangkan yang penting sekolah, syaratnya bisa belakangan. Bapak saya mengangguk paham dan menanyakan syarat – syaratnya. Kemudian beliau menerangkan semua syarat – syaratnya dan menuliskan pada selembar kertas kecil.

  • Foto Copy ijazah 2 lembar
  • Foto Copy STTB 2 lembar
  • Pas Foto 2x4, 2 lembar
  • Maf 1 lembar warna merah

Setelah Bapak Kayarullah menjelaskan syaratnya dan menyerahkan secarik kertas yang dituliskan, bapak saya kelihatan bingung. Diam membisu sambil menerawang kertas yang diberikan. Ternyata dari sekian syarat, hanya ijazah yang bapak tau yang lain ‘gelap’ bagi bapak. Maklum saja kawan, Bapak saya tidak tamat SD, walaupun memang pernah mengecap bangku Sekolah. Cukup kelas 2 MIN saja, tidak lebih. Jadi barang – barang yang berhubungan dengan ATK asing baginya, yang lumrah baginya hanya alat pertanian Cangkul dkk misalnya.

“pak, saya memasukan anak saya sekolah dengan terpaksa bapak, sebetulnya saya tidak mampu bapak , hanya saja dia yang minta bapak” bapak saya menerangkan dengan suara terbata – bata, lesu dan memelas yang penuh harap. Saya sedih.

“ia pak, saya tau kondisi masyarakat disini pak, makanya saya dan beberapa guru SD ini berniat membuat SMP Swasta ini pak, jadi anak – anak disini bisa sekolah dengan biaya murah” belau menjelaskan dengan iba.

“dengan persyaratan sebanyak itu saya merasa tidak mampu bapak” bapak saya menjelaskan ketidakmampuan. Pak Kayarullah keliatan bingung, mungkin dalam hatinya ‘ini apanya susah dan tidak mahal pula”. Saya sedikit memahami ketidaktauan bapak ikut bersuara “ini tidak mahal pak, paling tidak habis 20 ribuan”. Bapak saya melototin saya, mungkin dalam hati bapak ‘sok tau kamu’, begitu menurut saya. Pak Kayarullah yang tadinya bingung, jadi paham. “ehemm... betul itu pak, untuk melengkapi persyaratannya diperlukan sekitar 15 ribuan saja pak” pak Kayarullah menguatkan penjelasan saya. “ah,begitukah pak?” bapak saya.

Setelah bapak paham, kalau biaya untuk melengkapi persyaratan tidak mahal. Percakapan kembali ‘mesra’. Bapak saya menanyakan banyak hal tentang sekolah ini, bahkan bapak saya menanyakan soal visi misi dan jumlah siswa perdana yang ditargetkan. Bapak saya sudah kelihatan seperti anggota dari BAN S/M saja dan sesekali memuji – muji inisiatif bapak Kayarullah, karena mendirikan sekolah ini. Mengagetkan bagi saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun