Mohon tunggu...
GayGuy HappyGuy
GayGuy HappyGuy Mohon Tunggu... -

Hanya ingin menjadi jembatan bagi kedua kaum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lingkaran Setan Homoseks dan Homophobic (=Anti Gay)

14 Agustus 2010   14:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:02 4269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Terpisahkan oleh jurang ketidakinginan untuk mengerti, kita mungkin tak akan pernah bisa menyatu. Tapi setidaknya, jangan tatap kami dengan tatapan mata penuh jijik seperti itu, karena kami sangat benci untuk menatap kalian dengan penuh kemarahan. Kita hanya berbeda, tapi ketidakinginan untuk mengerti satu sama lain itulah yang memperumit segalanya di antara kita.”

Kalian yang sedang membaca tulisan ini, baik hetero maupun homo, pastinya sadar bahwa banyak sekali homoseks yang berada di dalam lingkungan sehari – hari kita. Entah itu yang secara terbuka mengungkapkan dirinya atau sengaja menyembunyikan identitas dirinya dari umum, kaum homoseks nyatanya berada di sekitar kita. Hidup, bernafas, berjalan, dan melakukan aktivitas sehari – sehari sebagaimana yang manusia kebanyakan lakukan, semuanya sama saja kecuali di dalam satu hal : mencintai . Yah, tentu saja lah! Karena mereka merasa bahwa diri mereka mencintai sesama jenis makanya mereka disebut homoseks. Seorang cowok yang merasa dirinya cowok mencintai cowok lain disebut gay, seorang cewek yang merasa dirinya cewek dan mencintai cewek lain disebut lesbian. Beda lagi pengertiannya dengan transgender. Cukup menyebalkan untuk melihat kebanyakan orang salah mengerti mengenai perihal transgender dan gay yang sering kali di-sama-jenis-kan, tapi yah kita tak akan mendiskusikan hal itu di dalam tulisan ini.

Apa yang hendak aku jabarkan di tulisan ini adalah mengenai sebuah situasi menyerupai lingkaran setan yang dimunculkan akibat kesalahpahaman di antara kaum homoseks dan kaum homophobic yang seringkali menciptakan banyaknya efek buruk kepada kedua pihak,yang mana efek buruk itu lebih kuat terasa di kaum homoseks.

Mengapa aku menyebutnya sebagai lingkaran setan?

Pertama, karena tidak jelas sebenarnya siapa yang memulai hal ini terlebih dahulu. Ini seperti menanyakan yang mana yang lebih dulu eksis : telur atau ayam. Masih terlampau dini untuk menyimpulkan apakah pihak homophobic atau pihak homoseks yang memulai sebuah opini yang akhirnya berkembang luas hingga akhirnya membentuk situasi seperti lingkaran yang tak jelas awal dan akhirnya. Selain itu, karena awal dari situasinya sama misteriusnya dengan si setan, akhirnya ditambahkanlah kata “setan” setelah “lingkaran”.

Kedua, karena lingkaran ini tak bisa berakhir. Kita hanya bisa terlepas dari lingkaran setan ini jika kita mau berusaha, tapi tetap saja, karena lingkaran setan ini terbentuk dari hasil pemikiran manusia, yang mana pemikiran manusia tidak bisa disatukan dalam satu pendapat absolute kecuali untuk urusan perhitungan matematika (1+1 gak akan pernah jadi 3 kan?), maka lingkaran setan itu akan selamanya tetap ada di dunia sekalipun kita sebagai individu telah terlepas dari kondisi lingkaran setan tersebut di sekitar kita. Hanya bisa terlepas darinya, tapi tidak bisa diakhiri.

Ketiga, pemikiran – pemikiran negative yang menciptakan lingkaran setan memang tidak terlihat oleh mata telanjang, sama seperti setan bukan?

Lalu situasi macam apakah lingkaran setan yang melibatkan homophobic dan homoseks itu?

Situasi yang sejak tadi aku sebut – sebut sebagai lingkaran setan itu adalah situasi dimana kelompok homoseks merasa tertekan karena pandangan kaum homo-phobic kepada mereka yang akhirnya menimbulkan sikap – sikap yang memicu reaksi dari kaum homo-phobic lagi. Tidak diketahui secara pasti apakah karena mayoritas dari kaum homoseks terlebih dahulu yang memulai tampil dengan gaya freesex-nya sehingga memunculkan reaksi dari kaum homophobic sejak peradaban kuno atau memang karena kaum homophobic memang memiliki bakat tersendiri untuk membenci orang yang terlihat berbeda dari orang – orang kebanyakan sehingga bisa memunculkan situasi semacam ini. Yang mana yang asap dan yang mana yang api, kita tidak pernah tau. Lebih lanjut lagi, apa yang dilakukan oleh penganut seks minded gay serta tekanan dari para homophobic akhirnya menciptakan tekanan bagi SELURUH kaum homoseks yang berbuntut pada sebuah kekacauan dalam setiap individu homoseks, interaksi sesama homoseks, dan juga interaksi homoseks dengan heteroseks.

Secara individual, beberapa di antara kaum homoseks takut untuk menerima dirinya apa adanya, dirinya yang mencintai sesama jenis karena adanya pandangan dari kaum homophobic. Begitu menderita bahkan untuk menyadari siapa dirinya sendiri. Begitu ingin menolak identitas dirinya dan sangat ingin terbebaskan seolah – olah identitasnya sebagai homoseks adalah kutukan yang nyata. Mengutuki diri sendiri, berharap dan berdoa bisa berubah hanya untuk mengetahui bahwa doanya seperti terpantul ke tanah. Menderita di dalam keinginannya yang terbentuk bukan dari dirinya sendiri, melainkan dari persepsi masyarakat kebanyakan sehingga ia menolak untuk mencintai orang yang jelas dicintainya. Si Munaroh yang selalu sesak di dalam dadanya karena selalu mengatakan “Ya, aku sesungguhnya mencintai Sarah, tapi SEHARUSNYA aku mencintai si Dul!!! Ini bukan sinetron, ini kehidupan!!! Aku tak menghadapi tuntutan sutradara tapi tuntutan masyarakat!!!!” di dalam hatinya setiap kali ia terpukau oleh keanggunan Sarah, hanyalah satu contoh lagi dari efek buruk pandangan homophobic kepada pribadi si homoseks.

Ditambah lagi tekanan dari pandangan masyarakat tersebut bisa berefek jauh lebih mendalam dan personal kepada karakter si homoseks.Tekanan semacam ini juga bisa menyebabkan seorang homoseks menjadi selalu merasa sebagai seorang korban dalam kehidupannya, tidak jarang juga mengubah kepribadian seseorang menjadi lebih melankolis, sadomasokis emosional dan hendak merasa diperhatikan sehingga menjadi drama king/queen.

Anda bisa membayangkan kehidupan orang tersebut seperti berikut ini. Sebut saja namanya Ivan. Dia selalu ingat dendam diledeki sebagai banci dan bencong oleh lelaki heteroseks di sekitarnya saat masih kecil hingga umurnya sudah dua puluh tahun lebih. Suatu saat, ia membuat rekaman video yang menyatakan dia bangga menjadi gay sembari memaki – maki teman-teman masa kecilnya dalam keadaan mabuk untuk diupload ke You Tube. Dia melakukannya karena selalu merasa kekesalannya itu tak pernah terlampiaskan sebelumnya. Rekaman itu seketika menggemparkan Indonesia, reaksinya, Ivan dihujat oleh kelompok You-Know-What. Akhirnya ia memutuskan untuk minggat ke Australia sebelum ia dicari oleh You-Know-What untuk digilir hujan batu. Dengan berat hati ia harus berpisah dengan Gunawan yang hidup di Indonesia sebagai seorang heteroseks tapi walau sudah tahu Gunawan seorang heteroseks, Ivan tetap saja bersikukuh untuk mencintainya. Sekalipun ia harus terluka, karena baginya cinta tak harus memiliki meski ia sadar sekali bahwa ia ingin memiliki Gunawan. Ivan akhirnya bekerja sebagai bintang "adult content" di Australia untuk bisa membiayai hidupnya dan juga berkeinginan untuk bisa membawa Gunawan ke Australia. Keinginan itu pun hancur, ia merasa kerja kerasnya sama sekali tidak ada gunanya ketika Gunawan menolak untuk diundang ke Australia karena sudah memiliki seorang istri dan tak mungkin mencintai seorang homoseks seperti dirinya. Impiannya untuk mencetak undangan pernikahan menggunakan nama Ivan dan Gunawan di Australia yang telah hancur dianggapnya sebagai puncak dari penderitaan hidupnya yang tak pernah membaik selama ini dan akhirnya ia memutuskan untuk bunuh diri. Kenapa bisa begitu? Karena Ivan selalu merasa menjadi korban oleh siapapun juga, bahkan oleh karena pilihannya sendiri. Karakter drama kingnya sudah terbentuk sejak kecil akibat tekanan-tekanan dari masyarakat sekitarnya. Akibat bullying dari teman sekitarnya, Ivan tak menghargai lagi dirinya sendiri sejak kecil dan terjebak dalam pola “nyaman akan siksaan” yang dengan sadar dia lakukan.

Pandangan miring masyarakat kebanyakan terhadap kaum homoseks serta keharusan untuk menikah agar dianggap sempurna dan bisa meneruskan garis keluarga seringkali menyebabkan kaum homoseks mengalami tekanan yang lebih berat daripada kaum heteroseks. Tekanan ini akhirnya menyebabkan banyak hal di antaranya adalah seperti si Sammy yang sekalipun memiliki wajah jelek tapi memiliki banyak uang berpikir untuk selalu menyewa gigolo agar bisa memuaskan nafsunya sebelum ia akhirnya memutuskan untuk membahagiakan keluarganya dengan menikah, orang – orang seperti si Sammy akhirnya juga bisa menyebabkan si Tono sulit untuk mempercayai adanya cinta sejati dari Raymond yang mencintainya dan menunggunya selama ini dengan setia, atau bisa juga menyebabkan orang seperti si Indra yang polos, memutuskan juga untuk menjadi seks oriented karena pahitnya melihat keadaan di dalam dunia gay yang kebanyakan seks oriented, padahal Bertrand menjalin hubungan dengannya agar bisa menikah di Belanda. Lebih jauh lagi, keadaan seperti ini bisa dimanfaatkan seperti si Krishna yang hendak mengeruk kekayaan orang si Sammy, sehingga rela untuk menjadi berondongnya, menciptakan lagi sebuah stigma buruk bahwa gay itu matre dan pencinta seks di mata homophobic. Sudah mulai bisa dilihat dengan jelas sekarang dimana letak lingkaran setannya

Kaum homoseks memiliki ketakutan sendiri di dalam hidupnya yang semakin tidak pasti karena penyebab - penyebab di atas, itu sudah sangat jelas. Contoh – contoh di atas itu adalah efek buruk yang terjadi jika kita lihat dalam wilayah interaksi antara sesama homoseks yang menyebabkan dan disebabkan oleh reaksi dari kaum homophobic.

Bukan hanya itu saja, tekanan semacam ini juga menyebabkan ketakutan jenis lainnya lagi yang paling awam dan dirasakan setiap gay : penolakan masyarakat kepada mereka. Contoh – contoh di bawah inilah yang aku sebut sebagai efek buruk dalam interaksi kaum homoseks dengan kaum heteroseks yang disebabkan oleh kaum homophobic namun sangat dirasakan akibatnya oleh kaum homoseks.

Sebut saja si Nathan yang setiap hari harus terlihat macho untuk meyakinkan Azizah bahwa ia lelaki tulen yang “manis” dan bisa diandalkan untuk menjadi pasangan hidup, hanya untuk berakhir di perlaminan yang tak diinginkannya dan berusaha keras membayangkan keindahan tubuh seorang lelaki cuma untuk bisa membuahi rahim si Azizah setiap malamnya. Nathan sekalipun sudah bisa menerima dirinya tapi tidak menjalani kehidupan dengan semudah yang ia inginkan. Memasang topeng setiap hari. Berpura – pura memiliki pacar dari lawan jenis hanya untuk dipandang normal oleh masyarakat kebanyakan. Menikah untuk dianggap “sempurna” padahal kesempurnaan itu lagi – lagi menurut orang lain dan bukanlah kebahagiaan yang diinginkan.

Ada juga yang berpacaran dengan sesama jenis secara diam – diam. Menutupi sepenuhnya identitas diri mereka dari masyarakat kebanyakan di saat yang bersamaan mereka hendak membuka diri mereka terhadap orang lain yang mereka cintai. Melakukan semuanya bagaikan teroris. Hidup mencintai di bawah bayang – bayang ketakutan. Merasakan kebahagiaan tapi tak akan pernah dianggap “sempurna” oleh masyarakat sekitarnya ketika mereka memutuskan untuk tidak menikah dengan lawan jenis di lingkungannya. Anda bisa membayangkannya seperti saat Ian dan Bambang berusaha untuk secepat mungkin memakai pakaian dalam mereka lagi saat orang tua Ian telah pulang dari dinas luar kota lebih cepat dari perhitungan yang diduga Ian. Beberapa tahun kemudian, mereka memutuskan untuk hidup satu atap selamanya dengan berbahagia setelah keduanya diusir dari rumah mereka akibat kepergok saat Ian memasang posisi yang tak-etis-disebutkan-di-sini di dalam kamar Bambang.

Beberapa lagi memiliki saat – saat terpelik di dalam kehidupan mereka : di saat mereka sedang merasakan kebahagiaan mereka yang begitu indah tapi harus diputuskan di tengah jalan – jalan. Contohnya adalah saat si Shireen yang menangis terisak - isak saat hendak mengucapkan janji pernikahannya dan disalahartikan sebagai menangis terharu oleh Wisnu, pria yang dinikahinya karena desakan si ibu yang tidak tahan hendak gendong cucu dan juga karena ia tak tahan oleh ocehan temannya yang menjulukinya sebagai perawan tua frigid, padahal sesungguhnya diam – diam di dalam hatinya ia menangisi pedih bayangan Donita yang selama ini mencintainya dan dicintainya.

Mungkin kelompok yang terburuk daripada kelompok di atas adalah kelompok terakhir ini. Bayangkan saja ketika seorang kakek bernama Fendy berjalan tertatih - tatih dengan bantuan tongkatnya menuju ranjangnya yang dingin, berusaha menutup matanya yang selalu berkaca – kaca setiap kali ia berbaring. Karena ia sedih bahwa tak ada satu lelaki pun di sampingnya yang akan memeluknya, menghangatkannya dari kedinginan. Selalu berharap di setiap harinya ia memejamkan mata adalah hari terakhirnya hidup karena tak tahan lagi dengan kesepian di hari tua yang ia rangkai sendiri. Kesepian yang dirajutnya sendiri karena ia tak ingin membohongi dirinya dengan kesempurnaan dari pandangan orang lain tapi tak ingin juga dirinya terluka dari pandangan orang lain karena memiliki sebuah kebahagiaan. Ia tak terlihat sempurna, tak juga terlihat bahagia karena idealismenya sendiri.

Perlu disadari juga bahwa tekanan masyarakat homophobic sendiri akhirnya menimbulkan tindakan yang tidak diinginkan ke kaum heteroseks dari kaum homoseks. Pak Guru Aldy yang mensodomi Irfan, Syahrul, Dimas dan segenap siswa lainnya disebabkan karena ia tak pernah bisa memiliki pasangan hidup secara terbuka untuk memuaskan hawa nafsunya dan hasrat ingin mencintai di kampung Suka Maju Mundur adalah salah satu contoh dari kasus ini. Lebih lanjut lagi, Dimas yang merupakan “korban-tapi-keenakkan” –nya Pak Guru Aldy itu akhirnya tumbuh menjadi dewasa sebagai seorang homoseks dan ingin merasakan belaian lelaki. Ditambah lagi dengan pemikirannya tentang kaum heteroseks di sekitarnya yang tak pernah bisa mengerti dirinya harus merasakan apa yang dirasakannya agar bisa mengerti posisinya, Dimas akhirnya melanggar batas habitatnya dan seorang heteroseks akhirnya menjadi korbannya. Mario menjadi seorang biseks karena Dimas dan semuanya dimulai karena Dimas berpikir bahwa semua heteroseks adalah homophobic, sebuah reaksi dari pemikiran penuh kebencian yang berasal hanya dari para homophobic , bukan semua heteroseks.

Sekarang kita sudah lihat kan apa efek dari kaum homophobic yang secara tidak langsung merusak kaum heteroseks itu sendiri? Ketika mereka tidak mau menyadari hal ini, mereka akan berpikir bahwa kaum homoseks itu sendiri yang memang ahli dalam perzinahan dan patut disalahkan, padahal mereka sendiri juga mengambil peran serta dalam semua lingkaran setan ini. Mereka sama saja seperti kaum homoseks yang seks oriented yang merusak pandangan kaum heteroseks terhadap homoseks. Semuanya terlibat di dalam lingkaran setan ini. Semuanya berperan. Baik para homophobic maupun homoseks itu sendiri.

Lalu apa yang harus kita –kaum homoseks dan heteroseks, khususnya homophobic- lakukan agar terlepas dari lingkaran setan ini?

Sebelum memasuki bagian ini, aku hendak mengatakan bahwa semua ini hanyalah hasil pemikiranku. Jadi jika ada yang menentangnya, itu sah saja. Bagaimanapun juga, tingkat kecerdasan, pengalaman dan pemahaman orang itu berbeda – beda,jadi wajar memiliki pendapat yang berbeda.

Kepada kaum homoseks, khususnya untuk para kaum homoseks yang sangat tergila – gila akan seks, lebih baik kalian berpikir ribuan kali untuk menyalurkan hasratnya melalui perbuatan maupun ucapan. Pandangan salah di masyarakat yang mengatakan bahwa gay adalah penyebar HIV itu tidak muncul begitu saja dengan ajaibnya. Semuanya itu terbentuk karena banyak dari kaum gay yang mencintai permainan seks. Alasan tidak mungkin hamil serta lubang anus lebih nikmat hanyalah alasan kekanak-kanakkan untuk menyalurkan hasrat kepada banyak lelaki. Setialah pada pasangan yang telah didapatkan. Cintai dia, milikmu seorang. Mungkin memang tidak mudah menjalin hubungan dengan seseorang sehingga harus berganti pasangan lagi tapi setidaknya jangan rendahkan dirimu sendiri dengan membuka lubang dan mengumbar burung untuk umum! Jika saja kaum homoseks yang seks oriented mau menghentikan kebiasaannya, kemungkinan jumlah kaum homoseks yang menjadi jomblo karena tidak percaya akan adanya cinta sejati dalam dunia homoseks pun akan berkurang. Hal ini akan memudahkan kaum homoseks untuk menemukan cinta sejatinya dalam komunitasnya sendiri. Ingat, jumlah komunitas homoseks itu sangatlah sedikit dibandingkan komunitas heteroseks. Kemungkinan untuk menemukan orang yang tepat sangatlah kecil, haruskah semakin dirusak dengan semua permainan ksatria menunggangi kuda seperti itu? Pandangan buruk masyarakat terhadap kaum homoseks mungkin masih akan ada bahkan jika kebiasaan buruk ini dapat dikurangi,tapi pikirkanlah lagi, efeknya bukan hanya keluar komunitas homoseks tapi juga ke dalam komunitas homoseks itu sendiri. Selain kemungkinan kaum homoseks mendapatkan cinta sejati itu semakin membesar, kemungkinan penyebaran HIV serta penyakit – penyakit kelamin mengerikan lainnya akan semakin mengecil di dalam komunitas homoseks.

Selain itu, berhentilah berusaha mencari pembenaran terutama di dalam kitab suci agama – agama (khususnya Samawi) karena jelas sudah bahwa PERILAKU homoseks itu adalah salah dalam sudut agama! Berhentilah membelok-belokkan ayat untuk membenarkan identitas diri kalian. Karena ketika kaum homoseks berusaha membelok-belokkan ayat, hal itu menimbulkan reaksi lebih keras lagi homophobic dari kaum religious. Tak akan ada homoseks yang bisa menang melawan dogma suci, paling maksimal sekalipun kalian hanya akan terjebak dalam debat kusir yang tak berujung. Kaum homoseks = pendosa. Itu sudah jelas dan tak bisa dibantahkan lagi. Tapi yang perlu kaum homoseks ingat adalah kalian tak perlu mengutuk diri kalian sendiri. Orientasi seksual tidak menjamin kebaikan seseorang. Nilai kebaikan seseorang ditunjukkan melalui apa yang mereka perbuat, bukan apa yang mereka suka apalagi siapa mereka. Karena itu, terimalah diri kalian dengan damai. Bersahabatlah dengan diri kalian, entah kalian mau tampil terbuka atau tertutup, itu kembali kepada pilihan kalian masing – masing.

Sedikit kabar baik untuk kaum homoseks yang sudah bisa menerima dirinya apa adanya dan hendak memutuskan untuk menjadi terbuka atau tertutup kepada dunia: tidak semua kaum heteroseks adalah kaum homo-phobic. Mungkin komunitas di sekitar kalian adalah komunitas yang sangat menentang habis – habisan kaum homoseks. Tapi kalian tak bisa menilai seluruh orang di dunia hanya dengan melihat komunitas sekitar kalian saja. Kalian harus melakukan sesuatu mengenai diri kalian dan komunitas sekitar kalian, itu sudah sebuah keharusan agar kalian bisa lebih berbahagia setelah kalian bisa menerima diri kalian sendiri.

Jika kalian menutupi diri kalian dari komunitas sekitar kalian yang sudah jelas menentang homoseks dan merasa tersiksa karena berpikir lebih baik terbuka tapi tak akan bisa menemukan komunitas yang tepat, itu artinya kalian kurang pengetahuan, kurang pergaulan dan kurang keyakinan. Jika kalian menutupi diri kalian dari komunitas sekitar kalian yang menentang homoseks, merasa tersiksa karena ingin diterima oleh komunitas tapi tidak mau mencari komunitas lain padahal tau bahwa tidak semua heteroseks adalah homophobic, itu artinya kalian pengecut yang tidak berani mengambil resiko untuk mendapatkan apa yang kalian mau. Jika kalian sudah mengetahui bahwa komunitas kalian akan menolak homoseks tapi kalian tetap mengakui diri kalian terhadap mereka, itu artinya kalian nekat dan bodoh. Kalau komunitas kalian menolak kalian saat kalian mengakui orientasi asli kalian, lalu kalian mencari komunitas lain karena yakin ada yang bisa menerima kalian, itu yang baru bisa disebut salah perhitungan tapi berani. Bila kalian sudah tau komunitas sekitar kalian akan menolak kalian dan kalian segera mencari komunitas lain, memperhitungkan dengan matang apakah mereka akan menerima kalian serta mengakui diri kalian serta saat kalian tahu secara pasti bahwa komunitas tersebut akan menerima kalian baru kalian terbuka, itu yang bisa disebut dengan penuh taktik. Sama penuh taktiknya saat kalian menutupi diri kalian dari komunitas sekitar kalian yang membenci homoseks dan bisa menikmati saat – saat mencintai sesama jenis secara tertutup tanpa ada keinginan sedikit pun untuk tampil terbuka. Tapi seperti yang aku sudah sebutkan di atas, semuanya adalah pilihan setiap individu dalam kaum homoseks masing – masing.

Untuk homophobic yang selalu berlindung di bawah ketiak agama, sadarlah bahwa agama mengutuk PERILAKU bukan PELAKU! Yang dibutuhkan oleh kaum homoseks bukanlah cacian makian ataupun persetujuan dari agama untuk menjadi homoseks. Tapi keinginan untuk diterima seperti layaknya manusia berdosa lainnya. Tekanan khusus yang begitu hebat diciptakan oleh kaum homophobic religious sangatlah menyiksa kehidupan seorang homoseks karena di dalam agama, Tuhan lah yang dianggap bicara. Secara absolute tak boleh dibantah, tapi harus disadari bahwa semua cacian, larangan dan hukuman yang diciptakan oleh kaum homophobic religious menciptakan kekacauan yang lebih parah lagi dan bahkan berdampak secara tidak langsung kepada interaksi terhadap heteroseks itu sendiri. Agama adalah pencegah kekacauan, seharusnya, sebagai penganut yang baik dan taat bisa berpikir panjang sebelum membawa nama agama untuk menciptakan kekacauan secara tidak langsung. Berikanlah kebebasan untuk memilih menjadi dirinya sendiri, itulah yang sangat diinginkan oleh kaum homoseks dari kaum homophobic religious. Biarkan saja Tuhan yang menghukum nantinya,jika memang benar Tuhan membenci pendosa, tapi manusia tidak perlu membenci sesamanya agar dunia ini bisa menjadi dunia yang lebih baik untuk dihuni siapapun.

Terlepas dari alasan agama, ada pula kaum homophobic social yang menganggap bahwa kaum homoseks selalu menimbulkan kekacauan dalam kehidupan sosial. Mereka biasanya mengecam homoseks karena dianggap sebagai maniak seks, penyakit mental yang menular, tidak bisa meneruskan garis keturunan keluarga,bahkan tidak jarang juga dianggap sebagai lebih berpotensi untuk melakukan kejahatan.

Dengan sangat jujur, kaum homoseks mengakui bahwa ada penjahat – penjahat kelamin di antara mereka yang bahkan sangat menjijikkan bagi kaum homoseks lainnya. Tidak semua kaum homoseks mencintai seks. Semua itu bagaikan nila setitik, rusak susu sebelanga. Sama halnya seperti segelintir kaum homoseks yang berpikir bahwa kaum heteroseks mustahil menerima mereka apa adanya, demikian juga adanya kesalahpahaman pandangan di antara kaum homophobic yang berpikir bahwa kaum homoseks semuanya adalah pencinta seks. Bagaimanapun juga, kaum heteroseks sendiri juga memiliki banyak jumlah penjahat kelamin bukan?

Ada juga yang berpikiran bahwa kaum homoseks harus dihindari oleh kaum heteroseks agar tidak tertular homoseksualitasnya atau untuk berjaga – jaga agar tidak diperkosa oleh mereka karena kaum homoseks selalu menyukai semua orang dari sesama jenisnya. Ayolah,homoseksualitas itu bukanlah penyakit mental yang menular ke lingkungan social! Jika seorang heteroseks tiba – tiba saja menjadi homoseks, maka itu disebabkan oleh pilihannya sendiri. Beberapa homoseks mungkin cukup nekat untuk melanggar habitat dengan memperkosa heteroseks, tapi hal itu tidak menjadikan seluruh homoseks adalah pemerkosa! Beberapa homoseks menyadari homoseksualitasnya begitu saja, bukan karena pengaruh lingkungan. Hal ini juga menunjukkan bahwa jelas homoseksualitas bukanlah penyakit menular. Bukan pula penyakit mental, karena seorang homoseks menyadari sepenuhnya apa yang mereka lakukan dan bisa hidup berbahagia sebagai seorang homoseks. Berbeda dengan seorang skizofrenia yang bahkan tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan sekalipun seringkali ada penderita skizofrenia yang terlihat tertawa – tawa bahagia. Mengenai pandangan bahwa kaum homoseks selalu menyukai SEMUA ORANG dari sesama jenisnya adalah sebuah pandangan yang salah. Sama seperti kaum heteroseks yang tidak selalu menyukai semua orang dari lawan jenisnya, kaum homoseks juga memiliki kriteria – kriteria orang yang disukainya. Jadi, jika ada seorang heteroseks yang menjauhi seorang homoseks karena takut akan disukai dan ditaksir oleh homoseks tersebut, ada baiknya heteroseks itu mengaca terlebih dahulu apakah tubuh dan wajahnya sudah sempurna hingga bisa langsung disukai atau tidak oleh orang lain. Dalam kalimat gaulnya : “Please deh, kayak muka lu kecakepan aja mikir bakalan langsung disukain sama homo!?”

Ketidakmampuan seorang homoseks untuk meneruskan garis keturunan keluarga juga selalu menjadi bahan gunjingan keluarga di saat seorang anggota keluarganya mengakui dirinya sebagai seorang homoseks, terutama apabila homoseks itu adalah seorang gay satu-satunya di dalam keluarga mereka. Pikirkan lagi yang mana yang lebih berharga : kebahagiaan individual anggota keluarga anda atau garis keturunan keluarga? Jika anggota keluarga lainnya berpikir bahwa sangatlah egois untuk orang tersebut meneruskan hidupnya sebagai seorang homoseks karena ingin mendapatkan kebahagiaannya tersendiri, ada baiknya juga untuk mereka berpikir apakah mereka tidak lebih egois untuk berpikir bahwa harus ada yang meneruskan garis keturunan keluarga yang tidak menjamin kebahagiaan gay yang menjalani hidupnya itu sendiri? Untuk pertimbangan konyol saja : dunia ini juga sudah terlampau padat dan masih banyak anak – anak terlantar karena ulah heteroseks yang hanya ingin enaknya saja yang bisa diadopsi sebagai anak dari gay tersebut. Tak perlu khawatirkan juga apa jadinya seorang anak apabila dibesarkan oleh gay, banyak orang tua tunggal di luar sana yang bisa merawat anaknya dengan baik dan juga orang tua yang heteroseks saja tidak selalu menghasilkan anak yang heteroseks kok, jadi bukan berarti anak adopsi yang akan dirawat dan tumbuh besar oleh seorang gay akan menjadi gay juga kan?

Kecaman kepada kaum homoseks sebagai kaum yang lebih berpotensi melakukan kejahatan juga merupakan sebuah penghakiman yang tidak berdasar dan kemungkinan besar disebabkan karena ketidaktahuan. Kaum homoseks seringkali dianggap lebih mudah membunuh karena posesif akan pasangannya, padahal itu semua tidak benar. Aku tahu ini bukan contoh yang baik, tapi setidaknya bisa lebih menepis anggapan bahwa homoseks itu posesif, tapi perlu diketahui banyak kaum homoseks yang menjalanin hubungan terbuka dalam arti mereka hanya berstatuskan pacaran saja tapi bisa bercinta dengan orang manapun yang mereka mau.

Mari kita berpikir secara objektif dan realistis : factor timbulnya keinginan untuk berbuat jahat dalam hati seseorang bukanlah disebabkan karena orientasi seksualnya. Dipikir lebih jauh lagi, orang yang biasanya melakukan kejahatan dikarenakan hidupnya dipenuhi oleh tekanan. Melihat bahwa kebanyakan masyarakat selalu menekan homoseks, maka wajar saja jika ada oknum – oknum homoseks yang menjadi lebih beringas. Ironisnya, lagi – lagi kaum homoseksnya sendiri yang disalahkan padahal kaum homophobic juga memiliki peran serta di dalam memberikan tekanan.

Kita bisa melihat banyak heteroseks yang melakukan kejahatan bahkan dengan cara yang lebih kejam daripada yang dilakukan oleh para homoseks, tapi kenapa tidak dituding orientasi seksualnya? Karena heteroseks dianggap sebagai biasa saja dalam masyarakat sedangkan homoseks dianggap tidak normal, sehingga ”ketidaknormalan” tersebut akan selalu diungkit-ungkit dan dikait-kaitkan dengan tindakan yang tidak baik lainnya. Kita bisa melihat hal ini dari pers yang membesar-besarkan dan menekankan kepada orientasi seksual seorang homoseks saat oknum tersebut melakukan sebuah kejahatan sangatlah berperan dalam pembentukan citra buruk homoseks di mata umum. Terima kasih kepada pers, kaum homoseks yang sudah sadar betapa berbedanya mereka dan betapa sulitnya mereka untuk diterima dalam kehidupan social, ditambahkan lagi bebannya dengan adanya diskriminasi orientasi seksual pada berita yang beredar. Masih ingat kasus Ryan dari Jombang? Kasus tersebut menciptakan sebuah pemikiran salah lagi bahwa seorang gay sama dengan psikopat akibat pers yang selalu menekankan sisi orientasi seksual Ryan! Lebih parahnya lagi, kasus Babe yang memutilasi anak – anak yang diangkatnya dari jalanan itu juga diangkat dengan sangat penuh penekanan akan kesan homoseksualitas sebagai salah satu factor pemicu kejahatan.

Dunia ini tak akan pernah adil bagi kaum homoseks.

Tunggu dulu, dunia ini memang tak pernah adil bagi siapapun juga!

Dunia ini memang selalu dipenuhi dengan kebahagiaan dan penderitaan yang silih berganti. Semua orang juga memiliki permasalahannya sendiri. Bukanlah kiamat dan akhir dari hidup ketika menyadari diri sebagai bagian dari kaum homoseks. Justru kaum homoseks akan menjadi sangat menderita jika menolak dirinya apa adanya. Jangan khawatir perihal keluarga, hubungan darah tidak menjamin bahwa kita akan berbahagia ketika sudah jelas bahwa mereka menolak kita. Jangan khawatir perihal teman, masih ada kaum heteroseks yang bisa menerima kaum homoseks, tidak semuanya adalah homophobic. Kaum homoseks sepenuhnya manusia, normal dan dapat berbahagia. Tak ada yang salah dengan menjadi homoseks kecuali hal itu dipermasalahkan oleh diri sendiri yang terlalu banyak mendengarkan perkataan homophobic. Kaum homoseks dapat berkembang hanya jika mereka bisa berdamai dengan diri mereka, bukan dengan lingkungan mereka. Kaum homophobic memang akan selalu ada. Pandangan miring terhadap kaum minoritas yang berbeda total akan selalu ada. Diskriminasi akan selalu ada. Jurang ketidakinginan untuk mengerti itu akan selalu menganga.

Aku, anak kecil ingusan yang menulis tulisan ini, hanya berusaha untuk menjembataninya, mengoreksi pandangan yang salah terhadap kaum homoseks dan juga mencoba untuk memperbaiki keadaan agar menjadi lebih baik bagi kaum homoseks maupun heteroseks, tapi aku tak akan pernah memaksakan pandanganku agar kaum homophobic berubah setelah membaca tulisan ini. Sah – sah saja jika mereka mau berteriak,”HOMOSEKS SAMA RENDAHNYA SEPERTI PELACUR!!! MAY YOUR SOULS BURN IN HELL!!!” di status Facebook, tweet Twitter, ataupun shoutout Friendster mereka. Aku hanya berusaha saja, aku tidak akan pernah memaksa. Karena sangat jelas bahwa mereka bukanlah sumber kebahagiaanku. Kebahagiaanku adalah saat aku bisa menerima diriku apa adanya seutuhnya dan tak mendengarkan pandangan miring apapun juga mengenai diriku. Keberuntungan yang menambahkan kebahagiaan itu adalah saat aku berhasil menemukan komunits heteroseks yang menerimaku apa adanya. Dengan kata lain, aku sudah terlepas dari lingkaran setan tersebut. By the way, kalo kamu punya waktu luang, coba buka kamus bahasa Inggris (rekomendasiku adalah OXFORD,tidak bermaksud promosi lho!) dan lihat apa arti kata “gay”. Aku rasa itu salah satu alasan aku tak pernah menghawatirkan kebahagiaanku lagi sekalipun aku bukanlah sosok manusia ideal yang sempurna. I’m a gay guy! And it means I’m a happy guy!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun