Mohon tunggu...
NewK Oewien
NewK Oewien Mohon Tunggu... Petani - Sapa-sapa Maya

email : anakgayo91@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pembukaan Jalan Kebun untuk Meningkatkan Perekonomian Petani

12 Juni 2016   21:45 Diperbarui: 12 Juni 2016   21:56 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa Petani mulai membudidayakan Jagung (Dokpri)

Jalan adalah salah satu bagian dari Infarstruktur yang sangat vital (fisik). Jalan yang baik, memudahkan kita untuk melakukan akses pada suatu tujuan dan begitu pula sebaliknya jalan yang tidak baik (rusak), akan sulit untuk melakukan akses pada suatu tujuan. Dalam hal ini, vitalitas jalan sangat menentukan agar fungsi jalan dapat berjalan dengan baik. Untuk itu, pembukaan jalan pada daerah – daerah yang memiliki potensi ekonomi akan mengundang daya tarik kita untuk mengelolanya. Salah satunya adalah pembukaan jalan kebun. Pembukaan jalan kebun pada daerah pedalaman (terisolir), akan meningkatkan perekonomian daerah tersebut.

Disini penulis sedikit mengulas peningkatan ekonomi masyarakat kampung atas adanya pembukaan jalan kebun. Di Kampung ku, ada sejauh 5 Km jalan kebun yaitu di Kampung Kute Bukit, Kec. Blangpegayon, Kab. Gayo Lues, Aceh. Awal mula pembukaan jalan antusiasme masyarakat sangat besar, meski ada sebagai warga minta ganti rugi atas lahannya yang menjadi jalur jalan. Biasa merasa dirugikan. Pembukaan jalan ini berasal dari dana desa dan Dinas PUPR. Di kampung Kute Bukit ada 2 jalur jalan kebun, jalur pertama sejauh 3,5 Km dan yang kedua 1,5 Km. Jalur pertama berasal dari dana desa dan jalur kedua berasal dari Dinas PUPR.

Jalur pertama, sekitar 1 Km sudah di rambat beton. Akan tetapi belum berumur 1 tahun, kondisinya sudah rusak. Komentar masyarakat macam – macam. Intinya semua komentar adalah ulah pemborong (kontraktor). Sisanya masih jalan tanah, dengan kondisi tidak baik. Meski masyarakat sering gotong royong, kondisi jalan masih berlubang dan sebagian ruasnya ambruk dibawa air hujan. Hal ini karena tidak adanya paret jalan. Jadi, jika mau lewat jalan ini harus punya mental extrem. Petani disini mengkin sudah biasa atau mungkin tidak ada jalan lainnya. Bermental robot mungkin satu – satunya pilihan. Hebat kan?

Jalur kedua berjarak 1,5 Km, dengan kondisi yang bisa dibilang tidak ‘jalan’. Dari 1,5 Km, hanya sekitar 400 m saja yang masih bisa difungsikan sebagai fungsinya. Dengan tidak berfungsinya jalan ini, lahan masyarakat yang dulunya sudah ‘dibangunkan’ kembali dengan berat hati ‘ditidurkan’ lagi. Sedih ya?

Lahan Petani yang sudah siap tanam (Dokpri)
Lahan Petani yang sudah siap tanam (Dokpri)
Salah satu Petani pergi ke Kebun (Dokpri)
Salah satu Petani pergi ke Kebun (Dokpri)
Meskipun kondisi jalan tidak atau belum baik, peningkatan perekonomian masyarakat sangat meningkat. Peningkatannya terlihat dari gaya hidup, kondisi rumah, kendaraan dan lainnya, sudah bisa dikatakan mendekati menengah.

Pada umumnya, petani disini adalah petani yang membudidayakan tanaman palawija, Tembakau dan Cabe. Seiring dengan adanya jalan, para petani mulai membudidayakan tanaman seperti Jagung dan Kemiri. Kemiri memang sudah dari dulu banyak dibudidayakan disini, tetapi karena proses pengangkutannya susah (belum ada jalan) banyak ditinggalkan petani. Ditinggalkan petani dengan alasan, tanaman lain lebih efektif. Sekarang dengan adanya jalan, kebun Kemiri yang sudah ditinggalkan kembali dirawat. Selain itu tanaman Jagung juga, sudah ada beberapa petani membudidayakan.

Beberapa Petani mulai membudidayakan Jagung (Dokpri)
Beberapa Petani mulai membudidayakan Jagung (Dokpri)
Pohon Kemiri sudah mulai dirawat kembali (Dokpri)
Pohon Kemiri sudah mulai dirawat kembali (Dokpri)
Saya sering bertanya – tanya pada teman - teman dan orang tua di kampung, apa yang telah merevolusi mental masyarakat? Yang mana dulu bermental nganggur dan hidup pas – pasan (asal tidak kelaparan, tapi mendekati), menjadi bermental ‘rakus’. Rakus maksudnya mencari rezeki. Jawabannya, karena adanya jalan kebun. Adanya akses jalan, ternyata yang menjadi faktor utama pendorong kemauan masyarakat (motivasi). Selain menjadi motivasi, jalan juga membuat proses pertanian menjadi efesien dan efektif.

Motivasi

Dengan adanya pembukaan jalan kebun, menjadi motivasi yang sangat besar pada petani/pekebun untuk bertani/berkebun. Dulu, sebelum adanya jalan kebun masyarakat disini hanya bertani sawah kecil – kecilan dan berkebun sedikit – sedikit. Bercocok tanam padi, dengan target kebutuhan keluarga masing – masing per musim sawah. Berkebun palawija dengan kuantitas kecil dan sedikit Tembakau. Sebagian masyarakat menjadi buruh bangunan dan ada juga menjadi buruh tani harian di kampung lain. Ada juga yang memilih hijrah ke kampung lain untuk berkebun. Yang paling memperihatinkan banyak pemuda menjadi pengangguran. Hal ini, membuat lahan di kampung ini sering disebut sebagai lahan tidur, yang mana luasnya cukup luas dibanding kampung lain di kecamatan.

Sekarang, dengan adanya pembukaan jalan kebun, semangat masyarakat untuk ‘membangunkan’ lahan yang sudah lama ‘tidur’ sangat besar. Seolah mendapat ‘suntikan’ vitamin semangat dengan dosis tinggi. Lahan yang dulunya dengan pemandangan semak dan blukar, kini sudah disuguhkan dengan pemandangan yang ‘berhias’ tanaman dan warna silver mulsa bedengan. Tanaman yang paling banyak dibudidayakan disini adalah Cabe keriting dan Bawang merah, dengan sistem tumpang sari serta ada beberapa Jagung, Kopi, Cacao, Kemiri dll.

Tanaman Cabe Keriting dan Bawang Merah ditaman tumpang sari (Dokpri)
Tanaman Cabe Keriting dan Bawang Merah ditaman tumpang sari (Dokpri)
Efesien

Pembukaan jalan kebun, menjadikan proses pertanian efesien. Efesien waktu dan tenaga. Waktu menjadi sangat efesien terutama waktu perjalanan. Sebelum ada jalan kebun, pekebun berjalan kaki menuju kebun masing – masing. Sebagian mereka menempuh waktu sampai 2 jam perjalanan, karena kebun mereka berjarak 3 Km dari kampung. Disamping waktu yang terkuras dijalan, tenaga juga ikut terkuras.

Dengan adanya jalan kebun seperti saat ini, pemoloran waktu dijalan berkurang karena menggunakan Honda (motor). Sebelumnya menghabiskan waktu 2 jam perjalanan, menjadi 10 – 15 menit saja. Sebelumnya tenaga banyak terkuras dijalan, sekarang tidak. Meski adanya tambahan biaya yaitu motor dan bensin, tetapi hal itu tidak ada apa – apanya dibandingkan dengan meningkatnya produktifitas hasil kebun (mayoritas pendapat petani).

Efektif

Pembukaan jalan kebun, menjadikan proses pertanian efektif. Efektif dalam hal pengangkutan bahan pertanian dan hasil kebun. Pengangkutan bahan pertanian yaitu pupuk, mulsa dan lainnya, menjadi efektif karena menggunakan tenaga motor. Bahkan bisa dikatakan sangat dan sangat efektif, yang mana dulunya menggunakan tenaga manusia. Bayangkan memundak pupuk sampai kiloan meter dan menanjak, paling bisa per orang 10 – 15 Kg pupuk sekali jalan. Selain bahan pertanian, begitu juga pengangkutan hasil kebun (hasil panen) menjadi sangat efektik.

Memang dikampung kute bukit dan sekitarnya, peningkatan ekonomi masyarakat belum bisa dikategorikan maju, tetapi peningkatannya sangat pesat (berkembang). Perkembangan petani disebabkan infrastruktur (jalan), yang sudah bisa dikategorikan maju di Kabupaten Gayo Lues adalah daerah perkebunan Kopi Kecamatan Pantan Cuaca. Pada tahun 2009, penulis pernah berkunjung kedaerah ini dan waktu itu masih tergolong sedikit para petani membudidayakan Kopi. Pada umumnya mereka membudidayakan Tembakau, Nilam dan Sere Wangi.

Pada bulan Maret lalu, saya berkunjung lagi ke daerah Pantan Cuaca. Saya terpana melihat pemandangan kebun Kopi disitu, yang mana dulu masih lahan kosong. Selain itu, terlihat banyak mobil yang parkir dihalaman rumah warga yang mana dulunya Motor aja jarang. Sangat menakjubkan, bukan?. Meskipun wilayah perkebunannya belum 100% ditanami Kopi, akan tetapi secara perlahan saya yakin 100% menjadi kebun Kopi. Dan begitu pula penjelasan pak Diman, salah satu Toke (pengepul) disana. “kemungkinan beberapa tahun lagi, daerah ini sudah ditanami Kopi semua ini”. Saya bertanya alasannya, pak Diman menjelaskan : “ya, baru – baru ini sudah ada recana (program pemerintah) perehaban jalan dan pembukaan jalan tambahan. Ada kemungkinannya sampai ke Aceh Tengah.”. saya bertanya lagi tentang motivasi orang – orang menaman Kopi. “ya, karena jalan, ini sekitar 30 km jauhnya. Coba aja kamu jalan-jalan kesena. Sudah banyak kebun Kopi.” Pak Diman menjelaskan dalam bahasa Gayo, tapi artinya kira – kira begitu. Dan ternyata benar, sepanjang 30 Km jalan kebun yang sudah beraspal, di kanan dan kiranya sekitar 70% adalah tanaman Kopi.

Ilustrasi Kebun Kopi )Sumber : http://msyukri63.blogspot.com/) - lupa dokomentasi kopinya
Ilustrasi Kebun Kopi )Sumber : http://msyukri63.blogspot.com/) - lupa dokomentasi kopinya
Sesuai ulasan diatas, pembangunan jalan untuk membuka akses pada suatu wilayah potensial sangat dibutuhkan untuk peningkatan perekonomian. Dengan adanya pembukaan jalan, akan meningkatkan daya jelajah pemerintah, swasta dan masyarakat untuk mengelola sektor – sektor potensial wilayah tersebut. Sektor potensial, misalnya sektor ekonomi, wisata dan lainnya. Pengelolaan sektor potensial, akan meningkatkan perekonomian individu (swasta) dan Negara.

Untuk Pembangunan Infrastruktur Indonesia Sentris. Selain jalan, pembangunan infrastruktur lainnya tidak kalah penting. Misalnya untuk menarik perhatian wisatawan, diperlukan pembangunan Bandara, Terminal, Pelabuhan, Perlistrikan, Telekomunikasi dan lainnya. Salah satu potensi wisata didaerah penulis adalah pendakian Gunung Leuser. Jalur pendakian ini memang sudah lama dibuka, akan tetapi kurangnya minat pendaki karena sulitnya akses ke Kab. Gayo Lues. Hal ini, sesuai pernyataan 3 orang pendaki dari pulau Jawa 2 tahun yang lalu, 2 orang dari Tegal dan 1 orang dari Surabaya. Salah satu dari mereka mengatakan “jalur pendakian ini akan sangat maju, jika akses ke Gayo maju” dan kedua temannya menyetujui.

Selain dari infrastruktur fisik. Untuk mengurangi kesenjangan sosial, diperlukan pembangunan infrastruktur sosial. Contohnya Sekolah, Rumah Sakit dll. Saya yakin untuk infrastruktur sosial, didaerah - daerah pedalaman Indonesia masih sangat kurang. Pernyataan ini, sesuai dengan kondisi infrastruktur sosial di daerah penulis. Yang mana, terkadang Emak – Emak untuk melahirkan saja harus dirujuk ke Banda Aceh atau Medan.

Salam Indonesia Raya

Gayo Lues, 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun